Sabtu, Disember 1

Adab Ketika Sedikit Dunia Terbuka Bagi Mereka

Syeikh Abu Nashr as-Sarraj

Abu Ya’qub an-Nahrajuri berkata: Saya mendengar Abu Ya’qub as-Susi berkata: Ada seorang fakir datang kepada kami, saat itu kami sedang berada di ar-Rajan. Sementara itu, Sahl bin Abdullah juga berada di sana. Lalu si fakir tersebut berkata pada

kami, “Kalian adalah orang-orang yang biasa memberi bantuan. Saat ini kami sedang ditimpa bencana.” Maka Sahl bin Abdullah berkata, “Dalam daftar bencana telah tercatat sejak Anda memperlihatkan masalah ini. Lalu apa bencana itu?” la menjawab, “Dibukakan pada kami pintu dunia, dan aku gunakan hanya untuk diri sendiri tanpa peduli pada keluarga dekatku. Hingga saya kehilangan iman dan kondisi spiritual.” Sahl berkata kepada Abu Ya’qub, “Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini?” Abu Ya’qub menjawab, “Bencana dalam kondisi spiritualnya lebih berat dari pada bencana dalam imannya.” Lalu Sahl berkata, “Orang seperti Anda yang pantas mengatakan ini.”
Dikisahkan dari Khair an-Nassaj -rahimahullah -yang berkata: Aku pernah masuk di sebagian masjid. Ternyata di situ ada seorang fakir yang aku mengenalnya. Ketika melihatku la langsung merangkulku dan menangis sembari berkata, “Wahai syekh kasihanilah aku, karena cobaanku sangat berat!” Lalu aku bertanya, “Wahai fulan, apakah cobaan yang Anda maksudkan?” la tetap berkata, “Wahai syekh, kasihanilah aku, karena cobaanku sangat berat!” Aku pun mengulangi pertanyaan, “Wahai fulan, apakah cobaan yang Anda maksudkan itu?” la menjawab, “Aku telah kehilangan bencana, kemudian setelah itu dibarengi dengan kesehatan (afiat). Sementara engkau tahu, bahwa hal ini adalah cobaanan yang sangat berat.” Khair an-Nassaj berkata: Si fakir itu telah di bukakan sedikit kenikmatan dunia.
Abu Turab an-Nakhsyabi - rahimahullah - berkata, “Jika berbagai kenikmatan telah melimpah pada salah seorang di antara kalian maka hendaknya ia menangisi pada dirinya. Sebab la telah menempuh jalan yang tidak ditempuh orang-orang saleh.”

Saya mendengar al -Wajihi - rahimahullah - berkata: Bunan al-Hammal dibawakan uang sejumlah seribu dinar yang dituangkan di depannya. Kemudian Bunan berkata pada orang yang menuangkan uang tersebut, “Bawalah kembali dan ambillah uang itu. Demi Allah, andaikan di atas uang tidak ada tulisan nama Allah niscaya sudah aku kencingi. Kemilaunya telah banyak menipuku.”

Al Wajihi berkata: Suatu ketika Bunan al-Hammal diberi kenikmatan duniawi berupa uang empat ratus dinar. Saat itu ia sedang tidur. Mereka meletakkannya di atas kepalanya. Kemudian Bunan mimpi seakan-akan ada orang berkata, “Barang siapa mengambil dunia lebih dari kadar yang secukupnya maka Allah akan membutakan mata hatinya.” Kemudian la terbangun, dan hanya mengambil empat daniq, sementara sisanya ia tinggalkan.

Saya mendengar Ibnu `Ulwan -rahimahullah - berkata: Ada beberapa orang membawakan uang tiga ratus dinar untuk Abu al-husain an-Nuri. Mereka telah menjual barang-barangnya untuk mendapatkan uang tersebut. Setelah menerima uang itu an-Nuri duduk di atas jembatan Sarat sambil melemparkan dinar-dinar tersebut satu demi satu ke dalam air, dan berkata, “Wahai Tuanku, dengan dinar ini Engkau ingin menipuku jauh dari-Mu.”

Dikisahkan dari Ja’far al-Khuldi - rahimahullah - yang berkata: Ibnu Zairi, salah seorang sahabat al-Junaid telah dibukakan sedikit kenikmatan duniawi sehingga la terputus dengan kaum fakir. Suatu ketika la datang kepada kami, sementara di pakaiannya terdapat kantong berisikan dirham yang cukup banyak. Ketika melihat kami dari kejauhan ia, berkata, “Wahai sahabat-sahabat kami, jika kalian sangat bangga dengan kefakiran, sementara kami bangga dengan kekayaan lalu kapan kita bisa bertemu?” Akhirnya ia melemparkan seluruh uang di kantongnya kepada kami.
Abu Said al-A`rabi berkata: Ada seorang pemuda menemani Abu Abdillah Ahmad al-Qalanisi. Kemudian selama beberapa waktu la menghilang dari al-Qalanisi. la kembali dari pengembaraannya setelah terbukakan pintu dunia dan mendapatkan harta. Kemudian kami berkata kepada al-Qalanisi, “Apakah Anda mengizinkan kami untuk datang mengunjunginya?” la menjawab “Tidak, sebab la berteman dengan kita dalam kondisi fakir. Andaikan la tetap pada kondisi semula, seyogyanya kami akan pergi mengunjunginya. Tapi apabila la kembali dari pengembaraannya dalam kondisi seperti ini maka ia yang wajib mengunjungi kami”

Abu Abdillah al-Hushri - rahimahullah - mengisahkan bahwa Abu Hafsh al-Haddad - rahimahullah - tinggal di Ramalah. la membawa dua potong pakaian usang yang di tengah-tangahnya ada uang seribu dinar. la tinggal di sana selama dua, tiga atau empat hari, dimana la tidak mau makan dari uang tersebut. Uang tersebut la berikan pada para fakir sampai habis.

Al-Hushri - rahimahullah - berkata: Di saat-saat krisis pangan kami pernah keluar bersama asy-Syibli mencari sesuatu untuk anak-anaknya. Kemudian kami masuk ke rumah seseorang dan orang itu memberinya sejumlah dirham. Kemudiankami keluar dan di kantongku telah penuh dengan dirham. Setiap berjumpa orang-orang fakir kami berikan uang itu hingga hanya tersisa sedikit. Aku berkata kepada asy-Syibli, “Tuan, anak-anak di rumah sedang kelaparan!” la balik bertanya kepadaku, “Lalu apa yang mesti aku lakukan?” Setelah melalui perjalanan yang melelahkan, baru aku membeli sedikit makanan dengan sisa dirham tersebut dan kuberikan kepada anak-anaknya.

Dikisahkan dari Abu Ja’far ad-Darraj -rahimahullah- yang berkata: Suatu ketika guru aku keluar untuk bersuci. Sementara itu aku mengambil tempat yang la gunakan untuk menyimpan barang-barangnya dan kuperiksa. Ternyata kutemukan loggam perak kira-kira senilai empat dirham. Aku bingung dengan barang ini. Sementara itu dalam beberapa hari aku tidak makan apa-apa. Ketika la pulang aku berkata padanya, “Dalam tempat tuan menyimpan barang-barang, aku temukan logam perak. Sementara pada saat itu aku dalam kondisi kelaparan.” Lalu ia bertanya padaku, “Wah! Anda ambil barang itu? Tolong kembalikan!” kemudian setelah itu la berkata lagi padaku, “Silakan ambil uang itu, dan silakan Anda membelikannya sesuatu!” Kemudian aku bertanya, “Atas Nama Tuhan Yang engkau sembah, ada apakah dengan uang perak itu?” la menjawab, “Allah tidak pernah membe¬riku rezeki sedikit dari dunia, baik logam kuning maupun logam putih selain logam perak tersebut. Aku ingin berwasiat agar logam perak tersebut dikubur bersamaku saat aku mati. Sehingga ketika hari Kiamat tiba aku ingin mengembalikannya pada Allah swt. dan kukatakan, `Wahai Tuhanku, inilah sedikit dunia yang Engkau berikan padaku’.”

Wazir al-Mu’tadh pernah memberi uang kepada Abu al-Husain an-Nuri -rahimahullah- sehingga ia mau membagikannya kepada kaum Sufi. Kemudian an-Nuri menuangkan uang itu dalam sebuah rumah dan ia kumpulkan para Sufi di Baghdad. la berkata kepada mereka, “Siapa di antara kalian yang memerlukan sesuatu silakan masuk rumah ini dan ambil apa yang la inginkan.” Maka di antara mereka ada yang mengambil seratus dirham, ada yang mengambil lebih banyak, ada yang kurang dari seratus dan ada pula yang tidak mengambil apa-apa. Ketika dirham-dirham itu habis dan tidak tersisa sedikit pun maka an-Nuri berkata kepada mereka, “Jauhnya kalian dari Allah sesuai dengan kadar banyaknya kalian mengambil uang tersebut. Sedangkan dekatnya kalian dengan Allah sesuai dengan kadar kalian meninggalkan uang tersebut.”

www.sufinews.com

Nasehat Solihin mengenai Hati

"Hati dan jasad adalah seperti seorang tuna netra ( orang buta ) dan seorang lumpuh memasuki sebuah kebun. Si lumpuh berkata kepada sang tuna netra, "Aku bisa melihat buah-buahan yang ada di kebun ini tetapi tidak dapat memetiknya, karena aku lumpuh. Kau tidak dapat melihatnya, tetapi kau tidak lumpuh. Gendonglah aku." Sang tuna netra menggendong si lumpuh, dan memetik buah-buahan tersebut, kemudian mereka memakannya.
Ruh dan jasad bekerja sama untuk berbuat maksiat kepada Allah swt, maka keduanya layak mendapat siksa."
( Sayyidina Salman Al-Farisi )

 “Orang yang berhati hasud (dengki) tidak akan meraih kemuliaan dan orang yang suka dendam, akan mati merana. Sejelek-jeleknya saudara adalah yang selalu memperhatikan dirimu ketika kamu kaya dan ia menjauhi kamu, ketika kamu dalam keadaan melarat. Bersikap rela terhadap taqdir Allah swt yang tidak menyenangkan adalah merupakan martabat yang tinggi.” ( Sayyidina Ali Zainal Abidin Ra )

“Jika telah ada akar yang tertanam dalam kalbu, maka lidah akan berperan sebagai pemberi kabar cabangnya.”
( Imam Syafi’i )

"Doa' kalian tidak terkabul karena hati kalian telah mati, dan penyebab matinya hati kalian adalah sepuluh Hal : 1. Kalian mengenal Allah swt, tetapi tidak memenuhi hak-haknya.
2. Kalian mengaku cinta kepada Rasulullah saw, tetapi tidak mengikuti sunah-sunahnya.
3. Kalian membaca Al-Qur'an , tetapi tidak mengamalkan isinya.
4. Kalian menikmati berbagai karunia Allah swt, tetapi tidak bersyukur kepadanya.
5. Kalian nyatakan setan sebagai musuh, tetapi tidak menentangnya.
6. Kalian nyatakan surga itu benar-benar ada, tetapi tidak beramal untuk memperolehnya.
7. Kalian nyatakan neraka itu ada, tetapi tidak berusaha untuk menghindarinya.
8. Kalian nyatakan kematian itu pasti datang, tetapi tidak bersiap-siap untuk menyambutnya.
9. Sejak bangun tidur kalian sibuk meneliti dan memperbincangkan aib ( keburukan ) orang lain dan melupakan aib ( keburukan ) kalian sendiri.
10. Kalian kuburkan mereka yang meninggal di antara kalian, tetapi tidak pernah memetik pelajaran darinya.
( Syekh Ibrahim bin Adham )

“Sedikit amal dari hati menyamai amal seluruh manusia dan jin.”
( Sayyidina Syekh Abu Bakar bin Salim Ra )

“Hendaknya kalian senantiasa menghadirkan hati kalian kepada Allah SWT dan hendaknya kalian bertawakal kepadanya sepenuh hati, sebab Allah SWT mengetahui di manapun kalian berada.”
( Imam Qutbil Anfas Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas )

"Orang yang menggunakan masa sehatnya untuk bermaksiat kepada Allah swt adalah seperti seorang anak yang mendapat warisan dari ayahnya sebesar seribu dinar, kemudian ia gunakan semua uang itu untuk membeli ular dan kalajengking yang sangat berbisa yang kemudian mengelilingi dan menggigitnya. Bukankah ular dan kalajengking tersebut akan membunuhnya?
Kamu gunakan masa sehatmu untuk bermaksiat kepada Allah swt, maka nilaimu adalah seperti burung pemakan bangkai yang terbang berkeliling mencari bangkai, dimana pun ia dapatkan, maka ia segera mendarat.
Jadilah seperti tawon, kecil tetapi memiliki cita-cita yang mulia. Ia hisap wewangian dan ia produksi madu yang enak.
Engkau sudah terlalu lama bergelimang kemaksiatan, kini terjunlah ke dalam hal-hal yang dicintai Allah 'Azza wa Jalla.
Telah kujelaskan hakikat permasahan ini kepadamu, tetapi orang yang lalai tidak akan sadar meskipun memperoleh berbagai rencana. Sebab wanita yang kurang waras akalnya ketika putranya mati, ia justru tertawa. Begitu pula dirimu, engkau tinggalkan shalat malam, puasa sunah dan berbagai amal shaleh lain yang dapat kau kerjakan dengan seluruh anggota tubuhmu, tetapi tidak sedikitpun engkau merasa sakit. Kelalaian telah membunuh hatimu. Orang hidup akan merasa sakit ketika tertusuk jarum, akan tetapi, sesosok mayat tidak akan merasa sakit meskipun tubuhnya di potong-potong dengan sebilah pedang. Saat ini hatimu sedang mati, karena itu duduklah di majelis yang penuh hikmah,sebab, di dalamnya terdapat hembusan karunia dari surga. Hembusan karunia itu dapat kamu temukan di rumahmu, di perjalananmu. Jangan tinggalkan majelis hikmah ( majelis ilmu ), andaikata dirimu masih melakukan banyak maksiat, jangan berkata : Apa manfaatnya aku datang ke majelis ilmu, sedangkan aku senantiasa bermaksiat dan tidak mampu meninggalkannya.
Akan tetapi, lepaskan busur panahmu selalu, jika hari ini tidak tepat sasaran, bisa jadi besok tepat sasaran."
( Ibnu 'Atha illah Askandari )

"Jika ingin membersihkan air maka akan kau singkirkan segala hal yang dapat mengotorinya. Anggota tubuhmu ini seperti selokan-selokan yang bermuara ke hati. Karena itu jangan kau alirkan kotoran ke dalam hatimu, seperti pergunjingan, pengadu dombaan, ucapan yang buruk, pandangan yang haram dan lain sebagainya. Hati akan bercahaya dengan memakan makanan halal, berdzikir, membaca Al-Qur'an dan menjaga mata dari pandangan yang tidak mendatangkan pahala, pandangan yang kurang disukai agama dan pandangan yang haram. Jangan biarkan matamu memandang sesuatu, kecuali jika pandangan itu menambah ilmu dan hikmahmu."
( Ibnu 'Atha illah Askandari )

“Jika seorang hamba memedulikan penyakit hati seperti penyakit badan, niscaya mereka akan mendapatkan tabib di hadapan mereka. Tetapi, sedikit sekali yang membahas masalah ini, karena mereka telah dikuasai nafsu dan akal.”
( Imam Qutb Al-Arif billah Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi )

“Hati yang bersih siap menerima karunia-karunia Allah swt. Sedang hati yang kotor tidak dapat menampung karunia Allah swt.”
( Imam Qutb Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas )

“Hati manusia seperti Baitul Ma’mur. Setiap hari ada 70.000 malaikat yang thawaf mengelilinginya hingga hari kiamat. Dalam 24 jam hati 70.000 bisikan dan setiap bisikan dipegang oleh seorang malaikat.”
( Imam Qutb Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas )

"Ketahuilah bahwa Allah swt akan memberikan kepada hambanya segala apa yang dipanjatkan sesuai dengan niatnya. Menurut saya Allah swt niscaya akan mendatangkan segala nikmat-Nya di muka dunia, dengan cara terlebih dahulu Dia titipkan di dalam hati hamba-Nya yang berhati bersih. Untuk itu kemudian dibagi-bagikan kepada hamba-Nya yang lain. Amal seorang hamba tidak akan naik dan diterima Allah swt kecuali dari hati yang bersih. Ketahuilah wahai saudaraku, seorang hamba belum dikatakan sebagai hamba Allah swt yang sejati jika belum membersihkan hatinya!“
( Imam Qutb Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf )

"Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, hati yang ada di dalam ini ( sambil menunjuk ke dada beliau ) seperti rumah, jika dihuni oleh orang yang pandai merawatnya dengan baik, maka akan nampak nyaman dan hidup; namun jika tidak dihuni atau dihuni oleh orang yang tidak dapat merawatnya, maka rumah itu akan rusak dan tak terawat. Dzikir dan ketaatan kepada Allah swt merupakan penghuni hati, sedangkan kelalaian dan maksiat adalah perusak hati.“
( Imam Qutb Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf ) 

Lima Jenis Kegilaan

Oleh: Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen

Terdapat berbagai jenis kegilaan di dunia ini. Kita akan membahas lima jenis kegilaan yang paling umum.

* Gila yang berasal dari akal pikiran
* Gila akan wanita,
* Gila akan uang,
* Gila akan mabuk-mabukan,
* Gila akan kebijaksanaan.

Pada sebuah persimpangan jalan di dekat taman, berdiri sebuah pohon yang teduh. Lima orang dengan lima jenis kegilaan duduk bersama di bawah pohon tersebut. Mereka berbicara dengan diri mereka sendiri. Bagi orang yang berlalu-lalang, lima orang ini terlihat sama, tetapi terdapat alasan yang berbeda atas kegilaan mereka.

Manusia yang sakit jiwa mengambil semua serpihan kertas dan lembaran daun kering yang ada di tanah dan meletakkannya di sekitar tangannya sembari mengoceh, “Kau pergi ke sini, kau pergi ke sana.”

Dia yang terobsesi oleh wanita mengambil semua serpihan kertas dan mengira bahwa kertas itu adalah surat cinta. Dia berkomat-kamit, “Kekasihku menulis ini, kekasihku menulis itu. Kekasihku berkata, ‘Aku akan datang kepadamu!’”

Dia yang terobsesi oleh uang mengambil semua serpihan kertas, melihatnya, membolak-baliknya, dan mengomel kepada dirinya sendiri, “Bank ini, bank itu. Rekening ini, rekening itu. Simpananku.”

Dia yang gila karena mabuk berdiri dan berjalan sempoyongan di jalan, menabrak orang lain dan benda-benda yang ada di sekitarnya. Akhirnya, dia terjatuh tak sadarkan diri di jalan, dan maling merampok pakaiannya. Ketika dia sadar kembali dia begitu malu, sehingga dia kembali ke rumah, bertengkar dengan istrinya, dan menyalahkan keluarganya atas kesalahannya.

Tetapi dia yang terobsesi oleh kebijaksanaan mengambil sebuah daun kering yang telah mati dan tersenyum dengan sedih. “Sungguh indah ketika engkau masih bersatu dengan batangmu. Pada awalnya engkau adalah sebuah daun indah yang berwarna hijau yang menyejukkan orang lain. Kemudian engkau berubah menjadi kuning, dan saat ini warnamu menjadi sama dengan tanah. Engkau adalah daun kering yang akan kembali ke tanah sebagai pupuk. Setiap orang dan segala sesuatu akan mendapatkan takdir yang sama. Setiap orang dan segala sesuatu menjadi makanan bagi tanah.” Dia tertawa dan menangis, tetapi bukan dari dalam dirinya.

Manusia yang terobsesi dengan kebijaksanaan tertawa karena penjelasannya sendiri. Dia berkata, “Sungguh inilah kehidupan! Oh Tuhan, aku mencari-Mu dan menjadi gila. Engkaulah satu-satunya dokter yang dapat menyembuhkan kegilaanku. Jika Engkau tidak datang, aku akan mati seperti daun ini. Engkaulah Tuhan yang menciptakan, melindungi, dan merawatku. Engkaulah Tuhan yang memahami dan mengerti akan diriku. Berikanlah aku obat rahmat, cinta dan kebijaksanaan-Mu dan penuhilah kebutuhan-kebutuhanku. Aku adalah budak-Mu di dunia ini.” Hatinya terbuka, dan dia berserah diri kepada Tuhan.

Empat orang lainnya tidak menyadari hal ini. Mereka berbicara akan apa yang ada di dalam diri mereka. Tetapi bagi dunia, kelima orang ini terlihat gila.

Anakku, pahamilah keadaan ini. Jangan mengikuti apa yang dunia lakukan. Jika engkau melihat seseorang yang benar-benar mengerti akan dirinya, kehilangan dirinya dalam meraih kebijaksanaan, dan mati dalam Tuhan, engkau sebaiknya menghormatinya dan belajar kebijaksanaan dan kata-kata baik darinya. Hal itu akan menjadikan engkau mulia.

Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen

*********

Edisi Inggris “Five Common Types of Insanity” Oleh M. R. Bawa Muhaiyaddeen. Diterjemahkan oleh Dimas Tandayu.

Ahad, November 25

Risalatul Murid 11 - 13


FASAL {11}

Ketahuilah bahawa permulaan perjalanan itu adalah kesabaran dan akhirnya kesyukuran, mulanya kepenatan akhirnya keselesaan, mulanya kepayahan akhirnya pembukaan dan sampai ke medan yang diharapkan. Itulah makam pengenalan, di mana tercapainya hamba kepada makrifat serta terhibur dengannya. Sehinggalah bersimpuh di hadapan pintu Sang Pencipta yang Mulia bersama para Malaikat.

Barangsia
pa mengasaskan dirinya di setiap urusan dengan kesabaran maka ia akan mencapai kemuliaan dan dapat memilih segala yang dicita-citakan.

Barang diketahui sesungguhnya nafsu itu bermula dengan nafsu Ammarah (nafsu yang mengajak kepada keburukan). Tugasnya menyeru manusia berbuat jahat dan melarang berbuat baik. Sekiranya manusia berusaha (mujahadah) dan sabar dalam menentangnya maka nafsu akan bertukar kepada Lawwamah yang mencela. Sekiranya manusia berusaha (mujahadah) dan sabar dalam menentangnya maka nafsu akan bertukar kepada Mutma'innah yang tenang. Ia boleh berubah di antara dua keadaan. Jika ia berjaya nescaya ia akan berupaya menuju kepada ALLAH. Ketika itu ia akan memandunya ke sisi ALLAH - mendorong diri berbuat kebaikan dan kelazatannya; menjauhi dari melakukan kejahatan serta membencinya dan menjadi orang yang memiliki jiwa yang tenang.

Perkara yang menjadi kehairanan terhadap manusia ialah apabila mereka mencanggahi sebarang ketentuan dan ketaatan sedangkan di dalamnya ada kesenangan, ketenteraman dan aman. Demikian juga orang yang suka melakukan maksiat dan dosa, sedangkan keadaan di dalam maksiat itu keluh kesah, keasingan, pembohongan. Mereka menyangka melakukan sesuatu yang benar dalam kedua-dua perkara, seperti yang dirasai oleh jiwa yang tenang.

Kemudian dia kembali menyemak dirinya. Mengingati apa yang pernah dia rasai ketika mengikut dorongan syahwat dan kelazatannya. Dibandingkan pula dengan amalan ketaatan dan kejerihannya. Maka dia dapati tidak akan sampai kepada tahap ini, kecuali dengan mujahadah yang lama di samping mendapat inayah daripada ALLAH.

Maka perlu diketahui kesabaran dalam menghadapi maksiat dan syahwat serta sentiasa melakukan ketaatan, satu-satunya jalan kejayaan yang akan membawa kepada makam yang mulia serta murni. Sebagaimana yang ALLAH telah nyatakan dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Ertinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan jadilah orang-orang yang sabar, berhubunglah dan bertaqwalah kepada ALLAH moga-moga kamu berjaya." [Ali Imran: 200]

Firman-Nya lagi:

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَىٰ عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا ۖ

Ertinya: "Sempurnalah kalimah ALLAH yang Mulia terhadap kaum Bani Israel di atas kesabaran mereka." [ Al-A'af: 137]

Firman-Nya lagi:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Ertinya: "Kami juga telah jadikan mereka pemimpin membawa hidayah dalam urusan Kami kerana kesabaran dan keyakinan mereka dengan ayat-ayat Kami."
[As-Sajdah: 24]

Di dalam Hadith Qudsi disebutkan, mafhumnya:

" Yang paling sedikit apa yang Aku telah berikan kepada kamu ialah keyakinan dan keazaman sabar. Barangsiapa yang telah diberikan bahagiannya, maka janganlah dihiraukan barang yang luput dari bangun malam (Qiamul-laiL) dan puasa siang hari."
FASAL {12}

Barangsiap diuji dengan kesusahan dan kemiskinan seharusnya bersyukur kepada ALLAH dan merasakan ia adalah sebesar-besar ni'mat, kerana dunia itu adalah musuh orang-orang yang bertaqwa. Syukurlah kepada ALLAH kerana menyerupai sifat para nabi-nabi, wali-wali dan orang-orang yang salih.

Junjungan mulia, semulia-mulia hamba ALLAH di bumi ini Saiyyidina Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam pernah mengikat perutnya dengan batu disebabkan lapar. Pernah juga sehingga lebih dua bulan dapur rumah Baginda s.a.w tidak pernah menyala apinya kerana tiada apa-apa yang hendak dimasak. Sekadar mengalas perut dengan air dan tamar. Ketika dikunjungi oleh tetamu, Rasulullah s.a.w mencari apa-apa yang boleh dijamu di rumah-rumah isteri Baginda s.a.w. Namun malangnya sedikit pun tidak didapati. Di hari kewafatan Baginda s.a.w, perisai Baginda s.a.w masih tergadai pada seorang Yahudi untuk mendapat beberapa cupak gandum. Sehinggalah tida seorang pun di rumah Baginda s.a.w dapat makan dengan gandum yang hanya sedikit.

Binalah niat dan kemahuan dalam perjalanan ini dengan bersih. Jadikan diri sekadar dan seadanya, dengan sehelai kain untuk menutup aurat. Sedikit makanan yang dapat menghilangkan rasa lapar. Hati-hatilah daripada racun yang boleh membunuh, iaitu telalu seronok dan gembira dengan ni'mat dunia. Ketahuilah setiap bentuk ni'mat yang diperolehi akan dipesoal. Sekiranya hamba itu mengetahui betapa kejerihan yang dialami, kesusahan yang dihadapi dan kebimbangan yang dikecapi oleh pencari dunia niscaya ia akan dapati dari pencariannya lebih dahsyat dari apa yang diperolehi.

Memadailah orang yang mengejar dunia mendapat celaan dari ALLAH seperti yang tertera dalam firman-nya:

وَلَوْلَا أَن يَكُونَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً لَّجَعَلْنَا لِمَن يَكْفُرُ بِالرَّحْمَٰنِ لِبُيُوتِهِمْ سُقُفًا مِّن فِضَّةٍ وَمَعَارِجَ عَلَيْهَا يَظْهَرُونَ. وَلِبُيُوتِهِمْ أَبْوَابًا وَسُرُرًا عَلَيْهَا يَتَّكِئُونَ. وَزُخْرُفًا ۚ وَإِن كُلُّ ذَٰلِكَ لَمَّا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَالْآخِرَةُ عِندَ رَبِّكَ لِلْمُتَّقِينَ

Ertinya: "Kalaulah tidak kerana manusia ini ummah yang satu niscaya Aku kurniakan kepada orang-orang kafir itu istana yang beratapkan perak, bumbung-bumbungnya yang besar megah, rumah yang banyak biliknya, katil-katil yang terukir indah tempat mereka berehat dan itulah keseronokan dunia. Sebenarnya habuan (istimewa) di akhirat hanya untuk orang-orang yang bertaqwa."
[Az-Zukhruf: 33-35]

Sabda Rasulullah s.a.w, Ertinya: "Dunia itu penjara bagi orang mukmin, Syurga bagi orang kafir. Kalaulah berat dunia itu setimbang kepaknya lalat di sisi ALLAH, niscaya tidak akan dapat minum orang kafir walau seteguk air." Sesungguhnya ALLAH SWT tidak pernah memandangnya semenjak ia (dunia) dicipta.

Ketahuilah bahawa rezeki itu ada yang telah ditetapkan dan ada yang telah dicatukan. Ada hamba dimurahkan rezeki seluas-luasnya. Ada juga sebaliknya.  Itulah hikmah ALLAH. Andainya rezeki yang telah ditentukan itu sempit sebaiknya bersabar, redha dan bersikap sederhana atas apa yang telah dikurniakan. Andai pula rezeki yang dikurniakan itu agak luas dan mewah. Gunakanlah rezeki itu dengan sempurna dan secukupnya. Lebihannya hendaklah dibelanjakan ke arah kebaikan.

Apabila seseorang ingin menuju kepada ALLAH, bukanlah seorang itu dimestikan atau terpaksa meninggalkan hartanya. Tidak perlu ia meninggalkan profesionnya, perniagaannya dan minatnya. Bahkan apa yang menjadi kepastian wajiblah sentiasa dalam taqwa di setiap gerak gerinya. Tidak meninggalkan kewajipan dan amalan-amalan sunnah. Tidak juga melakukan kemungkaran dan perkara-pekara sia-sia.

Ilmu, hati dan agama seseorang tidak akan menjadi sempuna kecuali menjadikan dunia di belakangnya. Harta kemewahan atau sebarang sebab-sebab duniawi tidak dijadikan matlamat. Seandainya para ahli suluk memiliki keluarga, wajib baginya bertanggungjawab terhadap makan minum dan pakaian mereka. Kecuali orang-orang yang tidak berupaya.

Tiada siapa yang mampu untuk mempertahankan dirinya untuk kekal dalam ketaatan, meninggalkan segala macam maksiat dan meninggalkan dunia. Selain setiap individu itu hendaklah menyedari yang semuanya akan pergi ke alam yang kekal. Maka bersedialah untuk mati, kerana pemergian itu boleh berlaku pada bila-bila masa.

Tidak boleh kita panjangkan harapan. Inilah yang akan menjadi punca cintakan dunia, sehingga jadi malas dan senang melakukan maksiat.

FASAL {13}

Banyak perkara-perkara buruk yang menimpa ahli suluk, seperti pengkhianatan, pemulauan dan penghinaan. Walau apa pun, mereka perlulah sentiasa bersabar, tidak menyimpan dendam dan sentiasa bersih hati dari rasa dengki serta menyembunyikan rasa marah.

Jangan pula senang mendoakan orang-orang yang berlaku jahat dengan kejahatan. Tidak boleh juga mengharapkan kecelakaan menimpa mereka. Setelah bersabar, sebaiknya memaafkan segala kejahatannya. Doakan kebaikan untuknya. Demikianlah akhlak orang-orang yang Siddiqin.

Anggaplah segala perilaku orang lain sebagai satu ni'mat dari ALLAH. Tidak mustahil jika mereka sentiasa bersama-sama dengan para ahli suluk akan menyebabkan orang-orang menjadi sibuk. Seandainya berlaku pemujian dan mengagungkan seseorang maka ketika itu hati-hatilah dengan fitnah itu. Bersyukurlah kepada ALLAH atas segala-galanya.

Seandainya para ahli suluk merasa bimbang terhadap amalannya itu menjadi lakonan semata-mata, sebaiknya pada ketika itu ia menjauhkan diri (seketika) dari orang ramai yang mengenalinya ke tempat yang belum ada mengenalinya.

Pastikan diri sentiasa tersembunyi dari rasa megah. Jauhilah rasa ingin menjadi terkenal dan sebutan orang lain. Itulah sebenar-benar fitnah dan ujian. Para salaf berkata; "Demi ALLAH tidak menjadi ahli Siddiq kecuali hamba itu langsung tidak merasa apa-apa dengan kedudukannya."

"Orang yang dirinya paling senang menjadi terkenal di sisi manusia maka hilanglah agamanya."





Risalatul Murid 8 - 10


FASAL {8}

Hindarilah diri setiap ahli suluk dari meninggalkan ibadah Jum'at dan berjemaah. Perbuatan ini hanyalah perilaku orang-orang yang menganggur dan bodoh.

Peliharalah juga amalan-amalan sunnah Qabliah dan Ba'diah (sembahyang sunat
sebelum dan selepas). Lazimkan diri dengan solat Witir dan Dhuha. Mestikanlah menghidupkan antara Maghrib dan Isya'.

Imarahkan juga waktu selepas Subuh sehingga terbit matahari, waktu selepas Asar hingga Maghrib. Peliharalah kedua-dua waktu yang amat suci ini. ALLAH melimpahkan padanya dengan bermacam bentuk kurniaan kepada hamba yang mengimarahkan dan memperbanyakkan ibadah.

Menghidupkan waktu Subuh merupakan waktu yang boleh menarik segala himpunan rezeki jasmani. Selepas asar pula mampu menghimpunkan anugerah kerohaniaan.

Demikianlah apa yang telah dilakukan secara mujarrab oleh orang-orang yang Arifin. Di dalam aL-Hadith:

Ertinya: "Sesungguhnya orang yang duduk di tempat sembahyangnya mengingati ALLAH selepas subuhnya akan mempercepatkan mndapatkan rezeki berbanding orang yang musafir di segenap ufuk."
FASAL {9}

Perkara yang tidak kurang penting dalam jalan menuju kepada ALLAH selain menunaikan segala perintah dan meninggalkan segala larangan, ialah berzikir pada setiap masa dan tempat dengan hati dan lidah.

Zikir ini mestilah terhimpun padanya segala macam faedah zahir dan batin. Tiada lainnya iaitu kalimah "LAA ILAAHA ILLALLAH". Zikir ini yang menjadi permulaan pejalanannya. Dan zikir bagi a
hli yang sudah sampai ke kemuncak kebahagiaan.

Barangsiapa yang melakukannya nescaya pasti dia akan mengecapi rahsia perjalanannya dan terpancarlah sinaran hakikatnya.

Hendaklah sentiasa duduk iktikaf, berzikir pada ALLAH dengan jiwa yang hadir, adab yang sempurna, semangat yang membara dan dorongan yang kuat. Tidak akan terhimpun erti-erti dari makna ini pada setiap individu sehingga terbuka baginya rahsia di alam malakut yang indah. Akan terbuka baginya rohnya hakikat alam yang suci. Ia akan menyaksikan dengan mata hatinya keindahan dan kesucian yang Maha Agung.

Para ahli suluk juga mestilah banyak bertafakkur.

Tafakkur ini pula di atas tiga bahagian:

[1] Tafakkur tentang keajaiban kuasa dan keindahan Sang Penguasa yang Maha Agung sama ada di langit mahu pun di bumi.

[2] Tafakkur di atas ni'mat ALLAH yang tidak terhitung. Pengaruh yang terdapat di alam ni'mat itu sendiri, serta kecintaan kepada ALLAH.

[3] Tafakku dalam soal kehidupan dunia dan akhirat serta keadaan makhluk yang ada, sehinggalah terbina jiwa yang tidak tunduk kepada dunia bahkan sentiasa mencari kebahagiaan akhirat.

Hal ini telah kami perjelaskan secara teliti di dalam kitab "Risalah Al-Mu'awwanah". Bolehlah membacanya bagi sesiapa yang berminat.

FASAL {10}

Seandainya diri anda terasa malas dalam menunaikan ketaatan dan merasa berat untuk melaksanakan kebaikan, pulihkanlah dengan pengharapan yakni "al-Raja' ". Sentiasa mengingati ALLAH dan janji-Nya kepada orang-orang yang ta'at iaitu kejayaan yang agung, ni'mat yang kekal, kemenangan, keredhaan, kekal di dalam Syuga, ketinggian, kedudukan di sisi ALLAH dan hamba-Nya.

Seandainya pula dir
i anda disentuh oleh perilaku yang bercanggah dengan syara' dan cenderung kepada keburukan, maka dindingilah dengan benteng takut yakni "al-Khauf". Ia mampu menyedarkan dan memandu kita. Ingatlah amaran ALLAH tentangnya iaitu kehinaan, balasan buruk, kemurkaan, ketinggalan, pengharaman, kegersangan dan kerugian yang amat nyata.

Janganlah sampai tepengaruh dengan sebarang bicara kosong orang-orang yang mempermudahkan urusan Syurga dan Neraka.

Agungkanlah apa-apa yang yang telah dimuliakan ALLAH dan Rasul. Berbuatlah amal kerana ALLAH, Tuhan sekalian makhluk. Mohonlah Syurga-Nya dan minta dijauhkan dari Neraka-Nya dengan rahmat dan kurniaan-Nya.

Jika syaitan berkata: "Bahawa ALLAH itu Maha Kaya, Ia tidak perlu kepada amalan hamba yang tidak akan memberi sebarang manfaat atau mudharat kepada ALLAH, demikian juga dengan maksiat." Cukup dijawab kepada bicara itu "Benar kamu, tetapi aku adalah hamba yang sangat berhajat kepada kelebihan ALLAH dan amalan saleh. Berhajat kepada ketaatan yang memberi manfaat kepada hamba-Nya. Kami amat takut perkara maksiat yang akan memudharatkan kami." Hal ini telah disebut oleh ALLAH dalam Hadith Qudsi-Nya:

"Seandainya dibisikkan oleh syaitan kepada hamba, sedangkan hamba itu telah ditentukan sebagai orang-orang yang berbahagia, nescaya tanpa syak lagi ia akan menjadi ahli Syurga, walaupun hamba itu ahli yang taat atau maksiat. Seandainya hamba itu telah ditentukan sebagai orang yang durjana, maka sudah pasti ia akan menjadi penghuni Neraka, walaupun hamba itu seorang ahli ibadat yang taat."

Janganlah sesekali mendengar bicara itu. Urusan ini adalah ketentuan ALLAH semenjak azali. Tiada sesiapa yang mengetahui perkara ghaib kecuali ALLAH. Urusan ini juga tiada sesiapa pun yang boleh mencampurinya.

Ketaatan adalah perkara yang telah diputuskan dalam janji ALLAH dengan kebahagiaan. Tiada sebarang pendinding di antara orang-orang yang taat dan Syurga ALLAH, sekadar kematian dalam keluhuran.

Kemaksiatan telah diputuskan dalam janji-Nya dengan kecelakaan. Tiada sebarang pendinding di antara oang-orang yang maksiat dengan Neraka ALLAH sekada kematian dalam kemaksiatan.


Risalatul Murid 4 - 7


FASAL {4}
Penjagaan anggota tubuh adalah juga asas yang penting dari melakukan maksiat dan dosa. Ia tidak digunakan selain untuk kepentingan akhirat.

Lidah adalah anggota yang perlu dijaga bersungguh-sungguh. Walaupun ia kecil, tetapi akibat penyalahgunaannya amat dahsyat. Peliharalah ia agar jangan sampai berbohong, mengumpat dan bercakap perkara-perkara yang terlarang.

Janganlah berbicara kotor dan berbincang dalam perkara-perkara yang tiada berfaedah walaupun bukan perkara haram. Hal-hal ini akan menyebabkan hati menjadi keras. Tambahan pula ia boleh membazir masa.

Perkara yang sepatutnya menjadi pertuturan seorang ahli suluk adalah membaca aL-Quran, zikir dan memberi nasihat sesama Muslim, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Seandainya perlu berbicara sedikit tentang urusan dunia, pastikanlah ia juga menjurus kepada kepentingan akhirat. RasuluLlah sallallahu 'alaihi wasallam pernah mengingatkan kita dengan sabdanya:

Ertinya" "Semua bicara anak Adam adalah menjadi tanggungan (bebanan) ke atasnya dan bukan faedah baginya, kecuali zikir kepada ALLAH, menyeru kepada kebaikan mencegah kemungkaran."

Mata dan telinga adalah dua anggota menjadi pintu yang terdedah ke lubuk hati. Semua yang telah masuk melaluinya akan terus menetap di dalamnya. Berapa ramai orang yang telah melihat dan mendengar perkara yang tidak sewajarnya sehingga menetap di hati dan sulit untuk mengikisnya. Hati itu amat mudah dipengaruhi oleh sesuatu yang dialami. Setiap manusia sewajarnyalah bersungguh-sungguh memelihara mata dan telinganya. Sedaya mungkin meninggalkan sebarang dosa dan perkara yang tidak berfaedah.

Jagalah pandangan kepada dunia dan perhiasannya. Zahirnya dunia itu adalah fitnah dan di dalamannya amat penuh dengan pengajaran. Pelajari bagaimana mata itu mampu memandang dunia zahirnya sebagai fitnah dengan hatinya sebagai pengajaran.

Berapa ramai para ahli suluk yang memandang dunia dengan pengamatan sehingga mencintai, berusaha gigih untuk memiliki dan mengumpulnya.

Sehubungan itu, perlulah para ahli suluk sentiasa menundukkan pandangan kepada alam semesta. Jangan diendahkannya kecuali dengan tujuan mendapatkan pengajaran. Maksudnya memikirkan sesuatu yang kita pandang itu akan musnah. Ia juga bermula dengan tiada. Ingat berapa ramai orang yang telah melintasi dunia ini akhirnya dunia ini akan ditinggalkan begitu sahaja, sekadar menjadi warisan orang yang terkemudian darinya.

Pandanglah dunia dan perhiasannya dengan penuh erti. Kekaguman yang lahir dari pandangan itu kita dapat merasakan betapa hebat Sang Pencipta yang Maha Bijaksana, sehinggalah semua hati yang bersinar boleh mendengar dari ciptaan alam membicarakan dengan keadaannya betapa tiada Tuhan selain dari ALLAH yang Maha Lembut dan Bijaksana.
FASAL {5}

Ahli suluk mestilah sentiasa dalam keadaan bersih dan memiliki air sembahyang. Jika batal air sembahyang segeralah memperbaharuinya dan sembahyanglah dua rakaat sunat wudhu'. Seandainya berkeluaga dan mendatangi isteri, segeralah membersihkan diri dari junub. Pastikan tidak kekal diri dalam kotor. Bantulah perjalanan itu dalam keadaan bersih. Kurangkan makan, ia juga dapat membantu untu
k berjaga malam.

Sebaik-baiknya tidak makan kecuali terlalu lapar dan tidak tidur kecuali terlalu mengantuk. tidak berbicara kecuali diperlukan. Tidak bercampur dengan sesiapa kecuali pergaulan itu memberi faedah.

Orang yang banyak makan akan rosaklah jiwanya, dan berat pula anggotanya untuk beribadah. Sebaliknya ia akan hanya banyak tidur dan bicara. Seorang ahli suluk yang banyak tidur dan bicara kemahuannya adalah sekadar igauan dan angan-angan belaka.

Sabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam:

Ertinya: "Sekiranya manusia itu membuat perutnya sentiasa penuh dengan makanan nescaya menjadi rosak dirinya. Memadailah bagi mereka dengan beberapa suap makanan untuknya. Setidak-tidaknya jadikanlah 1/3 bagi perutnya untuk makanan, 1/3 untuk minuman dan 1/3 untuk penafasan.

FASAL {6}

Bagi setiap ahli suluk wajib menjauhkan diri dari maksiat dan perkara-perkara yang dilarang. Mereka juga wajiblah menjaga amalan-amalan fardhu dan segala perintah. Sentiasa mengambil berat soal amalan yang menghampirkan diri kepada ALLAH. Perbanyakkan melakukan amalan baik. Mereka tidak mempunyai sebarang beza dengan orang lain kecuali dalam sudut besegera melaksanakan ketaatan kepada A
LLAH. Menjauhi dari segala bentuk kelalaian dalam pengabdian.

Mereka perlu sensitif terhadap jiwanya. Sangat menghargai waktunya. Pastikan tidak berlalu walau sesaat pun kecuali kepada amalan yang mendekatkan dirinya kepada ALLAH.

Memperbanyakkan membaca aL-Quran di samping mendalami maknanya dan keindahan lafaznya. Menjiwai sepenuhnya keagungan Sang Pembicara yang Maha Agung. Jangan sesekali membaca seperti orang-orang yang lalai. Dilafazkan dengan suara yang indah, lidah yang fasih, bacaan yang merdu, malangnya hatinya kosong dari perasaan khusyu' dan mengagungkan ALLAH. Baca sebagaimana aL-Quran itu diturunkan. Bermula dari Fatihah hingga ke akhirnya. Seandainya ia mengetahuinya nescaya mereka akan beramal dengannya. Ilmu adalah apa yang boleh dimanfaatkan.

Orang berilmu dan tidak beramal maka tidak ada beza dengan si jahil. Kecuali akan menjadi hujjah ALLAH ke atas mereka. Sekiranya demikian, maka menjadi si jahil lebih baik darinya. Dikatakan, "Setiap ilmu yang diberi tidak dimanfaatkan maka si jahil adalah lebih baik dari kamu."

Mestilah dari setiap ahli suluk mengambil perhatian terhadap solat Tahajjud. Waktu malam adalah waktu sunyi dan sesuai untuk hamba berkhalwat dengan Penciptanya. Banyakkan bertadharru' dan istighfar. Seulah Tuhanmu dengan penuh rasa hina dan pengharapan. Mohonlah dengan rasa lemah dan luluhnya jiwa kepada ALLAH.

Janganlah meninggalkan bangun malam. Apabila tiba waktu sahur pastikan anda duduk bersimpuh mengangungkan ALLAH Tabaraka wa Ta'ala..

FASAL {7}

Para ahli suluk perlulah juga memelihara sembahyang lima waktu. Dikerjakan dengan sempurna sama ada bacaan, khusyuk, ruku', dan setiap rukunnya serta sunat-sunatnya.

Mulailah dirikan sembahyang dengan merasakan kebesaran ALLAH, di samping menyedari ketika itu ia sedang berdiri di hadapan ALLAH azza wa Jalla yang Maha Agung.


Janganlah sesekali menyeru ALLAH dalam keadaan hati yang lalai dan pemikiran yang melayang dalam urusan keduniaan. Itu hanya akan menyebabkan kemurkaan ALLAH. Sabda Baginda s.a.w :

Ertinya: "Apabila seseorang bangkit untuk menunaikan sembahyang maka ALLAH akan menghadapnya. Sandainya ia memalingkan mukanya nescaya ALLAH akan kata padanya: Wahai anak Adam kenapa kamu berpaling ke arah yang kamu sangka lebih baik daripada Aku? Seandainya ia berpaling kali kedua nescaya ALLAH akan katakan dengan perkataan yang sama. Apabila ia berpaling kali ketiga nescaya ALLAH akan berpaling pula darinya."

Ini seandainya sekadar berpaling dengan wajahnya. Bagaimana jika hatinya ketika sembahyang berpaling ke arah dunia dan kemewahannya. Sesungguhnya ALLAH tidak melihat pada tubuh badan dan gambaran zahir. Tetapi ALLAH hanya memandang kepada hati dan apa yang tersirat di dalamnya.

Roh setiap amal ibadat itu adalah terletak mengikut sejauh mana kita menghadirkan diri kepada ALLAH. Siapa yang sunyi hatinya dari kehadiran ALLAH amalannya menjadi sia-sia. Diumpamakan orang beramal dengan hati kosong bagaikan orang memberi hadiah kepada pembesarnya dengan bekas yang kosong. Sudah tentu orang ini hanya akan menerima balasan dan kemurkaan..

Risalatul Murid 1 - 3


FASAL {1}

Ketahuilah jalan yang pertama untuk menuju kepada ALLAH adalah dorongan yang kuat yang dicampakkan ke dalam hati seseorang. Ia mampu mengejutkannya dan akan mendatangkan rasa bimbang serta menggalakkanya agar menuju kepada ALLAH dan hari Akhirat. Ia juga akan menjauhkan diri dari dunia yang sibuk dengan urusannya untuk membina, menghimpun kemewahan, memuaskan syahwat dan membanggakan ke
indahannya.

Dorongan ini merupakan sebahagian dari tenteranya ALLAH yang tidak dilihat oleh mata kasar. Ia merupakan kurniaan ALLAH dalam bentuk inayah sebagai tanda asasnya hidayah. Ramai di kalangan hamba yang dibuka jalan mereka melalui pintu ini dikunjungi oleh perasaan takut, rindu dan minat. Perasaan yang serupa akan dirasai ketika melihat wajah orang-orang yang hampir dengan ALLAH, atau mendapat pandangan dari mereka. Ada juga kurniaan ini diperolehi tanpa sebab.

Berusaha gigih untuk mendapat kurniaan ini adalah di tuntut. Menunggu tanpa usaha sekadar duduk dengan angan-angan adalah satu kelemahan dan kebodohan. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Baginda s.a.w:

Ertinya: "Sesungguhnya bagi ALLAH Tuhan kamu pada setiap hari itu ada waktu pengurniaan, maka hendaklah anda sekalian merebutnya."

Barangsiapa dikurniakan oleh ALLAH dengan dorongan ini, hendaklah ia benar-benar mengenali dan menjiwai nilainya yang Agung. Ia harus merasai bahawa kurniaan ini adalah ni'mat teragung yang sulit untuk disyukuri. Namun berusahalah sebaik mungkin untuk mensyukurinya, memandangkan yang ia adalah limpahan kurnia Ilahi.

Bayangkanlah berapa ramai orang-orang Islam umurnya telah mencecah 80 tahun atau lebih, tetapi masih belum mengecapi ni'mat dorongan ini. Wajiblah bagi yang telah menyedarinya untuk berusaha bersungguh-sungguh memperkukuhkannya, memeliharanya dan menyahut seruannya.

Memperkukuhkannya dengan banyak berzikir kepada ALLAH. Memikirkan tentang apa-apa di sisi ALLAH dari keagungan dan kemuliaan yang tidak terhitung. Duduk bersama-sama orang yang jiwanya senantiasa bergantung kepada ALLAH.

Memeliharanya dengan menghindarkan diri dari majlis orang-orang yang jauh dengan ALLAH dan menjauhi diri dari hasutan syaitan.

Menyahut dengan bersegera dan kembali kepada ALLAH. Bersikap jujur dan benar untuk kembali kepada ALLAH. Jangan suka menangguh-nangguh apabila ALLAH telah mendorongnya. Jangan suka berlengah-lengah sekiranya ALLAH telah membuka pintu rahmat-Nya, bersegeralah untuk masuk. Tidak perlu untuk menunggu esok ataupun lusa, kerana itu adalah sebenarnya kerja-kerja syaitan. segeralah untuk menerimanya dan beramal tanpa merasa bimbang dan teragak-agak. Jangan dibuat-buat alasan dengan kesibukan dan kesuntukan masa.

Abu-Ar-Rabi' menyebut: "Berjalanlah kamu kepada ALLAH dengan pantasnya tanpa berpaling ke belakang dan dengan jiwa yang penuh rasa luluh. Janganlah anda menunggu waktu sihat, sebenarnya penantian itu adalah satu gangguan."

Ibnu Atha' dalam AL-Hikam pula menyatakan: "Sifat suka menangguhkan amalan dengan alasan sibuk adalah seperti ia dihinggapi penyakit yang merosakkan jiwa."
FASAL {2}

Jalan yang pertama yang akan direntasi oleh ahli suluk untuk menuju kepada ALLAH, adalah memperbetulkan TAUBAT. Adam bertaubat kepada ALLAH dari segala macam noda dan dosa. Seandainya ahli suluk ini masih mempunyai kesalahan terhadap orang lain perlulah ia bersegera memohon kemaafan dan dihalalkan apa sahaja darinya. Seandainya gagal berbuat demikian maka dirinya masih lagi tergantung d
aripada menerima rahmat ALLAH. Ia tidak akan mampu untuk berjalan menuju kepada ALLAH.

Syarat taubat yang sebenarnya adalah rasa kecewa terhadap dosa yang dilakukan di samping berazam untuk tidak kembali ke lembah maksiat. Sesungguhnya barangsiapa yang cuba untuk bertaubat sedangkan ia masih kekal dalam maksiat atau masih ada niat untuk melakukannya maka tidak ada erti langsung taubatnya.

Perlu juga sentiasa merasa bersalah dan mengaku terhadap keterlanjurannya, terutama ketika menunaikan sebarang kewajipan yang telah difardhukan kepadanya. Bila mana wujudnya jiwa yang merasa sedih terhadap dirinya yang berdosa maka ketika itulah ALLAH berada di sisinya. ALLAH berfirman dalam Hadith Qudsi:

Ertinya: "Aku ada bersama hamba yang sentiasa merasa luluh jiwanya kerana mengharapkan rahmat-Ku."

Setiap ahli suluk semestinya berwaspada dari segala macam dosa, sama ada yang kecil apatah lagi yang besar, sehingga melebihi daripada berhati-hatinya seseorang yang takut termakan racun yang boleh membunuh. Perlu diketahui bahawa dosa itu berperanan merosakkan hati seperti racun boleh merosakkan tubuh badan. Sedang hati naluri itu lebih utama dan penting dari tubuh badan.

Bahkan modal utama pada setiap ahli suluk adalah memelihara dan membangunkan jiwanya. Sedang tubuh badan terdedah kepada kebinasaan. Sebentar lagi ia akan luput ketika mati. Pemergiannya sekadar meninggalkan dunia yang bakal hancur. Sedangkan hati andainya musnah maka musnahlah akhiratnya. Ia tidak mampu lagi untuk diselamatkan dari kemurkaan ALLAH dan azab sengsara-Nya. Orang yang berjaya dan mendapat ganjaran yang ulung adalah orang yang datang dengan hati yang bersih.

FASAL {3}

Para ahli suluk mestilah bersunguh-sungguh menjaga hatinya dari penyakit was-was, angan-angan dan lintasan yang meragukan. Perlu dibina di pintu hati itu, sebuah benteng (Al-Muraqabah) yang mendindingi penyakit-penyakit itu. Seandainya penyakit-penyakit itu menembusi dinding jiwa insan, maka akan rosaklah ia dan lebih sulitlah pula untuk memulihkannya.

Mestilah bersungguh-sungguh memel
iharanya, sebagai tempat pandangan ALLAH. Janganlah sampai ia menjadi cenderung kepada syahwat dunia, seumpama penyakit dengki, khianat, penipuan dan buruk sangka (terhadap sesama muslim). Harus sentiasa menjadi penasihat kepada mereka, bersikap penyayang, pengasih dan menganggap mereka sentiasa dalam kebaikan. Kasihanilah mereka seperti diri sendiri, serta tanamlah perasaan benci terhadap keburukan yang menimpa mereka seperti bencinya kita jika menimpa diri kita sendiri.

Perlu juga kita fahami bahawa hati itu juga memiliki dosa. Bahkan dosanya lebih kotor dan buruk dari dosa yang dilakukan oleh anggota badan. Cinta kepada ALLAH tidak akan sempuna kecuali hati kita dibersihkan dari segala macam penyakit.

Seburuk-buruk penyakit hati ialah sombong, bangga diri dan dengki. Bagaimana sifat takbur dan sombong boleh menyelaputi dalam jiwa manusia sedangkan ia mengenali dirinya sebagai hamba ALLAH. Diri hamba berasal dari air seni yang hina. Sementara tidak lama lagi akan menjadi bangkai yang busuk. Seandainya ada sedikit kebaikan dan kelebihan, itu hanyalah kurniaan ALLAH. Dia tidak mempunyai keupayaan dan kepandaian untuk memperoleh sifat itu. Sewajarnya dia merasa takut untuk bersifat sombong terhadap makhluk ALLAH. Justeru kelebihan itu adalah anugerah ALLAH. Oleh itu tidak mustahil kelebihan itu akan dicabut kembali oleh ALLAH kerana rosaknya akhlak dengan menyamakan dirinya dengan sifat ALLAH yang Maha Berkuasa lagi Maha Mulia dalam kebesaran-Nya.

Sifat riya' pula yang dimiliki oleh seseorang adalah suatu tanda bahawa di dalam jiwanya sunyi dari merasakan keagungan dan kebesaran ALLAH s.w.t Mereka cuma memperelok-elokkan dirinya semata-mata kerana makhluk, dan mereka tidak yakin dengan apa yang diketahui oleh Tuhannya.

Barangsiapa yang beramal saleh dan amat mengharap orang lain mengetahuinya agar ia diagungkan maka dia adalah seorang yang riya', menunjuk-nunjuk dan jahil. Matlamatnya hanya dunia. Orang yang benar-benar zuhud adalah orang yang tidak melatah dengan pujian orang lain dan upahan yang diberikan. Namun sebodoh-bodoh manusia membuat amalan akhirat sekadar untuk dunianya. Sepatutnya walaupun dia tidak berupaya untuk berlaku zuhud cukuplah dia mencari dunia dengan memohon restu kepada Sang Pemilik dunia Yang Maha Esa. Ssungguhnya semua jiwa manusia adalah milik ALLAH. Dia akan menerima dan mengabulkan apa yang diharap dan dipintanya.

Penyakit hasad pula adalah musuh ALLAH yang nyata. Orang yang bersifat hasad sebenarnya cuba mempertikaikan kurniaan ALLAH terhadap hamba pilihan-Nya. Seandainya ada terlintas di jiwa insan perasaan ini, dia telah cuba untuk mencanggahi kehendak Sang Pencipta yang Maha Bijaksana. Orang ini layak mendapat kebinasaan.

Hasad ini boleh berlaku dalam urusan dunia, seperti kedudukan dan kekayaan. Ini merupakan yang sekecil-kecilnya. Namun sewajarnya orang itu bukan dijauhi tetapi dikasihi, memandangkan sebenarnya ia sedang diuji. Di samping itu sepatutnya ia bersyukur kepada ALLAH yang mana ia telah terselamat dari ujian itu.

Hasad juga boleh berlaku dalam urusan ilmu dan amal. Sesuatu yang amat buruk ialah apabila tertanam perasaan dengki kepada rakan sepenuntut. Bahkan sepatutnya ia merasa gembira beroleh teman sepejuangan yang boleh membantu dalam perjalannya untuk mengukuhkan ketaqwaannya. Orang mukmin itu menjadi utuh dengan saudaranya.

Salah satu kewajipan bagi seorang muslim ialah berusaha bersungguh-sungguh dengan jiwa dan raganya untuk menghimpunkan manusia yang mentaati ALLAH, tanpa menghiraukan siapakah manusia yang paling taat dan sipakah pula yang terhebat. Itu adalah kurniaan ALLAH. Dia mengurniakan kelebihan-Nya kepada siapa yang dikehendaki dengan cara-Nya.

Banyak akhlak hati itu terdapat pada diri manusia. Demi meringkaskan perbincangan hanyalah disebut sifat-sifat buruk yang menjadi punca kepada segala kerosakan. Punca utama dan asal segala penyakit hati adalah cinta kepada dunia. Hal ini telah ditegaskan di dalam hadith yang bemaksud: "Punca segala kerosakan adalah cinta dunia."


Selasa, November 20

IKHLAS



Jika ada pertanyaan, “Dimanakah tumbuh sebuah benih?” Tentu akan dijawab, “Yang ditanam di dalam bumi”. Maka seperti itulah ikhlas yang ditanam di dalam hati yang tersembunyi, sebab diri manusia itu seperti bumi. Jika bumi tidak ditanami benih, tentu tidak akan tumbuh sebuah tanaman yang menghasilkan buah amal perbuatan.

"Tanamkan wujudmu (dirimu) di dalam bumi yang tersembunyi (rendah diri), sebab setiap yang tumbuh tanpa ditanam itu hasilnya tidak sempurna”.

Jika ada pertanyaan, “Dimanakah tumbuh sebuah benih?” Tentu akan dijawab, “Yang ditanam di dalam bumi”. Maka seperti itulah ikhlas yang ditanam di dalam hati yang tersembunyi, sebab diri manusia itu seperti bumi. Jika bumi tidak ditanami benih, tentu tidak akan tumbuh sebuah tanaman yang menghasilkan buah amal perbuatan.

Pada dasarnya setiap amal ibadah itu punya keistimewaan bagi orang yang mengerjakannya. Buah hasil amal perbuatan diperoleh sesuai dengan niat, seperti mayoritas manusia yang beramal untuk meraih kemasyhuran dan derajat di dunia. Begitu pula sebaliknya, yaitu orang yang tidak mengharapkan popularitas dan derajat, tapi merindukan kebahagiaan syurgawi. Dua keinginan itu ada pada diri manusia sebagai gelora nafsu yang senantiasa muncul silih berganti dalam nuansa amal perbuatan maupun ibadah. Hal semacam itu akan menjadi malapetaka ruhaniah bagi seorang salikin, sebab beribadah seiring rasa ingin meraih popularitas, terlebih kedudukan (maqom) baik di dunia maupun akhirat itu termasuk dalam katagori gelora nafsu yang sangat berbahaya dan merusak akidah, juga bisa dihukumkan riya’ yang menjadi virus syirik.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. QS. Al-Bayyinah ayat 5.

Bersimpuh tuk merendahkan diri dihadapan Allah dalam gairah amal ibadah adalah suatu tanda ikhlas yang terbit dari dalam hati seorang hamba, hingga Allah memulyakan dirinya dalam suatu maqom. Sebagaimana sabda Nabi r yang menyatakan:

“Siapa yang merendahkan diri, maka Allah akan mengangkat (maqom)nya. Dan siapa yang sombong, Allah akan merendahkan (maqom)nya” Al-Hadits.

Seorang salikin yang sedang menuju kepada Allah harus memakai selimut faqir, yang dimaksud faqir disini ialah sunyi hati dari rasa ingin memiliki dan menguasai sesuatu selain Allah, supaya di dalam perjalanannya tidak terkoyak oleh aghyar (perubahan). Juga harus mengikis rasa harap pada suatu maqom (kedudukan), karena tidak layak bagi yang telah duduk di maqom mahabbah masih berpaling kepada lain maqom yang berdimensi fatamorgana.
Memang sulit tuk menepis asa yang bersemi jadi cinta kasih terhadap suatu maqom, kecuali bila hidayah dan kurnia Allah menyinarinya. Tapi tetap harus waspada, jangan sampai cinta pada maqom dijadikan sebagai kekuatan nafsu untuk membangun tembok penghalang menuju kepada-Nya. Sebab tanda orang yang mendapat hidayah dan kurnia Allah itu tak pernah surut untuk menghancurkan tembok-tembok penghalang walau harus pindah alam. Hancurkanlah penghalang itu dengan cara rendah diri (tawadu’) dan mempersembahkan hidupnya hanya pada Allah.
Ibrahim Ibnu Adhamt Berkata:


“Tidak benar! Jika ada orang yang menuju kepada Allah, tapi masih ada rasa keinginan untuk dikenal”.
Dan Ayyub Assakh Tiyaanyt Berkata:

“Demi Allah tiada seorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas pada Allah, melainkan ia merasa senang dan gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan (maqom) dirinya”.
Juga dalam riwayat lain yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya sedikitnya riyaa’ itu, sudah termasuk syirik. Dan siapa yang memusuhi seorang waliyullah, berarti telah melawan berperang kepada Allah. Dan kasih sayang Allah pada hamba yang takwa, yang tersembunyi (tidak dikenal), yang bila tidak ada, tidak dicari, dan bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka sebagai pelita hidayah, mereka terhindar dari segala kegelapan kesukaran”.

Abuhurairaht berkata: Ketika kami di majelis Rasulullah saw. tiba-tiba beliau berkata: “Besok pagi akan ada seorang ahli syurga yang shalat bersama kamu”. Kata Abuhurairaht: Aku berharap semoga akulah orang yang ditunjuk oleh Rasulullah saw.. Maka pagi-pagi aku shalat dibelakang Rasulullah saw. dan tetap tinggal di majelis setelah orang-orang pulang. Tiba-tiba ada seorang hamba hitam berkain compang-camping datang berjabat tangan dengan Rasulullah saw. sambil berkata: Ya Nabiyullah, doakan semoga aku mati syahid. Maka Rasulullah saw. berdoa, sedang kami mencium bau kesturi dari badannya. Kemudian aku bertanya: Apakah orang itu ya Rasulullah? Jawab Nabi:

“Ya benar. Ia hamba sahaya dari bani fulan”. Abuhurairah bertanya: Mengapa tidak kau beli, dan kau merdekakan ya Nabiyullah? Jawab Nabi saw.: “Bagaimana aku akan dapat berbuat demikian, bila Allah akan menjadikannya seorang raja di syurga. Hai Abuhurairah, sesungguhnya di syurga itu ada raja dan orang-orang terkemuka. Dia adalah salah seorang raja dan terkemuka. Hai Abuhurairah, sesungguhnya Allah kasih kepada makhluknya yang suci hati, yang samar, yang bersih, yang terurai rambut, yang kosong perut kecuali dari hasil yang halal, yang bila akan masuk ke dalam istana raja tidak diizinkan, bila meminang wanita bangsawan tidak diterima, bila tidak ada tidak dicari, bila hadir tidak dihirau, bila sakit tidak dijenguk, bahkan bila mati tidak dihadiri jenazahnya”. Ketika sahabat bertanya: Tunjukkan kepada kami seorang dari mereka? Jawab Nabi saw.: “Yaitu Uwais Alqarany, seorang berkulit coklat, lebar kedua bahunya, sedang tingginya, selalu menundukkan kepalanya sambil membaca qur’an, tidak terkenal dibumi, tetapi terkenal di langit, andaikan ia bersungguh-sungguh minta sesuatu kepada aLLAH pasti diberinya. Di bawah bahu kirinya ada bekas belang sedikit. Hai Umar dan Ali jika kamu bertemu dengannya, maka mintalah kepadanya supaya membacakan istighfar untukmu”

Selamat Datang Kematian



Barangsiapa yang merindukan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah senantiasa berbuat kebajikan dan jangan sekali-sekali berbuat syirik dengan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya. (Al Kahfi: 110)
Lima menit yang lalu ketika anda mengambil, membuka dan membaca majalah ini jauh lebih panjang jaraknya ketimbang kematian yang senantiasa mendekat. Karena yang lalu telah berlalu dan tidak bisa dipanggil kembali, sementara kematian sudah pasti setiap saat kian mendekat dan tidak bisa dihentikan atau disuruh berbalik arah.

Karena sudah pasti datangnya, maka sikap terbaik adalah bersiap menyambutnya, sebagaimana kita punya pengalaman bersiap-siap dan bahkan menunggu datangnya hari wisuda, hari ulang tahun, hari lebaran, hari pernikahan atau peristiwa lain yang kita yakini pasti, pada hal tingkat kepastiannya tidak sebanding dengan kepastian datangnya peristiwa kematian.”Di manapun kamu berada, niscaya maut akan menemui kamu sekalipun kamu berlindung di balik tembok yang tinggi dan kokoh”. (An Nisaa’: 78).

Rasulullah bersabda, hidup di dunia ini bagaikan masa tanam, dan hasil panennya nanti dinikmati setelah meninggal. Belajarlah pada petani yang begitu bergairah menanam dan mengurusi tanamannya dengan kasih dan antusiasme, baik karena cinta pada pekerjaannya maupun karena membayangkan datangnya hari panen. Jika harapan dan ramalan petani tentang hasil panennya adakalanya meleset dan mengecewakan, mungkin akibat hama wereng atau rusak akibat banjir, maka hisab di akhirat kelak bersifat mutlak. Siapa menanam kebajikan di dunia akan panen kebajikan di akhirat, dan siapa menanam keburukan maka akan panen kesengsaraan. Al Quran memberikan ilustrasi, orang-orang yang durhaka dan mengingkari nikmat Tuhan, ketika maut telah datang baru muncul penyesalannya dan memohon pada Tuhan agar dikembalikan lagi ke dunia untuk berbuat kebajikan karena selama hidupnya lebih banyak berbuat kejahatan (Al Mu’minuun: 99-100).

Sungguh sangat menyejukkan merenungkan sifat Allah yang maha kasih. Kalau seorang hamba berbuat kejahatan, maka dosanya hanya sebesar kejahatannya. Tetapi kalau seorang hamba berbuat baik, pahalanya berlipat-lipat. Jadi, karena kasih sayangnya Allah melakukan intervensi terhadap mekanisme hukum sebab-akibat yang telah diciptakan-Nya. Bahkan Rasulullah pernah bersabda, barang siapa memohon pertolongan dan ampunan pada Allah dengan sungguh-sungguh, khususnya di waktu malam di saat yang lain tidur, maka Allah malu untuk tidak mengabulkan permintaan hamba-Nya. Allah tidak tega melihat hamba-Nya pulang dengan tangan kosong, mirip orang tua tidak akan sampai hati menolak permintaan anak-anaknya sekalipun sekali waktu sang anak menyakiti perasaan orang tuanya.

Lebih dari itu, Allah membuka pintu-pintu jalan kebajikan, sebagaimana Allah memiliki 99 pintu asma-Nya, dan pintu yang paling lebar adalah pintu kasih. Oleh karenanya jalan terbaik mendekati Allah adalah dengan cinta, bukannya takut. Orang yang terikat oleh tali cinta-kasih akan selalu siap berkurban untuk menggembirakan yang dicintainya, sebagaimana orang tua rela berkurban untuk menggembirakan dan menolong anak-anaknya. Jika hubungan cinta pada Allah dan Rasul-Nya telah tertanam dalam hati, maka ketika malaikat Izrail datang menjemput semoga kita bisa menyambutnya dengan senyum dan antusiasme.

Ada juga pandangan, hidup bagaikan rekreasi dan berbelanja untuk bekal dinikmati di kampung akhirat nanti. Ketika rekreasi sambil shopping, janganlah membeli barang-barang yang tidak manfaat. Jangan keberatan barang yang malah mempersulit perjalanan pulang. Nikmati perjalanan hidup bersama teman-teman yang saleh dan tolonglah teman seperjalanan ketika mendapat kesusahan. Entah dia itu suami, isteri, anak, kerabat atau teman, semuanya adalah teman seperjalanan, berasal dari Allah kembali pada Allah. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiْn.

Disket jiwa itu ibarat almari pakaian. Kita akan menyingkirkan pakaian yang kotor dan tak layak pakai, dan memilih menyimpan koleksi pakaian yang baik dan indah. Pertanyaannya, apakah disket jiwa kita juga diisi dengan koleksi pikiran, hati, dan perilaku yang serba baik dan indah? Kalau tidak, kita akan malu dan repot sendiri ketika nanti di alam ruhani koleksi itu di print out ataupun dibuka isinya lalu ditimbang oleh malaikat. Ketahuilah, tanpa sadar, setiap saat kita merekam jejak hidup, dan rekaman itu tak akan hilang terkena virus. Badan ini pun memiliki rekaman pengalaman hidup kita. Siapa yang bisa naik sepeda sewaktu kecil, misalnya, masih terekam kuat dalam diri kita sehingga sewaktu-waktu kita bisa mengendarai sepeda lagi meskipun sudah puluhan tahun tidak pegang sepeda. Lidah pun merekam berbagai macam jenis masakan sehingga ketika disuguhi makanan, meskipun lampu dimatikan, kita akan mengenalnya jika sebelumnya pernah kenal. Begitupun sel-sel otak sesungguhnya tak ada memory yang hilang. Yang ada adalah kita lupa memanggilnya atau mengingatnya kembali.

Allah mengajarkan agar kita selalu berusaha memperberat timbangan kebaikan dari timbangan keburukan. Agar kita menutup rekaman keburukan dengan amal kebajikan.

Setiap saat kita berjalan menuju pintu kematian. Masing-masing kita sudah memiliki nomor urutnya. Namun jalan dan penyebab menuju kematian masih diberi ruang pilihan oleh Allah, apakah jalan yang mulus dengan didampingi teman-teman amal kebajikan ataukah jalan terjal dan menyiksa dengan himpitan rekaman kejahatan. Yang lalu telah berlalu. Namun yang di depan masih tersisa pilihan untuk dinegosiasikan dengan diri dan Tuhan agar perjumpaan dengan Izrail merupakan perjumpaan persahabatan sesama hamba Tuhan untuk meneruskan rekreasi di alam ruhani yang lebih indah. Dunia yang kadang kala terasa sumpek dan pengap ini merupakan panggung ujian, pergulatan dan metamorfosis untuk memasuki tahap kehidupan lebih tinggi, ibarat perjuangan kepompong untuk menjadi kupu-kupu yang kemudian terbang di antara bunga-bunga, tanpa meninggalkan jejak kerusakan.

Selamat datang kematian. Hidup dan mati adalah kehendak dan milik Tuhan. Manusia terlalu sombong untuk merasa tahu semua rahasia alam dan kebesaran Tuhan. Manusia terlalu angkuh dan picik jika tidak mau dan tidak mampu mensyukuri kasih dan anugerah Allah yang terhampar di setiap sudut planet dan ruang kehidupan. Manusia sungguh tertipu oleh pandangannya yang rabun dan myopic ketika memandang kekayaan, pangkat dan ilmu adalah segala-galanya yang diyakini menjanjikan kebahagiaan dan kemuliaan abadi.

Ya Allah, Engkau pencipta kehidupan dan kematian. Dalam genggaman-Mu nasib diri kami dan semesta ini. Tanpa bimbingan dan petunjuk-Mu kami tak akan tahu apa makna dan tujuan hidup ini. Terlalu sedikit yang kami ketahui tentang rahasia lapis-lapis kehidupan yang Engkau ciptakan.

Ya Allah, bukalah hati kami, pikiran kami, telinga kami, mata kami, untuk bisa menatap dan menerima anugerah hidayah dan cahaya kasih-Mu sehingga kami selalu istiqomah, optimis dan produktif dalam menjalani kehidupan ini. Bimbinglah hati dan pikiran kami agar kami bisa menjadikan semua desah napas dan langkah kaki sebagai zikir dan sujud kepada-Mu. Agar kami selalu merasa khusyuk bersujud di atas sajadah panjang, terbentang sampai ke pintu kematian.

Ya Allah, dengan kasih dan pertolongan-Mu, bimbing dan tunjukilah kami untuk mensyukuri nikmat kehidupan dan kemerdekaan yang Engkau anugerahkan dengan iman yang kokoh, pikiran yang cerdas, hati yang suci, dan amal kebajikan yang tak pernah henti.

Ya Allah, ketika suatu saat ajal tiba, jadikanlah hari itu sebagai hari wisuda kami mengakhiri jadwal hidup di dunia tempat bertanam untuk bekal perjalananku lebih lanjut. Tetapkanlah iman dan kecintaanku pada-Mu, anugerahkan kami keturunan dan teman-teman yang saleh dan bijak. Dengan kasih-Mu semoga di kampung akhirat nanti kami Engkau masukkan ke dalam komunitas para anbiya dan syuhada, meski pada barisan yang paling belakang. Allahumma amiin. 

Bersandar Diri Kepada ALLAH SWT



“Sebagai tanda orang yang bersandar diri pada kekuatan amal usahanya ialah kurang harapnya ketika diperoleh kesalahan(kegagalan)”.

Kurang harap ketika maksiat, sempurna harap dikala taat.
Orang yang jahil (bodoh) selalu memperhatikan dan menyandarkan dirinya semata-mata hanya kepada perbuatan dan amal usahanya. Mereka kurang harap ketika maksiat, sempurna harap dikala taat. Berbeda dengan orang yang arif, ia tidak merasa bahwa dirinya punya usaha dan ikhtiar.


“Sebagai tanda orang yang bersandar diri pada kekuatan amal usahanya ialah kurang harapnya ketika diperoleh kesalahan(kegagalan)”.


Kurang harap ketika maksiat, sempurna harap dikala taat.
Orang yang jahil (bodoh) selalu memperhatikan dan menyandarkan dirinya semata-mata hanya kepada perbuatan dan amal usahanya. Mereka kurang harap ketika maksiat, sempurna harap dikala taat. Berbeda dengan orang yang arif, ia tidak merasa bahwa dirinya punya usaha dan ikhtiar.

Dalam kaitan ini manusia dapat dipilah kedalam tiga kelompok:
1. Orang yang bersandar diri pada konsep, strategi dan kekuatan usahanya. Mereka akan frustasi ketika konsep, strategi dan kekuatan usahanya gagal total. Orang-orang yang jahil dalam mencapai dan menuju suatu apapun selalu mengandalkan teori dan usahanya. Hal ini, sebenarnya berbahaya bagi dirinya. Sebab ada dua kemungkinan, yang keduanya sama-sama merusak akidahnya. Dua kemungkinan itu ialah:
a. Jika berhasil menggapainya, maka akan muncul kebanggaan dan kesombongan yang membersit dari lubuk hatinya. Seraya lupa kepada anugerah Tuhannya.
b. Jika gagal mencapainya, maka akan muncul kekecewaan dan sekaligus frustasi. Seolah-olah tidak punya keyakinan tentang kekuasaan dan kehendak takdir Tuhannya.
Persandaran semacam ini, khususnya bagi para salikin dan thoriqin (orang yang berjalan menuju kepada Allah) adalah suatu “ilat” (cacat) dalam perjalanan menuju kepada-Nya. Maka sudah selayaknya, bahwa orang yang sedang mengamalkan “riyadoh dan mujahadah” tidak mempunyai prinsip dan pandangan semacam orang-orang awam.

“Ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu” (QS Yusuf ayat 89)

2. Orang yang bersandar diri pada anugerah Allah baik dalam suka maupun duka. Bersandar diri kepada anugerah Allah sudah menjadi sifat orang-orang yang selalu tawakkal kepada-Nya dalam segala urusan.

“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah (serahkan) kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berserah diri (tawakkal) kepada-Nya”. (QS. Al-Imran ayat 159)

Sudah selayaknya, bagi orang-orang yang sedang menuju kepada Allah, menyerahkan segala urusannya hanya kepada-Nya. Baik yang lahiriah maupun yang bathiniah. Sebagai contoh, jika menerima kebaikan atau suatu nikmat, maka hendaklah jangan lupa bahwa hal itu semata-mata karena anugerah dari Allah. Begitu pula sebaliknya, bila mendapat suatu musibah maka hendaklah berlindung kepada-Nya dan memohon pertolongan-Nya. Adapun yang dimaksud dengan lahiriah ialah berbagai macam urusan dan kesibukan yang terkait dengan piranti kehidupan dunia. Lain pula yang dimaksud bathiniah, ialah yang berkaitan erat dengan perjalanan ruhaniah, seperti dalam pelaksanaan ibadah ritual dan lain sebagainya.

3. Orang yang bersandar diri kepada Allah, yang tak gundah karena ketiadaan sebab dan tak bertambah atau berkurang harapnya karena sesuatu. Jika diadakan perbandingan antara harap dengan takut, niscaya akan selalu ditemui dalam keseimbangan, tetapi akhwalnya mereka selalu dalam keadaan sukacita.
Ini adalah sifat dan sikap para “Arifin Billah” --orang-orang yang telah mengenal Allah (ma’rifah). Yaitu orang yang menyerahkan diri serta diam dibawah perintah segala “hukum”. Juga selalu memandang kepada Tuhannya seiring “fana”[1] dirinya.

Kelompok pertama merupakan maqam[2] aam; yaitu sifat dan pendirian orang awam. Sedang kelompok kedua ialah “maqam khush”, yaitu sifat “ahlul ‘abid”[3] dan kebanyakan dari para salikin atau thoriqin. Bagian yang ketiga disebut maqam “khusushul khusush”, yaitu tingkatan orang-orang yang telah sampai kepada-Nya. Dialah yang disebut “waliyullah”.

Meskipun kita tidak boleh bersandar pada amal perbuatan yang kita lakukan, namun tak luput pula bagi kita untuk terus melakukan amal perjuangan yang menjadi barometer dan pertanda sukses atau tidaknya perjalanan seseorang.

Oleh karena itu, barangsiapa sampai kepada hakekat Islam, ia tak akan berhenti dari amal. Maksudnya, bahwa ciri orang yang telah mengerti tentang keislamannya, tentu ia tidak mungkin akan pasif dari amalan (pekerjaan Islam). Karena seseorang mendapat predikat Islam disebabkan mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara kontinyu.

Begitu pula, bagi orang yang telah sampai pada hakekat iman, ia tidak kuasa berpaling dari amal. Berpaling dari amal sama dengan kufur (ingkar), maka orang yang kufur amal tidak disebut orang yang beriman. Sebab, hanya orang-orang yang beriman yang tidak bergeming dari berbagai amal ibadah. Hanya iman yang menjadi alat untuk memacu amal ibadah seseorang.

Lain pula orang yang telah sampai pada hakekat ihsan, ia tiada kuasa berpaling kepada selain dari Allah. Disebut ikhsan bila kualitas ibadah telah mencapai “ikhlas”. Yang dikehendaki ikhlas disini ialah “murni tujuannya”.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (QS. Al-Bayyinah : 5).

Jangan Biarkan Mata Hatimu Buta



Ketahuilah wahai para salikin! Giat usaha dan ikhtiar seiring ambisi tuk meraih rezeki yang telah dijanjikan-Nya adalah tanda orang yang bersifat tamak dan serakah. Mengabaikan usaha dan ikhtiar disegala sektor adalah kesombongan yang meliputi makhluk terlaknat. Ragam amal ibadah yang dijadikan untuk merayu Allah agar disegerakan permohonan dan keinginannya ialah ciri hamba yang kurang percaya pada ketetapan dan janji Allah. Berpaling dari munajat, doa dan amal ibadah serta usaha dan ikhtiar adalah sifat hamba yang frustrasi serta buta mata hati alias tak mampu melihat kehendak-Nya (irodatullah).

“Kerajinanmu tuk mencapai suatu yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, di samping keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang telah diamanatkan kepadamu, membuktikan buta mata hati-mu”.

Pada kajian terdahulu telah dibahas bahwa rezeki itu telah ditetapkan oleh Allah. Setiap manusia pasti akan mendapatkan rezekinya. Maka tak perlu ada kekhawatiran tak tercukupi rezekinya, seperti mereka yang bersungguh-sungguh mencari rezeki untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan mengabaikan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.

Semangat tuk meningkatkan kualitas hidup jasmaniah adalah suatu himmah yang terpuji. Tetapi lebih terpuji lagi jika kualitas hidup ruhaniahnya sudah teruji.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”. (QS. Al Qashash ayat 77)

Berkaitan dengan masalah ini, kami menganjurkan kepada para salikin untuk istiqomah pada pijakan yang telah Allah tetapkan untukmu, juga bersabar dengan sesuatu yang telah dijanjikan-Nya. Sebab berpaling dari sesuatu yang dikehendaki Allah, akan memadamkan cahaya hati dan sekaligus dapat membutakan bashirotul qolbi.

Allah menganugerahkan rezeki lahiriah, yang menjadi piranti perjalanan hidup hamba di muka bumi. Ini adalah rezeki yang telah disediakan Allah untuk para hamba-Nya. Sampai rezeki di pangkuan seorang hamba, tentunya melalui alur sebab-musabab usaha dan ikhtiar. Maka itu, tak satupun makhluk yang tidak menerima rezeki dari Allah. Bahkan banyak binatang yang tidak dapat membawa dan mengurus rezekinya sendiri. Dalam hal ini, Allah tidak menuntut imbalan dari semua makhluk-Nya, melainkan bagi seorang hamba harus berpijak pada titian kewajiban yang menjadi tanggungannya. Karena yang dituntut dari seorang hamba, ialah amal ibadah yang sempurna untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Perwujudan ibadah yang sempurna bagi seorang hamba, harus bersandar pada hati yang diliputi tauhid mukasyafah (orang yang terbuka). Hal ini tak akan terjadi, kecuali dengan hidayah Allah. Maka itu, hidayah adalah anugerah Allah yang dipancarkan ke lubuk hati hamba-Nya.

Oleh karena itu, harus mengetahui keadaanmu sebagai seorang hamba yang menerima ketetapan-Nya (sunatullah) atau beban hukum dari Allah (taklif), juga harus berusaha dan berikhtiar yang sesuai dengan kehendak Allah. Dalam kaitan ini, harus bersikap dan bersifat tawakkal, sabar dan tetap di shirothol mustaqim (jalan yang benar) yang telah digariskan Allah serta dicontohkan oleh Rasul-Nya.

Yang menuntut dan protes kepada Tuhannya, adalah orang yang keluar dari kodrat kehambaannya. Sebab tak tahu telah dicukupkan segala kebutuhan hidupnya. Inilah orang yang buta mata hatinya!

Allah meletakkan mata hati (bashirotul qolbi) di dalam hati hamba-hamba-Nya sebagai nur (pelita) untuk mengetahui kehendak-Nya. Dengan mengetahui irodatullah, seorang hamba dapat menentukan sikap berpijak yang bijak melukis titian akhlak bersifat qona’ah dan tawakkal. Ihwal ini membias dari lubuk hati hamba yang telah membasuh wajah hati dengan air “pemantau” (muroqobah), juga telah dibersihkan dari aghyar (kecemburuan). Sebab jika karatan aghyar tetap melekat di hati, akan menjalar berinfeksi kebimbangan hati (isytighol) pada selain Allah (dunia).

Maka itu, hendaknya bersungguh-sungguh menuju kehadirat-Nya serta melazimkan muroqobah seiring dengan riyadhoh dan mujahadah, pun tak luput harus bermunajat yang sesuai dengan kehendak-Nya tuk mendapat anugerah (minnah) Allah.

Jangan Pernah Ragu Dengan Janji ALLAH



Sebagai hamba yang lemah janganlah menodai keyakinannya kepada janji Allah bila belum mendapat kenyataan janji-Nya. Manusia mengira bahwa tanda-tanda yang terjadi sebagai bukti akan turun janji Allah. Tetapi yang sesungguhnya tidak harus demikian adanya, sebab perhitungan Allah tidak sama dengan perhitungan hamba-hamba-Nya. Sebagaimana yang terjadi dalam Suhul-Hudaibiyah

“Jangan sampai meragukan kamu, terhadap janji Allah, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu meskipun telah tertentu (tiba) masanya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau memadamkan nur cahaya hatimu (sirmu)”.

Sebelum terjadi “Perdamaian Hudaibaiyah”, Rasulullah saw. sempat bermimpi bahwa beliau bersama para sahabatnya memasuki kota Mekah dan Masjidil Haram dalam keadaan sebahagian mereka bercukur rambut dan sebahagian lagi bergunting. Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi nanti. “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat[1][1]”. Ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi itu pasti akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang. Pada saat kaum muslimin ditolak memasuki kota Mekah dan Umroh oleh kaum Quraisy maka terjadi penandatanganan surat perjanjian yang dikenal dengan “Suhul Hudaibiyah” (Perdamaian Hudaibiyah).

Andaikata pada tahun terjadinya Perdamaian Hudaibiyah itu kaum muslim memasuki kota Mekah, maka keselamatan orang-orang yang menyembunyikan imannya yang berada di kota Mekah waktu itu dikhawatirkan. Ini sebagai bukti kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba–Nya dalam menunaikan janji-Nya walau ditunda sekalipun.

Setelah memperhatikan serangkaian peristiwa “Perdamaian Hudaibiyah“ walau sekilas dapatlah ditarik garis lurus bahwa perhitungan Allah memang tidak sama dengan perhitungan hamba-hamba-Nya.

Oleh karena itu, barang siapa dijanjikan Tuhannya pada waktu dan masa yang telah ditentukan, kemudian pada masa yang dijanjikan tidak turun apa yang diharapkannya maka janganlah berkelakuan seperti orang-orang munafik di zaman Rasulullah saw. Sebab hal semacam itu akan menodai keyakinan serta mengotori keimanannya kepada janji Allah.

Karena syak (ragu) terhadap kebenaran janji Allah adalah kufur dan musyrik hukumnya. Juga membutakan matahati tuk memandang kebenaran janji Allah. Maka sudah selayaknya bagi seorang hamba itu mengenal Qadar-Nya dan beradab pada Tuhannya seraya sukun (tetap hati) memandang baik kepada-Nya pada barang yang dijanjikan–Nya. Seperti pandangan mereka, para ‘Arifin Billah, yang tak pernah berubah I’tiqod-nya.

Maka jadikan dirimu dalam penyerahan kepada Allah secara total dengan diiringi rasa syukur kepada-Nya atas karunia yang ada padamu dalam menjalankan “Amar ma’ruf nahi munkar”. Juga apa-apa yang datang kepadamu adalah karunia dari-Nya sebagai bukti kasih sayang-Nya. Adapun sesuatu yang belum engkau dapatkan walau engkau menginginkannya, maka hal itu sebagai tanda penjagaan-Nya kepadamu. Sebab keinginanmu masih pada tahap warna nafsu yang akan mencelakakanmu.

Nafsu itu yang selalu meluncurkan anak panah syahwat ke matahati, bila matahati terkena anak panah syahwat, jadilah hati itu buta.Yang dimaksud buta ialah buta dari kehendak Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Resikonya, cahaya yang memancar di lubuk hati, juga disebut nurul asror akan menjadi padam dan tak dapat menerangi akal tuk membedakan antara Atsar dengan Hukum.

Perlu saya pertegas disini, bahwa matahati itu ialah “Nur” yang diletakkan Allah dengan wasithoh kuat iman. Nur juga dapat diperoleh dari petunjuk akal yang suci, hingga meningkat menjadi Asror Rububiyah. Itulah yang disebut “Nurul Hidayah” yang menjadi tonggak perjalanan bagi orang-orang yang menuju kepada Allah dengan taburan Rohmaniyah-Nya. Maka sucilah hatinya dari syirik khofi yang mengotori hati dan menghambat perjalanan. Juga terlepas dari syak terhadap janji Allah hingga terbuka matahati dengan memperoleh petunjuk dan mahabah serta tak berkehendak kepada amal dan sebab.