Sabtu, Disember 24

RISALAH BA AL QUSYAIRI B 24: KEHENDAK

وَلَا تَطۡرُدِ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَوٰةِ وَٱلۡعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجۡهَهُ ۥ‌ۖ مَا عَلَيۡكَ مِنۡ حِسَابِهِم مِّن شَىۡءٍ۬ وَمَا مِنۡ حِسَابِكَ عَلَيۡهِم مِّن شَىۡءٍ۬ فَتَطۡرُدَهُمۡ فَتَكُونَ مِنَ ٱلظَّـٰلِمِينَ 
Dan janganlah engkau usir orang-orang yang beribadat dan berdoa kepada Tuhan mereka pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keredaanNya semata-mata. Tiadalah engkau bertanggungjawab sesuatu pun mengenai hitungan amal mereka, dan mereka juga tidak bertanggungjawab sesuatu pun mengenai hitungan amalmu. Maka (sekiranya) engkau usir mereka, nescaya menjadilah engkau dari orang-orang yang zalim. (An-Anaam: 52)
Diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah saw telah mengatakan, “Jika Allah mengkehendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia akan memanfaatkannya.” Seseorang bertanya, “Bagaimana Dia memanfaatkannya, wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Dia akan menganugerahkannya keberhasilan dalam melaksanakan amal kebajikan sebelum dia mati.”
Kehendak adalah permulaan jalan penempuh dan tahap nama (maqam) yang pertama dari mereka yang menempuh jalan menuju Allah SWT. Sifat ini disebut “kehendak” (iradah) hanya kerana kehendak mendahului setiap masalah sedemikian rupa sehingga jika seorang hamba tidak mengkehendaki sesuatu, dia tidak akan melakukannya. Manakala hal ini terjadi di awal jalan, ia dinamai “kehendak” dengan dikiaskan kepada niat yang mendahului semua persoalan.
Mamsyad Al-Dinawari menuturkan, “Sejak aku mengetahui bahawa semua keadaan sufi adalah sangat serius, maka aku tidak pernah lagi bergurau dengan mereka. Suatu ketika seorang sufi datang kepadaku dan berkata, “Wahai syeikh, saya berkehendakkan agar anda mencarikan saya sedikit bubur manis.”Lalu dengan main-main aku mengulang-ngulang kata-kata iradah (kehendak) dan ‘asidah (bubur). Sufi itu mengundurkan diri, tapi aku belum menyedarinya. Aku memesan bubur dan mencari-cari si sufi, tapi tidak dapat menemukannya. Ketika aku tertanya-tanya tentang dia, orang-orang mengatakan kepadaku, “Dia pergi dengan segera sambil berkata-kata, “Iradah, ‘asidah, iradah, ‘asidah.” Dia mengembara tanpa tujuan sampai masuk ke padang pasir sambil terus mengatakan kata-kata itu sampai dia meninggal.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq menyatakan, “Kehendak adalah keterpesonaan hati yang menyakitkan, sengatan dalam hati, hasrat yang membara dalam indera intuisi, keinginan yang menyala-nyala dalam batin, dan api yang membakar di dalam hati.”
Yusuf bin Al-Husain menuturkan, “Abu Sulaiman dan Ahmad bin Abi Al-Hawari mengadakan kesepakatan bahawa Ahmad akan mematuhi perintah Abu Sulaiman dalam semua hal. Pada suatu hari, dia menemui Abu Sulaiman ketika beliau sedang memberikan kuliah kepada siswa-siswanya. Ahmad melaporkan, “Tempat pembakaran roti telah menyala, apa perintahmu?” Abu Sulaiman tidak menjawab pertanyaannya. Ahmad mengulangi pertanyaannya sebanyak 3 kali, hingga akhirnya Abu Sulaiman berkata, seolah-olah jengkel kepadanya, “Masuk sahajalah engkau ke dalamnya!” Lalu sejenak dia lupa akan Ahmad. Ketika dia ingat, segera dia memerintahkan, “Lekas jemput Ahmad. Dia ada di dalam tempat pembakaran roti sebab dia telah bersumpah akan mematuhi setiap perintahku.”Maka orang-orang pun pergi mencari Ahmad, dan mereka menemukannya di dalam tempat pembakaran roti , tanpa sehelai rambut pun.”
Di antara tanda-anda seorang murid adalah bahawa dia senang melaksanakan solat sunat, tulus dalam mendoakan kebaikan bagi ummat, terpaut kepada situasi yang penuh ketenangan, sabar dan tabah dalam memenuhi ketentuan agama, memberikan sedekah dengan penuh kemurahan hati sesuai dengan perintah-Nya, memiliki rasa malu di hadapan-Nya, rajin mengerjakan apa yang disenangi-Nya, mengerjakan apa saja yang dapat membawa kepada-Nya, puas dengan tidak disebut-sebut namanya sendiri, dan dia selalu mengalami kegelisahan dalam hatinya sampai dia mencapai Tuhannya.
Abu Bakr Al-Warraq menyatakan, “Ada 3 hal yang menyeksa hati seorang murid: perkahwinan, menulis hadis, dan perjalanan.” Seseorang bertanya kepadanya, “Mengapa engkau berhenti menulis hadis?” Dia menjawab, “Kehendak [akan Allah] mencegahku untuk melanjutkan pekerjaan itu.”
Hatim Al-Ashamm mengajarkan, “Jika engkau datang kepada seorang murid yang menginginkan sesuatu selain murad [yang dikehendaki], yakinlah engkau bahawa dia telah menunjukkan kerendahan dirinya.” Al-Kattani mengatakan, “Aturan hidup yang layak bagi seorang murid mencakup hal-hal sebagai berikut: tidur hanya jika sangat mengantuk, makan hanya ketika sangat perlu, dan berbicara hanya jika terpaksa.” Al-Junaid mengatakan, “Jika Allah mengkehendaki kebaikan bagi seorang murid, Dia akan membawanya ke lingkungan para sufi, dan menjauhkannya dari kaum ulama kebanyakan.”
Ar-Raqqi menuturkan, aku mendengar Ad-Daqqaq mengatakan, “Pada tahap akhir kehendak, engkau melakukan gerakan menuju Allah SWT dan engkau menemukan Dia dengan gerakan itu.” Aku lalu bertanya, “Apakah yang mencakup seluruh persoalan tentang kehendak?” Dia menjawab, “Iaitu bahawa engkau menemukan Tuhan tanpa suatu gerakan.”
Abu Bakr Ad-Daqqaq menjelaskan, “Seorang murid tidak dapat disebut murid sampai malaikat di pundak kirinya menganggur selama dua puluh tahun.” Al-Wasiti berpendapat, “Tahap (maqam) pertama seorang murid adalah kehendak akan Allah SWT, yang dicapai dengan mencampakkan hawa nafsunya sendiri.
Seseorang bertanya kepada Al-Junaid, “Apakah baik bagi seorang murid untuk mendengarkan cerita-cerita saleh?” Dia menjawab, “Cerita-cerita saleh adalah salah satu tentera Allah, dan hati manusia dikuatkan olehnya.” Dia ditanya lagi, “Adakah dalil yang menyokong ucapanmu itu?” Dia menegaskan, “Ya, dalilnya adalah firman Allah SWT;
وْلَـٰٓٮِٕكَ لَمۡ يَكُونُواْ مُعۡجِزِينَ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَمَا كَانَ لَهُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِنۡ أَوۡلِيَآءَ‌ۘ يُضَـٰعَفُ لَهُمُ ٱلۡعَذَابُ‌ۚ مَا كَانُواْ يَسۡتَطِيعُونَ ٱلسَّمۡعَ وَمَا ڪَانُواْ يُبۡصِرُونَ 
Mereka itu tidak akan dapat melemahkan kekuasaan Allah daripada menimpakan mereka dengan azab di dunia dan tidak ada pula bagi mereka, yang lain dari Allah, sesiapapun yang dapat menolong melepaskan mereka dari seksaNya. Azab untuk mereka akan digandakan (kerana mereka sangat bencikan jalan agama Allah), sehingga mereka tidak tahan mendengarnya dan tidak pula suka melihat tanda-tanda kebenarannya. (Hud: 20)
Al-Junaid mengatakan, “Seorang murid yang tulus tidak memerlukan ilmu pengetahuan para ulama.”
Mengenai perbezaan antara murid (yang berkehendak) dengan murad (yang dikehendaki), dapat dikatakan bahawa setiap murid sesungguhnya adalah juga murad. Jika dia bukan murad [yang dikehendaki] Allah SWT, nescaya dia tidak akan menjadi murid, sebab tidak ada sesuatu pun yang dapat terjadi kecuali dengan kehendak Allah. Selanjutnya, setiap murad adalah juga murid, sebab jika Allah mengkehendakinya secara khusus, Dia akan menganugerahinya kerberhasilan dalam memilik kehendak [terhadap-Nya].
Menurut kaum sufi, murid adalah seorang pemula, sedangkan murad berada pada tingkatan yang paling tinggi. Murid dibimbing melakukan pekerjaan-pekerjaan yang menghabiskan tenaga dan diterjunkan ke dalam kancah kesulitan; bagi seorang murad, satu perintah dari Allah saja sudah mencukupi, tanpa menyebab kesulitan bagi dirinya. Murid dipaksa untuk bekerja keras, sedangkan murad dianugeahi kenyamanan dan kemudahan.
Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq menjelaskan, “Murid dijadikan menanggung, manakala murad ditanggung.” Beliau juga berpendapat, “Musa adalah seorang murid sebab dia berkata,
قَالَ رَبِّ ٱشۡرَحۡ لِى صَدۡرِى 
Nabi Musa berdoa dengan berkata: Wahai Tuhanku, lapangkanlah bagiku, dadaku; (Ta-Ha:25)
Baginda Rasulullah saw adalah seorang murad sebab Allah SWT berfirman mengenai beliau,
أَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَكَ صَدۡرَكَ

وَوَضَعۡنَا عَنكَ وِزۡرَكَ

ٱلَّذِىٓ أَنقَضَ ظَهۡرَكَ

وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ 
Bukankah Kami telah melapangkan bagimu: Dadamu (wahai Muhammad serta mengisinya dengan iman dan hidayat petunjuk)? (1) Dan Kami telah meringankan daripadamu: Bebanmu (menyiarkan Islam); (2) Yang memberati tanggunganmu, (dengan memberikan berbagai kemudahan dalam melaksanakannya)? (3) Dan Kami telah meninggikan bagimu: Sebutan namamu (dengan mengurniakan pangkat Nabi dan berbagai kemuliaan)? (Ash-Sharh:4)

Ketika Al-Junaid ditanya tentang murid dan murad, dia menjawab, “Murid dikendalikan oleh aturan-aturan ketetapan-ketetapan ilmu para ulama, sedangkan murad dikendalikan oleh pemeliharaan dan perlindungan Allah SWT. Murid berjalan; murad terbang. Bilakah manusia yang terikat dengan bumi dapat menyusul yang terbang?”

Tiada ulasan:

Catat Ulasan