Rabu, April 10

SYEIKH ABU YAZID AL BUSTAMI: PELOPOR FAHAMAN TASAWWUF


Karya-karyanya yang didalami dari pengalaman ruhaninya.

Merupakan salah satu dasar fahaman Wahdatul al Wujud, Wahdatul al syuhud, Ana al Haq dan Rabbani.
FahamanWahdatul al Wujud ini dianut oleh Abu Hafas al Naisabur, Abu Sa'id al Harraz, Junaid al Baghdadi, at Thusi, al Kalabasi, al Hallaj, Ibnu Arabi, Suhrawardi dan Maulana Rummi
Sedangkan Wahdatul al syuhud dianut oleh Muhammadan al Makki, Muhasibi al Sulami, Hujwiri, Al Qusyairi dan Imam al Ghazali serta Abdul Qadir Jilani dan Ahmad Rifa'i.
Dalam sejarah perkembangan tasawuf, Abu Yazid al-Bustami disebut sebagai sufi pertama yang membawa faham ittihad dalam erti seseorang telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, karena kesedarannya telah lebur bersatu dengan eksistensi Tuhan.
Munculnya fahaman ini telah menimbulkan sikap dan pandangan yang menyokong dan yang menentang di kalangan ulama. Tulisan ini berupaya mengkaji persoalan ini dalam sudut pandangan pemahaman dunia tasawuf.
Dunia tasawuf adalah dunia rasa yang sarat dengan pengalaman kerohanian yang seringkali berada di luar lingkungan rasional dan kewarasan manusia. Perlu disedari bahawa sebelum terjadinya ittihad seorang sufi telah mengalami fana’ dan baqa’.Dalam keadaan demikian tentu tidak boleh dipakai ukuran yang boleh digunakan untuk menilai suatu luahan luarbiasa (syathahat) yang keluar dari mulut seseorang yang dalam keadaan sedar. Sangat disayangkan pengalaman sufi dan kerohanian seperti ini sering terungkap kepada khalayak awam hingga dipandang sebagai ucapan yang menyesatkan karena secara lahiriah melanggar prinsip tanzih dalam ajaran Islam.
Beliau mempunyai nama lengkap Abu Yazid Thaifur bin Isa, beliau dilahirkan di Bustham Khurasan pada tahun 200 H (813 M) an beliau lebih dikenal dengan nama Abu Yazid Al Busthami. Beliau wafat di Bustham pada tahun 261H (875M)
Abu Yazid dikenal sebagai anak saleh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama. Ibunya dengan tekun membimbing dan megirimnya untuk belajar agama ke masjid. Setelah dewasa beliau melanjutkan belajar agama ke berbagai daerah untuk berguru kepada ulama-ulama terkenal seperti Abu Ati dari Sind.
Kehidupannya sebagai seorang sufi ditempuh dalam perjalanan yang cukup panjang, kira-kira dalam waktu 30 tahun beliau berkelana menyusuri padang pasir, hidup dengan zuhud, makan serba sedikit, tidur yang tidak begitu banyak. Dari kezuhudannya itu beliau dapat mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh ma’rifat yang hakiki untuk dapat mengenal Allah.
PENDAHULUAN
Abu Yazid al-Bustami, nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa bin Syurusan al-Bustami. Dia lahir sekitar tahun 200 H (813 M) di Bustam,bagian Timur Laut Persia. Di Bustam ini pula ia meninggal dunia padatahun 261 H (875 M); dan makamnya masih ada hingga saat ini banyakpengunjung dari berbagai tempat. Ia dikuburkan berdampingan denngankuburan Hujwiri. Nasiri Khusraw dan Yaqut. Pada tahun 1313 M. didirikandi atanya sebuah kubah yang indah oleh seorang Sultan Mongol, Muhammad Khudabanda atas nasehat gurunya Syekh Syafruddin, salah seoarang keturunan dari Bustam itu. Abu Yazidadalah seorang tokoh sufi yang terkenal pada abad ke 3 Hijriyah. Datuknya Surusyan adalah seorang penganut agama Zoroaster (majusi), yang kemudian masuk Islam. Sedikit sekali orang mengetahui tentang sejarah hidupnya. Jika tidak ada pengarang seperti at-Attar, orang tidak mengenalnya sama sekali. Siapa Abu Yazid itu, beberapa catatan mengenai hidupnya hanya berupa catatan-catatan ringkas sufi belaka
Sebelum Abu Yazid mempelajari tasawuf, ia belajar agama Islam menurut mazhab Hanafi. Kemudian ia memperoleh pelajaran tentang ilmu tauhid dan hakikat, begitu juga tentang fana’ dari Abu Ali Sindi. Dia tidak meninggalkan tulisan, tetapi pengikut-pengikutnya mengumpulkan ucapan/ajaran-ajarannya. Abu Yazid adalah seorang zahid yang terkenal. Baginya zahid itu adalah seseoarang yang telah menyediakan dirinya untuk hidup berdekatan dengan Allah. Hal ini berjalan melalui tiga fas, iaitu zuhud terhadap dunia, zuhud terhadap akhirat dan zuhud terhadap selain Allah. Dalam fas terakhir ini ia berada dalam keadaan mental yang menjadikan dirinya tidak mengingat apa-apa lagi selain Allah. Abu Yazid merupakan seorang tokoh sufi yang membawa ajaran yang berbeza dengan ajaran-ajaran tasawuf sebelumnya. Ajaran yang dibawanya banyak ditentang oleh ulama Fiqh dan Kalam, yang menjadi sebab ia keluar masuk penjara. Meskipun demikian,ia memperoleh banyak pengikut yang percaya kepada ajaran yang dibawanya. Pengikut- pengikutnya menamakannya Taifur. Kata yang diucapkannya seringkali mempunyai erti yang begitu mendalam, sehingga jika difahami secara zahirr akan membawa kepada syirik, karena mempersekutukan antara Tuhan dengan manusia.
Memang dalam sejarah perkembangan tasawuf Abu Yazid dipandang sebagai pembawa faham al-fana’ dan al-baqa’ serta sekaligus pencetus fahamal-ittihād; dan sehingga beliau digelar sebagai Orang pertama dari kaum sufi yang mabuk kepayang ..
Apa yang dimaksud dengan al-fana’, al-baqa’ dan al-ittihād yang menjadi inti dari ajaran tasawuf Abu Yazid ini akan dihuraikan pada bahagian kedua berikut ini,
Ajaran Tasawufnya ABU YAZID AL BUSTAMI
1. Fana dan Baqa'
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana' dan baqa'. Beliau dipandang sebagai ahli sufi pertama memberikaan ajaran fana dan baqa.
Dari segi bahasa, fana' berasal dari kata faniya yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya diertikan sebagai keadaan moral yang luhur.
Dalam hal ini Abu Bakar Al-Kalabadzi (w. 378 H / 988 M) mendefinisikannya : "hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala kegiatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan semua kepentingan ketika berbuat sesuatu.
Pencapaian Abu Yazid ketahap fana' dicapai setelah meninggalkan segala keinginan selain keinginan kepada Allah.
Perjalanan Abu Yazid dalam menempuh fana itu sebagaimana dijelaskan : "Permulan adanya aku di dalam Wahdaniyat-Nya, aku menjadi burung yang tubuhnya dari Ahdiyat, dan kedua sayapnya daripada daimunah. (Tetap dan kekal). Maka senantiasalah aku terbang di dalam udara kaifiat sepuluh tahun lamanya, sehingga aku dalam udara demikian rupa 100 kali. Maka sentiasalah aku terbang dan terbang lagi di dalam medan azal. Maka kelihatanlah olehku pohon ahdiyat" (lalu beliau terangkan apa yang dilihatnya pada pohon itu, buminya, dahannya, buahnya dan lain-lainnya.
Akhirnya beliau berkata : "Demi sedarlah aku dan tahulah aku bahwasanya :sama sekali itu hanyalah tipuan khayalan belaka".
Kata-kata yang demikian dinamai syatahat, artinya kata-kata yang penuh khayal, yang tidak dapat dipegangi dan dikenakan hukum.
Pada suatu malam ia bermimpi bertemu dengan Tuhan dan bertanya kepada-Nya: ” Tuhanku, apa jalannya untuk sampai kepada-Mu?”. Tuhan menjawab: "Tinggalkanlah dirimu dan datanglah".
Peninggalan Abu Yazid adalah menghilangkan kesedaran akan dirinya dan alam sekitarnya untuk ditumpukan kepada Tuhan. Proses ini disebut juga dengan at-Tajrid atau al-fana' bittauhid.
Ucapan-ucapan Abu Yazid yang menggambarkan bahawa ia telah mencapai al-fana' antara lain : "Aku kenal pada Tuhan melalui diriku sehingga aku hancur (fana), kemudian aku kenal pada-Nya melalui diri-Nya maka aku hidup (hayat).
Kehancuran (fana') dalam ucapan ini memberikan 2 bentuk pengenalan (Al-Ma'rifat) terhadap Tuhan, yaitu :
a. Pengenalan terhadap Tuhan melalui diri Abu Yazid.
b. Pengenalan terhadap Tuhan melalui diri Tuhan.
Baqa’
Adapun baqa' berasal dari kata baqiya. Erti dari segi bahasa adalah tetap. Atau menetap dalam Allah untuk selamanya. Sedangkan berdasarkan istilah tasawwuf bererti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Aadapun fahaman baqa' tidak dapat dipisahkan dengan fahaman fana' karena keduanya merupakan fahaman yang berpasangan. Baqa merupakan tahap terakhir. Jika seorang sufi sedang mengalami fana', ketika itu juga ia sedang menjalani baqa'.
Menurut pandangan sufi, setelah melalui latihan kerohanian, penghayatan zikirillah, perbuatan kebajikan, pengabdian kepada Allah yang sebenar, penghapusan unsur-unsur kejiwaaan, maka yang tertinggal dalam diri sufi ialah sesuatu yang hakiki dan sesuatu yang abadi
Dalan jalan keruhanaian, sesudah tahap fana dalam Allah. Allah menetapkan hamba Nya di dalam kekdudukanan segala kedudukan (Maqam Al-maqamat) atau disuruhnya kemblai ke dunia untuk meyempurnakan mereka yang belum sempurna. Kaum ariffin menetap dalam Allah, tetapi pergi kembali kepada makhluk dengan cinta, kemurahan, kehormatan dan kemuliaanNya. Kaum Ariffin yang mencapai keabdian selepas fana ini ditujukan kepada manusia yang sempurna yang harus bekrja dan beramal di dunia , membimbing mereka yang belum sempurna. Jika tidak diberi tugas ini, Allah menyibukkan hamba Nya dengan dirinya sendiri dalam kedudukan segala kedudukan.
2. Ittihad
Ittihad adalah penyatuan, iaitu penyatuan dengan Tuhan tanpa ada perantara apa pun.
Abu Yazid menyebutnya dengan Tajrid fana at tauhid. Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi setelah ia menempuhi tahapan fana dan baqa'. Hanya saja dalam tulisan-tulisan terdahulu, perbahasan tentang ittihad ini tidak ditemukan. karena pertimbangan keselamatan jiwa ataukah ajaran ini sangat sulit dilaksanakan merupakan pertanyaan yang sangat baik untuk dikaji dengan lebih lanjut. Dalam tahapan ittihad, seorang sufi bersatu dengan Tuhan, antara yang mencintai dan yang dicintai menyatu, baik dirinya maupun perbuatannya.Dalam ittihad identiti telah hilang dan identiti menjadi satu. Sufi yang bersangkutan, karena fananya tak mempunyai kesedaran lagi dan berbicara dengan nama Tuhan
Al Bustami dipandang sebagai sufi pertama yang menimbulkan ajaran fana dan baqa' untuk mencapai ittihad dengan Tuhan
Pengalaman kedekatan Abu Yazid dengan Tuhan hingga mencapai ittihad disampaikannya dalam ungkapan :
Pada suatu ketika aku dinaikkan ke hadirat Tuhan, lalu Ia berkata: "Abu Yazid, makhluk-makhluk-Ku sangat ingin memandangmu.”
Aku menjawab: "Kekasihku, aku tak ingin melihat mereka. Tetapi jika itu kehendak-Mu, maka aku tak berdaya untuk menentang-Mu. Hiasilah aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-makhluk-Mu memandangku, mereka akan berkata: “Kami telah melihat-Mu. Engkaulah itu yang mereka lihat, dan aku tidak berada di hadapan mereka itu.”
Puncak pengalaman kesufian al-Bustami dalam ittihad juga tergambar dalam ungkapan berikut :
Tuhan berkata: ”Abu Yazid, mereka semua kecuali engkau adalah makhluk-Ku. Aku pun berkata, aku adalah Engkau. Engkau adalah aku, dan aku adalah Engkau. Terputus munajat. Kata menjadi satu, bahkan semuanya menjadi satu. Tuhan berkata kepadaku, ”Hai engkau” . Aku dengan perantaraan-Nya menjawab, ”Hai aku” Ia berkata, "Engkaulah yang satu. Aku menjawab, akulah yang satu”. Ia berkata, ”Engkau adalah engkau. Aku menjawab: ”aku adalah aku."
” Maha suci aku, maha suci aku, maha besar aku”.
”Maha suci aku tiada dalam baju ini selainnya Allah”
Dalam ittihad kelihatannya lidah berbicara melalui lisan Abu yazid. Ia tidaklah mengaku dirinya Tuhan, meskipun pada lahirnya ia berkata demikian
Suatu ketika seorang melalui rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu.
Abu Yazid bertanya, "Siapa yang engkau cari ?" Orang itu menjawab. "Abu Yazid". Abu Yazid berkata, "Pergilah, di rumahmu, dia tidak ada, kecuali Allah Yang Mahakuasa dan Mahatinggi”
Ucapan-ucapan Abu Yazid di atas kalau diperhatikan secara sekilas memberikan kesan bahwa ia syirik kepada Allah. Karena itu, dalam sejarah, ada sufi yang ditangkap dan dipenjarakan karena ucapannya membingungkan golongan awam.
Kejadian-kejadian yang terjadi seperti diatas, mungkin itulah yang dimaksud dalam hadis Rasulullah SAW, yang bermaksud:
Tidak cukup cara pendekatan hamba Ku kepada Ku dengan hanya menjalankan ibadat yang diperlukan ke atasnya, supaya Aku mencintainya. Akan tetapi hambaku dapat mendekati Aku dengan ia selalu memperbanyakkan amalan-amalan sunat (nawafil) demikian banyaknya sehingga ia Aku cintai. Maka apabila ia Aku telah cintai, maka pendengaraKU, menjadi pendengarannya, tanganKu menjadi tangannya, yang dengan dia ia memegang dan kakinya yang dengan dia ia berjalan dan jika ia meminta kepada Ku maka Aku makbulkan dan jika ia meminta dilindungi dari segala kesulitan, aku lindunginya
Akhirnya beliau berkata:
Daku tidak pernah mengaku sebagai Tuhan. Proses ittihad adalah naiknya jiwa manusia ke hadrat Ilahi, bukan melalui penyatuan. Leburnya segala sesuatu dari kesedaran dan pandangnnya, yang disedari dan dilihat hanya hakikat yang satu, yakni Allah. Bahkan ia tidak melihat dan menyedari sendiri kerana dirinya terlebur dalam Dia yang dilihat”
”Demi sedarlah daku dan tahulah daku bahawasnya sama sekali itu hanyalah tipuan khayalan belaka”

LIMA BINTANG CAHAYA TAREQAT NAQSHBANDIYAH

Silsilah tariqat Naqshbandi bermula daripada Khalifah – pengganti – Rasulullah (s.a.w) yang pertama iaitu, Abu Bakr Siddiq, sahabat yang paling rapat dan pengikut paling setia Rasulullah (s.a.w). Pewaris kepada beliau pula ialah Salman al-Farsi, dari Persia. Salman al-Farisi merupakan seorang sahabat yang sejak dai mudanya semasa di Persia, sentiasa mencari para ulama dan para‘ariffin’ (mereka yang arif tentang ilmu ketuhanan), lelaki mahupun wanita untuk menuntut ilmu daripada mereka, sehinggalah akhirnya beliau bertemu dengan orang yang dicari-carinya iaitu, Nabi dan Rasu pada zamannya, Muhammad sallallahu ‘alaihi wasalam. Pewaris kepada beliau pula ialah, Qassim bin Muhammad bin Abu Bakr, cucunda kepada Abu Bakr Siddiq, yang telah disebut diatas tadi. Seterusnya, rahsia amalan kesufian tariqat Naqshbandi ini pula diwarisi oleh Imam besar, Imam para ‘Ariffin’ dan Penunjuk Jalan Ketuhanan pada zamannya iaitu Jaf’ar as-Sadiq, orang yang Dipercayai. ! Beliau diakui sebagai Imam besar jalan ketuhanan oleh orang Islam yang berfahaman Sunni (ahlussunnah wal jama’ah) dan juga yang berfahaman Shi’a, Yahudi dan juga Kristian. Beliau merupakan generasi kelima keturunan Rasulullah (s.a.w) dan beliau mewarisi rahsia ilmu kesufian/ketuhanan ini daripada keluarga bondanya yang merupakan keturunan Abu Bakar dan juga daripada keluarga bapanya yang merupakan keturunan Nabi Muhammad melalui anak kesayangan baginda (s.a.w), Fatimah.
Bayazid al Bistami pula merupakan pewaris as-Sadiq didalam silsilah tariqat yang kaya dengan rahsia ilmu ketuhanan/kesufian ini. Datuk kepada Bayazid merupakan seorang majusi (penyembah api). Kehidupan zuhud yang menjadi amalan Bayazid tidak dapat ditandingi. Beliau merupakan ahli Sufi yang pertama yang mengutarakan konsep fana’un fillah (binasanya makhluk – sesungguhnya Allah jua yang wujud dan yang kekal).

Perkataan Naqshband, yang menjadi nama bagi tariqat ini bererti, ‘mengukir nama Allah didalam hati’. Sebab itulah, Imam tariqat ini dikenali sebagai Sultan Para Pengukir, yang masyhur bukan sahaja kerana merasai dan mengalami rasa dekatnya Allah dengan hambanya tapi juga kerana benar-benar dapat mengukir perkataan ‘Allah’pada dada nya. Ukiran perkataan ‘Allah’ dijumpai apabila beliau telah meninggal dunia, iaitu semasa pegurusan jenazah beliau. Karamah ini berlaku kerana beliau sentiasa berada didalam keadaan mengingati dan membasahkan lidah mereka dengan menyebut nama Tuhan yang Agung ‘Allah’. Kisah mengenai karamah beliau, rahmat tuhan kepadanya dan juga kata-kata puji-pujinya dan cintanya terhadap Tuhan, Keesaan Allah dan bekal untuk menyelami jalan menuju ke hadrat Allah s.w.t. banyak diperkatakan.


Salasilah Tarekat ini, mengandungi 40 imam-imam besar, yang bermula daripada Rasulullah (s.a.w) - kerana amalan, dzikir dan segala rahsia ketuhanan/kesufian tariqat ini diajari oleh Rasulullah (s.a.w) yang diwarisi turun temurun oleh imam-imam seterusnya. Pada setiap zaman terdapat satu imam yang merupakan Qutub dan Ghawth pada zaman tersebut. Imam-imam ini, mempunyai daya tarikan yang begitu kuat didalam 'mengajak' murid-muridnya ke hadrat Allah s.w.t. sehinggakan mereka akan datang dari jarak jauh hanya untuk berada dekat dengan imam-imam ini. Keupayaan ini untuk menggunakan kuasa kerohanian mereka tanpa sekatan masa dan ruang, merupakan penyebab berjuta-juta manusia mendekatkan diri mereka ke hadrat Allah s.w.t. - malah mungkin antara jutaan manusia itu tidak pun pernah bersua muka dengan Imam tadi.

Tariqat Naqshbandi mempunyai sejarah yang panjang iaitu silsilah pemimpin ataupun imam-imam besar bagi tariqat ini dapat dikesan sehingga ke Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq, Khalifah Ar-Rasyidun yang pertama.Abu Bakar as-Siddiq menjadi pengganti pertama kepada Rasulullah (s.a.w) untuk memimpin Ummat Islam pada masa itu dan mengukuhkan rohani dan iman mereka. Firman Allah didalam Al-quran yang mulia

"...sedang dia salah seorang dari 2 orang ketika keduanya berada dalam gua,di waktu dia berkata kepada temannya,Janganlah kamu berdukacita sesungguhnya Allah beserta kita." (Al-Quran, 9:40)

Rasulullah (s.a.w) pernah memuji Abu Bakar as-Siddiq dengan sabdanya,"Dikala terbit atau terbenamnya matahari, sinarnya yang memancar itu, tidak pernah menyinar pada seorang yang lebih baik selain Abu Bakar melainkan para Nabi dan Rasul." (Tarikh al-Khulafa) Baginda (s.a.w) juga pernah bersabda,"Abu Bakar lebih utama daripada kamu bukan kerana banyaknya solat atau puasa beliau melainkan kerana sesuatu rahsia yang berakar umbi di dalam hatinya."(Manaqib as-Sahaba Imam Ahmad). Rasulullah (s.a.w) pernah bersabda," Jika aku di kehendaki memilih teman yang kucintai,aku memilih Abu Bakr sebagai teman yang kucintai;tetapi dia adalah saudara dan sahabatku."(Sahih Muslim)

Tariqat Naqshbandi terbina asas dan rukunnya oleh 5 bintang yang bersinar diatas jalan Rasulullah (s.a.w) ini dan inilah yang merupakan ciri yang unik bagi tariqat ini yang membezakannya daripada tariqat lain. Lima bintang yang bersinar itu ialah Abu Bakr as-Siddiq,Salman Al-Farisi,Bayazid al-Bistami,Abdul Khaliq al-Ghujdawani dan Muhammad Bahauddin Uwaysi a-Bukhari yang lebih dikenali sebagai Shah Naqshband - Imam yang utama didalam tariqat ini.

Perkataan Naqshband berasal daripada dua cetusan idea : naqsh yang bermaksud "ukiran" dan ini diertikan sebagai mengukir nama Tuhan pada hati dan band pula bermaksud "ikatan" yang menunjukkan ikatan antara insan dan Penciptanya. Oleh itu ini bermakna Tariqat Naqshbandi mengajak murid-muridnya lelaki ataupun perempuan, agar melakukan solat dan menunaikan perkara yang wajib mengikut Al-Quran dan As-sunnah Rasulullah (s.a.w) dan kehidupan para sahabat berserta dengan sifat Ihsan. Agar terus bermujahadah dan dapat merasakan kehadiran Allah dan perasaan cinta kepada Allah didalam hati murid-murid tadi dan seterusnya terjalinlah ikatan antara murid dengan Penciptanya.

Salman al-Farisi
Selain daripada Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq siapakah lagi bintang yang bersinar di dalam tariqat warisan Rasulullah (s.a.w) ini? Salah seorang daripada mereka ialah Salman al-Farisi.Beliau berasal daripada Ispahan, sebuah bandar di Persia. Didalam sejarah, beliau adalah sahabat yang bertanggungjawab memberikan cadangan pembinaan parit kepada ummat Islam ketika menghadapi para Musyrikin semasa peperangan Ahzab.Cadangan ini telah dapat mengelakkan korban jiwa yang banyak dan seterusnya membawa kepada perdamaian dalam waktu yang singkat. Setelah baginda Rasulullah (s.a.w) wafat, beliau berpindah ke al-Madain, ibu negara Persia ketika itu. Ia diangakat menjadi Putera dan gabenor kota tersebut. Beliau terus menetap di kota tersebut hingga ke mangkatannya.

Bayazid Tayfur al-Bistami (q)
Seorang lagi bintang yang menyinari tariqat ini ialah Bayazid Tayfur al-Bistami. Datuk beliau merupakan seorang penganut agama Majusi. Bayazid mendalami 'ilmu shariah dan mengamalkan kehidupan yang amat zuhud. Sepanjang hidupnya dia amat tekun dan bersungguh-sungguh didalam mengamalkan segala suruhan agama. Dia mengajar murid-muridnya agar menyerahkan segala usaha mereka, di dalam tangan Allah. Dia juga menggalakkan murid-muridnya untuk mengamalkan ajaran Tauhid yang benar dan suci dengan penuh keikhlasan.
Doktrin Ketauhidan Bayazid al Bistami
Lima elemen utama terkandung di dalam doktrin ini iaitu: tetap melaksanakan kewajiban-kewajiban didalam agama berlandaskan wahyu (Al-quran) dan As-sunnah Nabi Muhammad (s.a.w)[hadith dan cara hidup baginda], sentiasa berkata benar, jauhi hati daripada menyimpan perasaan benci, menjauhi makanan yang membahayakan diri dan menjauhi bida'ah. Bayazid berkata, matlamat utama para Sufi ialah untuk melihat Allah di alam akhirat kelak.Dia pernah berkata: " Terdapat hamba-hamba Allah yang istimewa disisiNya, akan memilih dan meminta untuk dikeluarkan daripada syurga dengan segera sebagaimana penghuni neraka meminta untuk disegerakan keluar daripada neraka, SEKIRANYA pandangan mereka ditutup daripada berpeluang untuk memandang Allah di syurga."

Abdul Khaliq al-Ghujduvani (q)
Seorang lagi bintang yang bersinar, didalam tariqat warisan Rasulullah (s.a.w) ini, ialah Abdul Khaliq al-Ghujduvani. Beliau dilahirkan di sebuah kampung bernama Ghujduvani, berdekatan dengan Bukhara - sekarang dikenali sebagai Uzbekistan dan disinilah beliau dibesarkan dan dikebumikan. Beliau mempelajari 'Ilmu Wahyu, 'Ilmu Tafsir, Usul Fiqh dan 'Ilmu Hadith daripada Shaykh Sadruddin. Setelah menguasai 'Ilmu Ketuhanan (Shari'ah) dia meneruskan pula pengajiannya kepada Jihaddun Nafs iaitu memerangi nafsu yang ada didalam diri setiap insan. Beliau berusaha bersungguh-sungguh memerangi nafsu diri yang rendah sehinggalah beliau berada dan sampai kepada maqam kesucian dan keikhlasan. Beliau kemudian bermusafir ke Damascus dan membuka sekolah yang telah melahirkan ramai anak-anak murid yang meneruskan perjuangan menyebarkan ajaran Islam yang sebenar ke kawasan Asia Tengah dan juga Timur Tengah.
Abdul Khaliq menyambung kajian dan ajaran pemimpin tariqat sebelum beliau dengan mengumpulkan kaedah dzikr menurut sunnah Rasulullah (s.a.w).Didalam surat-suratnya beliau telah menulis tentang adab-adab yang perlu dipatuhi oleh setiap murid tariqat Naqshbandiyya. Antara kata-katanya," Wahai anakku, aku menyeru kamu supaya menuntut 'ilmu dan melakukan amalan saleh dan takutlah kamu kepada Allah. Ikutilah jejak orang-orang yang saleh dan bertaqwa yang datang sebelum kamu pada jalan kerohanian, berpeganglah pada jalan dan cara hidup Rasulullah (s.a.w), bersahabatlah dengan mukmin yang ikhlas dan jujur.Bacalah kitab-kitab Hukum Shariah dan Usul Fiqh, pelajarilah 'ilmu hadith,'ilmu tafsir, jauhilah mereka yang menipu didalam agama dan tetaplah solat berjamaah. Berhati-hati terhadap bahaya kemasyhuran. Duduklah bersama-sama orang-orang biasa dan janganlah kamu meminta-minta jawatan."

Shah Naqshband Muhammad Bahauddin Uways al-Bukhari (q)
Muhammad Bahauddin Uways al-Bukhari dikenali sebagai Shah Naqshband, Imam Tariqat Naqshbandi yang tiada tandingannya. Dilahirkan pada tahun 1317 masihi di sebuah kampung yang bernama Qasr al-Arifin terletak dekat dengan Bukhara. Dalam usia muda 18 tahun beliau telah mahir dan mempunyai pemahaman yang mendalam tentang 'Ilmu Shariah. Seterusnya beliau sentiasa bersama Shaykh Muhammad Baba as-Samasi, yang merupakan Imam al-Muhaddithin (ilmu hadith) di Asia Tengah pada zaman itu. Selepas kemangkatan beliau, Shah Naqshband bersama pula dengan Shaykh Amir Kulal. Shaykh Amir Kulal meneruskan dan menyempurnakan pendidikan Shah Naqshband didalam 'Ilmu al-Quran dan 'Ilmu adz-dzikr yang diwarisinya daripada Nabi Muhammad (s.a.w), Abu Bakr as-Siddiq, Salman al-Farisi sehinggalah ke zamannya.

Anak-anak murid Shaykh Amir Kulal biasa berdzikir dengan suara yang kuat semasa berdzikir beramai-ramai. Apabila berseorangan mereka berdzikir secara senyap. Shah Naqshband pernah berkata,

"Ada dua kaedah berdzikir iaitu yang kuat dan yang senyap. Saya memilih yang senyap kerana ia mempunyai kesan yang lebih mendalam." Kerana inilah, kaedah dzikir secara senyap merupakan ciri yang khusus bagi Tariqat Naqshbandiyya yang membezakannya daripada lain-lain tariqat. Walaupun Abu Bakr as-Siddiq dan Shah Naqshband memilih dan cenderung kepada kaedah dzikir secara senyap, mereka tidak pernah mengkritik kaedah dzikir secara kuat.

Shah Naqshband telah menunaikan fardhu haji sebanyak 3 kali. Selepas itu beliau menetap di Merv dan Bukhara. Di penghujung hidupnya dia kembali ke tempat kelahirannya, kota Qasr al-Arifin. Ajarannya menjadi buah mulut orang ramai dan dan namanya meniti dari bibir ke bibir. Pelawat daripada jauh datang untuk menziarahi dan belajar dan mendapatkan nasihat daripada beliau. Murid-muridnya menimba ilmu didalam madrasah dan masjid yang dapat memuatkan 5000 orang dalam satu-satu masa yang dibina oleh beliau. Madrasah ini merupakan pusat pengajian Islam yang terbesar di Asia Tengah. Bangunan ini terus berdiri tegak hingga sekarang walaupun telah melalui zaman pemerintahan Komunis selama 70 tahun. Sekarang kerajaan tempatan mula memperbaiki dan menjaga bangunan tersebut.

Ajaran Shah Naqshband telah memberi cahaya kedalam hati-hati murid-muridnya yang selama ini berada di dalam kegelapan. Beliau mengajar anak muridnya mengenai Keesaan Allah yang mana bidang ini menjadi bidang kepakaran Imam-imam Tariqat ini yang datang sebelum beliau. Beliau menekankan kepada anak muridnya tentang peri pentingnya untuk merealisasikan maqam al-Ihsan berdasarkan kepada hadith Rasulullah (s.a.w), "Ihsan ialah menyembah Allah seperti kita dapat melihatNya..."

Semasa beliau sakit di saat-saat penghujung hidupnya, beliau mengunci dirinya didalam sebuah bilik. Murid-muridnya datang menziarahi beliau tanpa henti-hentinya dan beliau memberi kepada mereka apa yang mereka perlukan. Pada satu ketika beliau telah menyuruh anak-anak muridnya membaca surah Yaasin. Setelah mereka selesai membacanya, beliau mengangkat tangan dan terus berdoa.Seterusnya beliau mengangkat jarinya sambil membaca kalimah syahadah. Setelah selesai membaca kalimah tersebut, ruh beliau pergi meninggalkan jasad untuk kembali ke hadrat ilahi,pada malam Isnin tahun 1388 masihi. Beliau dikebumikan didalam tamannya, seperti yang beliau wasiatkan. Raja-raja yang memerintah Bukahara selepas itu, menjaga serta membesarkan madrasah dan masjid yang telah beliau bina dan menambahkan jumlah wang waqaf bagi pemeliharaan dan kegunaan madrasah tersebut.

Shaykh-shaykh Tariqat Naqshbandi yang datang selepas Shah Naqshband telah banyak menulis tentang riwayat hidup beliau. Antaranya ialah Masoud al-Bukhari dan Sharif al-Jurjani yang menulis Risala Bahaiyya yang menerangkan secara terperinci mengenai kehidupan dan ajaran serta fatwa-fatwa yang telah di keluarkan oleh Shah Naqshband. Shaykh Muhammad Parsa yang meniggal di Madinah pada tahun 1419 menulis Risala Qudsiyya. Karya ini menceritakan mengenai kelebihan dan kesolehan serta ajaran-ajaran Shah Naqshband.

Banyak karya-karya yang telah ditinggalkan oleh Shah Naqsband untuk generasi selepas beliau. Antaranya termasuklah, al-Awrad al-Bahaiyya, Amalan-amalan Shah Naqshband, Tanbih al-Ghafilin Maslakul Anwar dan Hadiyyatus Salikin wa Tuhfat at-Talibeen. Dia juga telah menulis puji-pujian buat Rasulullah (s.a.w) dan mengeluarkan banyak fatwa pada zamannya. Antara pendapat beliau ialah, kesemua amalan dan kaedah penyembahan, samaada yang wajib ataupaun yang sunat, adalah dibenarkan untuk dilakukan bagi mencari dan mencapai haqiqat. Solat, puasa, zakat dan sedekah,berdzikir dan mnyebut nama-nama Allah, memerangi nafsu (mujahadatunnafs)dan kehidupan zuhud, merupakan kaedah-kaedah yang diutamakan agar seseorang murid itu, dapat sampai ke hadrat Ilahi. (Lihat 11 rukun Tariqat Nashbandi).
[Image] Shaykh Nazim al-Haqqani, Pemimpin Tariqat Naqshbandi pada masa ini, semasa menziarahi makam Shah Naqsband. Mufti Uzbekistan sedang memberi beliau segelas air daripada telaga air Shah Naqshband.

Shah Naqshband telah membina madrasah beliau untuk memperbaharui dan mengembalikan obor Islam bagi ummat Islam dizamannya untuk menghayati ajaran Islam sebagai cara hidup mereka. Beliau menekankan tentang pentingnya berpegang teguh kepada Al-Quran dan As-sunnah Rasulullah (s.a.w). Anak muridnya pernah bertanya kepada beliau,

"Apakah yang kami perlukan untuk mengikuti jalan Tuan?" Beliau menjawab, "Mematuhi dan menghayati jalan dan cara hidup Rasulullah (s.a.w) dengan penuh kecintaan."

Beliau menyambung lagi, "Jalan kita merupakan jalan yang jarang ditemui, kerana ia berpegang kepada Al-Urwatul Wuthqa, iaitu ikatan yang tidak boleh diputuskan. Jalan ini,tariqat ini hanya menghendaki pengikutnya, memegang pada jalan yang telah dilalui oleh Rasulullah (s.a.w) - jalan yang suci lagi terpelihara - dan jalan yang dilalui oleh pengikut dan para sahabat baginda (s.a.w) di dalam perjuangan kita untuk menuju ke hadrat ilahi - mengenal hakihat ketuhanan."
Kehidupan Shah Naqshband amatlah zuhud. Beliau amat mementingkan kehalalan makan yang beliau makan. Beliau memakan roti daripada barli yang beliau tanam dan tuai sendiri. Beliau amat mencintai para fakir miskin dan selalu memasak dan melayan mereka serta menziarahi mereka apabila mereka sakit. Sebenarnya beliau seorang yang kaya dan suka membelanjakan hartanya semata-mata pada jalan Allah, bukan untuk diri atau keluarga. Sifat beliau yang pemurah itulah yang menyebabkan beliau amat dicintai dan sifat kedermawanannya sentiasa menjadi buah mulut orang ramai.

Shah Naqsband pernah berkata:

"Tariqat Naqshbandi ini, merupakan jalan yang paling mudah dan senang bagi seorang murid untuk memahami tentang Tauhid.Ia bebas daripada bida'ah ataupun sebarang peyimpangan dan perbuatan yang ekstrim (shaathiyyat) ataupun tarian dan sebutan yang sukar untuk difahami (sama'a). Ia tidak meminta muridnya untuk sentiasa berlapar ataupun berjaga sepanjang malam.Oleh kerana sifat-sifat inilah, Tariqat Naqshbandiyya tetap bebas daripada mereka yang jahil ataupun penipuan (mushawazeen). Kesimpulannya, kita pula mengatakan bahawa tariqat kita ini merupakan ibu bagi tariqat-tariqat lain dan penjaga amanah kerohanian. Jalan ini adalah jalan yang paling selamat, berhikmah, dan jelas. Ia umpama telaga air yang daripadanya dapat diminum air yang suci dan amat bersih. Sehingga kini Tariqat Naqshbandiyya bebas daripada ancaman ataupun serangan daripada mana-mana pihak keran ia berpegang teguh pada As-sunnah Rasulullah (s.a.w)- jalan yang terpelihara lagi diredhai.

KISAH KOTA MANUSIA, RAJANYA ADALAH ROH


Ketika Allah menciptakan khalifahNya, Dia juga mendirikan sebuah kota baginya , di mana Sang khalifah itu boleh tinggal bersama rakyat jelatanya dan pegawai pemeritahannya. Dia menamai kota itu Manusia.Ketika Allah menyiapkan pembangunan kota itu, Dia berikan tempat khususditengah-tengahnya kepada khalifahnya yang dinamakan Hati. Ada cakap cakap angin mengatakan adakah khalifah betul-betul menetap di kota ini atau hanya menggunakannya sebagai pusat pentadbirannya. Apakah ia merupakan ruangan singahsana atau balai istana atau hanya tempat bersuara, tidaklah penting.Allah mendirikan kota dari bahan –bahan yang terdiri dari tanah, air, api dan angin. Pemimpin utama menyatakan dalam riwayat yang bernama firman Tuhan yang bermaksud:Langit dan bumi yang kuciptakan tak dapat meliputinya, namun hati hamba Ku yang beriman meliputimya.Manakala pemimpin kita Rasulullah juga bersabda yang bermaksud:Allah tidak memandang pada rupa parasmu atau perbuatan mu, tetapi hati mu.Allah selalu mengingati, memerhatikan dan mecermati nya setiap saaatDia yang meciptakan wakilnya, sudah pasti memerhatikan wakilnya itu, apa yang dibuatnya terhadap amanat yang telah diserahkannya.Allah mecipatkan roh sebagai khalifahnya atas tubuh, jadi Allah membuat roh bertanggungjawab terhadap tubuh. Ingat lah firman Allah yang bermaksud:… Kerana sesunggugguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati di dalam dadaManusia yang mengembara di seluruh pelosok dunia ini. Dalam kesempatan hidup mereka , mereka dapat melihat dengan jelas. Mereka melihat yang hidup dan yang mati, yang dibangunkan dan yang dihancurkan. Mereka punya mata untuk melihat, punya telinga untuk mendengar, jadi tidak mahu mengambil iktibar dari apa yang dilihat dan didenganya. Jika mereka lalai, itu kerana mereka buta.Pemimpin Rasulullah bersabda:Ada sekerat daging dalam tubuh manusia. Jika bersih ia dan baik , nescaya seluruh tubuh akan menjadi baik. Jika sekerat daging itu rusak, niscaya tubuh akan rusak. Sekerat daging itu adalah hati.Hati merupakan istana khalifah Allah, tempat meyimpan rahsia, ia merupakan peti besi tempat menyimpan catitan rahsia, hukum dan titah sang khalifah.Ingat jika sang pemimpin kota baik, niscaya rakyat jelata pun baik, jika sang pemimpin ini tersesat, para sahabat dan rakyatnya juga tersesat.Ketika Allah menajdikan roh manusia sebagai pemimpin utama kota manusia. Dia mengajar tentang perangai, perilaku dan fikiran para penduduk kota itu. Jadi, kerana ia memahami rakyatnya, maka rakyatnya menghormatinya, percaya kepadanya dan rela membelanya. Jika khalifah Allah ini, tidak setia dan khianati amanatnya, niscaya penduduknya akan rusak dan juga tidak setia kepadanya. Di pihak lain jika ia bertaqwa dan memuliakan yang memberikan kepadanya kekuasaan, maka para sahabat dan rakyat akan mempercayai dan menghormatinya.Jadi perhatikan diri anda sendiri. Jika anda bertaqwa, adil dan baik, maka roh anda pun akan jadi demikian jua. Anda sebagaimana roh anda.Orang melihat begitu banyak hal dalam dirinya tanpa menyedari mengapa semua itu ada. Siapakah semuanya itu terjadi sejak permulaaan atau terjadi sesudahnya atau akan tetap seperti itu jua pada bila- bila. Sebab orang tidak mengetahui kerahsiaaan pemerintahan Allah di dalam hati atau bagaimana melindungi sekerat daging kecil yang bernama hati tadi. Jika salah langkah boleh merusakan kita semua.Allah mendirikan menara di tanah tinggi di kota manusia. Dia membangunkannya dengan bahan-bahan yang terpilih, merancangnya untuk mengawasi seluruh kota dan meyebutnya dengan nama fikiran.Dia juga membuka jendela besar di puncaknya tersebut untuk menikmati empat sudut kota dan menamainya mata, telinga, mulut dan hidung.Di bahagian tengah menara pula, Dia membangunkan sebuah ruang untuk mneyimpan khazanah khayalan dan dalamnya tersimpan perbendaharaan yang tersusun sempurna.Para pemimpin panca indera ini, dapat manfaatkan ruang maklumat ini untuk kemudiannya menambah akan data-data baru kepadanya. Mimpi dalam tidur pun berasal dari ruang ini. Di sini juga, semua kekayaan dari kutipan cukai dikumpulkan oleh para pemungut cukai di dalam kota manusia, di mana hasil wang dipisahkan berdasarkan halal dan yang haram.Allah juga membangunkan ruang lain di dalam menara fikiran itu ia dinamai ruangakal. Barang-barang di dalam ruang itu berasal dari dari ruang khayalan. Di sini barang-barang ditimbang dan diukur. Di mana apa-apa yang benar yang disimpan dalam ruang, manakala yang salah dikembalikan pada ruang pertama tadi.Pada sebuah sudut fikiran, dibangunkan pula ruang lain , tempat menyimpan kenangan. Penjaga kenangan ini adalah seorang penjawat yang bernama akal.Ada kawasan lain, di dalam kota manusia yang dijadikan tempat tinggal yang bernama nafsu, sang puteri mahkota khalifah Allah. Tempat ini dikenal sebagai mementingkan diri sendiri. Disinilah terdapat berbagai pertentangan, di sini juga tersimpan perintah Allah maupun laranganNya. Pada malam agung tertentu, Perintah yang Maha Agung diturunkan di sini. Tempat itu, dilindungi sendiri oleh Allah,sebab ia berada dibawah tempat pijak, tempat kakinya yang suci berpijak iaitu roh.(khalifah Allah) yang berada di bawah dan dilindungi oleh singgahsanaNya .Mengikut Imam Al Ghazali , beliau berkata:Manusia adalah anak yang ayahnya adala roh dan ibunya adalah jiwa. Dia berpendapat bahawa Tuhan menjaga roh pada pada tingkatan tertinggi di bawah singgasanahNya dan ibu kita, jiwa pada tingkatan lebih rendah di bawah kakinya. Jadi Dia adalah Tuhan kedua orang tua kita, Dia lah Tuhan raga, roh dan jiwa. Kaum sufi mengetahui bahawa semua ucapan dan perbuatan jiwa,benar atau salah telah ditakdirkan oleh Tuhan. Satu-satunya bahagian manusia yang tak terkena tempias takdir ialah roh, yang mereka mengikutinya pada masa-masa hadapan.Sebenarnya manusia memiliki tiga jenis jiwa iaitu jiwa tumbuhan yang dikelompokkan dalamnya benda-benda mati. Jenis kedua ialah jiwa haiwani, yang di dalamya dikelompokkan golongan haiwan, jenis ketiga ialah jiwa rasional, yang di dalamnya di bezakan dari kedua-dua makhluk sebelumnya. Dengan dikaitkan dengan manusia. Dengan jiwa yang ketiga tadi manusia menjadi lebih unggul dari malaikat.Seterusnya dalam kerajaan manusia, Allah mencipatakan kekuatan lain yang sifatnya selalu memberontak dan ingin merebut kuasa roh dan akal. Ia dinamakan sebagai hawa nafsu dan menteri kanannya bernama syahwat.Suatu hari, syahwat menyamar dalam pasukan kerajaan manusia, berjalan-jalan di sebahagian taman indah. Tanpa sengaja, dia bertemu dengan nafs, iaitu isteri tersayang sang khalifah, Kemudian saling berpandangan dan syahwat mula jatuh cinta kepada nafs, Untuk bersatu dengannya, syahwat telah mengerjakan berbagai helah licik, Dia menggunakan cara rayuan, bersolek , memberi hadiah indah-indah apa-apa yang dimilikinya. Utusannya yang bernama angan-angan dan dutanya yang bernama terpedaya pun kehilir kehulu di antara kedua-duanya sehingga sang isteri khalifah tadi pun jatuh cinta kepada syahwat. Sayangnya,khalifah sendiri tidak menyedarinya. Tetapi, akal mengetahuinya keadaan ini, coba menutup sebelah mata dan menyembunyikannya agar sang khalifah tidak menaruh curiga.Bahkan dalam keadaan tertentu, nafs atau jiwa telah pun di bawah pengaruh nafsu dan syahwat begitu mencengkam. Meskipun roh mengetahui bahaya godaaan jiwa yang selalu memerintahkan kepada kejahatan. Manusia tetap berada pada keadaan yang amat sulit. Manusia tadi, terombang ambing di antara dua buah pengaruh yang kuat, roh menyerunya ke arah kebaikan, tetapi jiwa selalu terus menerus menyeru kepada kejahatan ,Tetapi semua dugaan ini telah diizinkan Allah. Sebagaimana firmannya bermaksud dalam surah al-syamas:91. Bermaksud:Dan jiwa serta penyermpurnaannya , maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kepada kefasikan dan ketaqwaan.Manusia yang selalu mmentingkan diri sendiri dan kepada jiwa ia terpengaruh kepada hasutan, kepada kejahatan. Jika ia tergoda, hilanglah kesuciannya. Semuanya datang dari sisi Allah, Di mana Ia menjadikan jiwa yang selalu menyeru kepada kearah kejahatan dan Dia pula yang menjadikan sikap ego manusia yang condong kepada kejahatan dan kabaikan, siling berganti. Ketika jiwa berfikir, merenung dan insaf, ia menjadi murni dan normal kembali. Kemudian jiwa ini disebut dengan jiwa yang tenang.Meskipun Allah telah mencipatkan khalifahnya dengan sifat-sifat yang sangat sempurna namun Dia tetap memandangnya lemah, tak berdaya dan papa kedana. Allah ingin agar khalifahNya menyedari bahawa khalifahnya akan menemui kekuatan hanya dengan pertololongan dan sokongan padu Tuhannya. Dia menciptakan halangan dan dugaan-dugaan yang kuat baginya itu untuk mehghalangi kepada kesedaran. Ini lah rahsia dua kemungkinan yang saling berlawanan bagi diri manusia tadi.Roh dan nafsu adalah suami isteri yang sah. Jika sang suami memanggil isterinya, namun isterinya tidak menyahut, orang akan berkata, mengapa isterinya tidak datang kepada mu. Maka si suami bertanya kepada pembantu yang dikasihinya iaitu akal, mengapa isterinya bersikap diam, Akal mengatakan kepada tuannya, hai tuanku yang baik hati, engkau menyeru yang kedudukannya adalah setara dengan kekdudukanmu sendiri, yang mempunyai wilayah pemeritahannya sendiri, dengan kekuatan dan berada di bawah perintah Yang Maha Kuasa juga. Dia disebut sebagai nafsu duniawi, jiwa ini selalu menyeru ke arah kejahatan. Tidaklah begitu mudah untuk menaklukinya.Roh megirimkan sepucuk surat kepada isterinya melalui penasihat kananya, yang mejelaskan perasaanya kepadanya. Namun nafsu telah menangkap dan memenjarakan utusan roh. Akal sebagai penasihat kanan roh, telah ditakluki di bawah tekanan nafsu .Ketika akal kini di bawah pengaruh nafsu, telah diizinkan kembali ke tuannya roh, dia telah menyampaikan pesanan bahawa dia bukan sahaja kehilangan isterinya malah telah banyak juga pegawai-pegawainya dan pasukannya telah berpihak kepada isterinya. Hanya segelintir sahaja yang tetap setia kepadanya.Fikiran telah memberitahu kepada roh bahawa musuhnya telah mamasuki halaman istana, telah siap siaga menghancurkan pemerintahannya, merebut tahta kerajaan dan mengambil alihnya. Akal telah memberitahu tugas sucinya adalah untuk memperingatkan kepada roh sebelum mereka berdua binasa.Kini, dengan peringatan dari akal, roh mengetahui bahawa dia telah dilumpuhkan, Dia sudah tak berdaya dan kini pasrah diri kepada Tuhannya pemilik segala sesuatu. Kini Roh sudah mengetahui, dia sudah tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Kini dia tahu di saat cemas beginilah apa erti makna Tuhan kepadanya yang maha perkasa.Ketika khalifah Allah yang bernama roh mengadap junjung kasih kepada Tuhannya untuk meiminta pertolongan.Tuhan telah menjadi perantara antara roh dan nafsu. Kemudian nafsu menahan dirinya dan tidak lagi melakukan penguasaan menyeluruh atas kerajaan manusia tadi.Menyahuti dan meghormati akan kekuasaan Tuhan, maka roh dan nafsu menundukkan kepala mereka dalam ketaatan, puas dengan keridhaan Allah sebagaimana Firman Allah berbunyi: dalam surah Al- fajar:27-30, yang bermaksud:Hai jiwa yang tenang (Muthamainnah), kembalilah kepada Ku, dengan hati yang puas lagi diredhai, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaku Ku dan masuklah ke dalam syurga KuKini perbezaan antara kedua-duanya telah lenyap. Mereka akhirnya bersatu kembali.Tuhan menamai jiwa yang tenan sebab pada diri nafsu telah menyedari potensi dan kemampuan yang sebenarnya. Jika ia tergoda oleh kejahatan, ia menentang kodratnya sendiri, seperti dalam, firman Allah surah an nisa:78 yang bermaksud:Semuanya dari sisi AllahJuga, dalam surah al-isra’ :20, yang bermaksud:Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.Ketika Dia memanggil roh dan nafsu kepada diriNya sendiri dengan puas lagi diredhaiNYa, tersirat bahawa kedua-duanya saling meridhai dan serasa. Ketika Dia megundang mereka berdua ke syurgaNya, sebenarnya Dia mengundang mereka menuju keselamatan di sebuah tempat yang damai, jauh dari tempat-tempat yang tidak diredhai Tuhan. Ketika ia diminta datang ke dalam syurga bersama para hambaNya yang dicintaiNYa, dimasukkanNya mereka ke dalam golongan orang yang taat patuh kepada Nya dan telah mengikat kukuh hati mereka tunduk kepadaNya.Di dalam kerajaan manusia, di bawah pemeritahan roh, khalifah Allah terdapat empat golologan penduduk:1.     Mukmin sejati yang mamatuhi hukum-hukum Tuhan mereka dan, mereka mampu melindungi diri sendiri dari semua kejahatan1.     Golongan kedua, mereka pada dasarnya beriman, namun terkadang tersasar berbuat maksiat1.     Golongan ketiga, kumpulan munafik iaitu yang menampakkan keimanan padahal sebenarnya mereka tidak beriman1.     Golongan keempat . Golongan kafir yang memandang diri mereka sendiri sebagai TuhanInilah kenyataan yang ada pada kerajaan manusia, di tengah-tengah berlakunya kejahatan, rasa dengki, perang antara roh dan nafsu. Fikiran dan jiwa yang selalu mengarahkan kepada kejahatan.

ILMU TAUHID: AQAI’DUL IMAN


Adapun Aqa’idul Iman itu lima bahagi:
1. Aqa’idul Iman 50, yaitu dengan ringkas untuk mengesahkan iman kita dan wajib diketahui bagi tiap-tiap orang islam yang baligh lagi beraqal laki-laki atau perempuan yang mula hendak mengerjakan ibadah kepada Allah Ta’ala, jikalau tiada kita mengetahui Aqa’idul Iman yang ringkas ini maka tiadalah syah ibadah kita kepada Allah Ta’ala yaitu 20 sifat yang wajib dan 20 sifat yang mustahil dan 1 sifat yang harus maka dijumlahkan jadi 41 dan 4 sifat yang wajib bagi rasul dn 4 sifat pula yang mustahil dan 1 sifat yang harus pada rasul maka jadi 9, maka dijumlahkan dengan 41, jadi 50 Aqa’id
2. Aqa’idul Iman 60
3. Aqa’idul Iman 64
4. Aqa’idul Iman 66
5. Aqa’idul Iman 68
Adapun Aqa’idul Iman yang empat (4) kemudian ini untuk ma’rifat yaitu untuk membedakan dzat Allah Ta’ala dengan dzat yang baharu, dan membedakan sifat Allah Ta’ala dengan sifat yang baharu dan membedakan perbuatan Allah Ta’ala dengan perbuatan yang baharu, maka kesemuanya itu benar, hanya perselisihannya pada Rukun Iman sahaja, setengahnya tiada dimasukkan Rukun Iman yang 4 perkara, maka jadi 60, setengahnya dimasukkan Rukun Iman tetapi tiada dimasukkan lawannya, maka jadi 64, dan setengahnya dimasukkan Rukun Iman yang 4 perkara dan lawannya , maka jadilah 68 dan yang 66 tiada masyhur sebab tiada dimasukkan satu (1) sifat yang wajib bagi Rasul dan lawannya maka inilah sebab menjadi 66.
Maka baharulah jadi Syahadat itu dua (2) bahagi:
1. Syahadat Tauhid, yaitu Ashadu anllaa ilaha ilallah
2. Syahadat Rasul, yaitu Ashadu ana muhammadarrasuulullaah
Adapun Fardhu Syahadat itu dua perkara:
1. Diikrarkan dua kalimah itu dengan lidah
2. Ditasdiqkan makna itu kedalam hati
Syarat Syahadat itu empat perkara:
1. Diketahui apa isi didalam dua kalimah itu
2. Diikrarkan dua kalimah itu dengan lidah
3. Ditasdiqkan maknanya itu kedalam hati
4. Diyakinkan sungguh-sungguh didalam hati
Rukun Syahadat itu empat perkara:
1. Mengisbatkan dzat Allah Ta’ala dzat yang wajibal wujud
2. Mengisbatkan sifat Allah Ta’ala sifat yang kamalat atau sifat yang kesempurnaan
3. Mengisbatkan af’al Allah Ta’ala memberi bekas dan yang berlaku dalam alam ini semua perbuatannya
4. Mengisbatkan kebenaran Rasulullah dan Muhammad itu benar-benar pesuruh Allah
Kesempurnaan Syahadat itu empat (4) perkara:
1. Diketahui
2. Diikrarkan dengan lidah
3. Ditasdiqkan maknanya didalam hati
4. Diamalkan dari dalam hati hingga melimpah keseluruh anggota
Yang Membinasakan Syahadat itu empat (4) perkara:
1. Syak hatinya pada Allah Ta’ala
2. Menduakan Allah Ta’ala
3. Menyangkal dirinya dijadikan Allah Ta’ala
4. Tiada mengisbatkan dzat, sifat dan af’al Allah Ta’ala dan kebenaran Rasul

SALMAN AL-FARISI R.A PENCARI KEBENARAN


SALMAN AL-FARISI R.A PENCARI KEBENARAN


Sesiapa yang mencari kebenaran, pasti akan menemuinya. Kisah ini adalah kisah benar pengalaman seorang manusia mencari agama yang benar (hak), iaitu pengalaman Salman Al Farisy
Marilah kita semak Salman menceritakan pengalamannya selama mengembara mencari agama yang hak itu. Dengan ingatannya yang kuat, ceritanya lebih lengkap, terperinci dan lebih terpercaya. seorang sahabat Rasulullah saw.
Dari Abdullah bin Abbas Radliyallahu 'Anhuma berkata, "Salman al-Farisi Radliyallahu 'Anhu menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Kata Salman, "Saya pemuda Parsi, penduduk kota Isfahan, berasal dari desa Jayyan. Bapaku pemimpin Desa. Orang terkaya dan berkedudukan tinggi di situ. Aku adalah insan yang paling disayangi ayah sejak dilahirkan. Kasih sayang beliau semakin bertambah seiring dengan peningkatan usiaku, sehingga kerana teramat sayang, aku dijaga di rumah seperti anak gadis.
Aku mengabdikan diri dalam Agama Majusi (yang dianut ayah dan bangsaku). Aku ditugaskan untuk menjaga api penyembahan kami supaya api tersebut sentiasa menyala.
Ayahku memiliki kebun yang luas, dengan hasil yang banyak Kerana itu beliau menetap di sana untuk mengawasi dan memungut hasilnya. Pada suatu hari bapa pulang ke desa untuk menyelesaikan suatu urusan penting. Beliau berkata kepadaku, "Hai anakku! Bapa sekarang sangat sibuk. Kerana itu pergilah engkau mengurus kebun kita hari ini menggantikan Bapa.''
Aku pergi ke kebun kami. Dalam perjalanan ke sana aku melalui sebuah gereja Nasrani. Aku mendengar suara mereka sedang sembahyang. Suara itu sangat menarik perhatianku.
Sebenarnya aku belum mengerti apa-apa tentang agama Nasrani dan agama-agama lain. Kerana selama ini aku dikurung bapa di rumah, tidak boleh bergaul dengan siapapun. Maka ketika aku mendengar suara mereka, aku tertarik untuk masuk ke gereja itu dan mengetahui apa yang sedang mereka lakukan. Aku kagum dengan cara mereka bersembahyang dan ingin menyertainya.
Kataku, "Demi Allah! ini lebih bagus daripada agama kami."Aku tidak berganjak dari gereja itu sehinggalah petang. Sehingga aku terlupa untuk ke kebun.
Aku bertanya kepada mereka, "Dari mana asal agama ini?"
"Dari Syam (Syria)," jawab mereka.
Setelah hari senja, barulah aku pulang. Bapa bertanyakan urusan kebun yang ditugaskan beliau kepadaku.
Jawabku, "Wahai, Bapa! Aku bertemu dengan orang sedang sembahyang di gereja. Aku kagum melihat mereka sembahyang. Belum pernah aku melihat cara orang sembahyang seperti itu. Kerana itu aku berada di gereja mereka sampai petang."
Bapa menasihati akan perbuatanku itu. Katanya, "Hai, anakku! Agama Nasrani itu bukan agama yang baik. Agamamu dan agama nenek moyangmu (Majusi) lebih baik dari agama Nasrani itu!"
Jawabku, "Tidak! Demi Allah! Sesungguhnya agama merekalah yang lebih baik dari agama kita."
Bapa khuatir dengan ucapanku itu. Dia takut kalau aku murtad dari agama Majusi yang kami anuti. Kerana itu dia mengurungku dan membelenggu kakiku dengan rantai.
Ketika aku beroleh kesempatan, kukirim surat kepada orang-orang Nasrani minta tolong kepada mereka untuk memaklumkan kepadaku andai ada kafilah yang akan ke Syam supaya memberitahu kepadaku. Tidak berapa lama kemudian, datang kepada mereka satu kafilah yang hendak pergi ke Syam. Mereka memberitahu kepadaku.
Maka aku berusaha untuk membebaskan diri daripada rantai yang membelengu diriku dan melarikan diri bersama kafilah tersebut ke Syam.
Sampai di sana aku bertanya kepada mereka, "Siapa kepala agama Nasrani di sini?"
"Uskup yang menjaga "jawab mereka.
Aku pergi menemui Uskup seraya berkata kepadanya, "Aku tertarik masuk agama Nasrani. Aku bersedia menadi pelayan anda sambil belajar agama dan sembahyang bersama-sama anda."
'Masuklah!" kata Uskup.
Aku masuk, dan membaktikan diri kepadanya sebagai pelayan.
Setelah beberapa lama aku berbakti kepadanya, tahulah aku Uskup itu orang jahat. Dia menganjurkan jama'ahnya bersedekah dan mendorong umatnya beramal pahala. Bila sedekah mereka telah terkumpul, disimpannya saja dalam perbendaharaannya dan tidak dibahagi-bahagikannya kepada fakir miskin sehingga kekayaannya telah berkumpul sebanyak tujuh peti emas.
Aku sangat membencinya kerana perbuatannya yang mengambil kesempatan untuk mengumpul harta dengan duit sedekah kaumnya. tidak lama kemudian dia meninggal. Orang-orang Nasrani berkumpul hendak menguburkannya.
Aku berkata kepada mereka, 'Pendeta kalian ini orang jahat. Dianjurkannya kalian bersedekah dan digembirakannya kalian dengan pahala yang akan kalian peroleh. Tapi bila kalian berikan sedekah kepadanya disimpannya saja untuk dirinya, tidak satupun yang diberikannya kepada fakir miskin."
Tanya mereka, "Bagaimana kamu tahu demikian?"
Jawabku, "Akan kutunjukkan kepada kalian simpanannya."
Kata mereka, "Ya, tunjukkanlah kepada kami!"
Maka kuperlihatkan kepada mereka simpanannya yang terdiri dan tujuh peti, penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka saksikan semuanya, mereka berkata, "Demi Allah! Jangan dikuburkan dia!"
Lalu mereka salib jenazah uskup itu, kemudian mereka lempari dengan batu. Sesudah itu mereka angkat pendeta lain sebagai penggantinya. Akupun mengabdikan diri kepadanya. Belum pernah kulihat orang yang lebih zuhud daripadanya. Dia sangat membenci dunia tetapi sangat cinta kepada akhirat. Dia rajin beribadat siang malam. Kerana itu aku sangat menyukainya, dan lama tinggal bersamanya.
Ketika ajalnya sudah dekat, aku bertanya kepadanya, "Wahai guru! Kepada siapa guru mempercayakanku seandainya guru meninggal. Dan dengan siapa aku harus berguru sepeninggalan guru?"
Jawabnya, "Hai, anakku! Tidak seorang pun yang aku tahu, melainkan seorang pendeta di Mosul, yang belum merubah dan menukar-nukar ajaran-ajaran agama yang murni. Hubungi dia di sana!"
Maka tatkala guruku itu sudah meninggal, aku pergi mencari pendeta yang tinggal di Mosul. Kepadanya kuceritakan pengalamanku dan pesan guruku yang sudah meninggal itu.
Kata pendeta Mosul, "Tinggallah bersama saya."
Aku tinggal bersamanya. Ternyata dia pendeta yang baik. Ketika dia hampir meninggal, aku berkata kepada nya, "Sebagaimana guru ketahui, mungkin ajal guru sudah dekat. Kepada siapa guru mempercayai seandainya guru sudah tiada?"
Jawabnya, "Hai, anakku! Demi Allah! Aku tak tahu orang yang seperti kami, kecuali seorang pendeta di Nasibin. Hubungilah dia!"
Ketika pendeta Mosul itu sudah meninggal, aku pergi menemui pendeta di Nasibin. Kepadanya kuceritakan pengalamanku serta pesan pendeta Mosul.
Kata pendeta Nasibin, "Tinggallah bersama kami!"
Setelah aku tinggal di sana, ternyata pendeta Nasibin itu memang baik. Aku mengabdi dan belajar dengannya sehinggalah beliau wafat. Setelah ajalnya sudah dekat, aku berkata kepadanya, "Guru sudah tahu perihalku maka kepada siapa harusku berguru seandainya guru meninggal?"
Jawabnya, "Hai, anakku! Aku tidak tahu lagi pendeta yang masih memegang teguh agamanya, kecuali seorang pendeta yang tinggal di Amuria. Hubungilah dia!"
Aku pergi menghubungi pendeta di Amuria itu. Maka kuceritakan kepadanya pengalamanku.
Katanya, "Tinggallah bersama kami!
Dengan petunjuknya, aku tinggal di sana sambil mengembala kambing dan sapi. Setelah guruku sudah dekat pula ajalnya, aku berkata kepadanya, "Guru sudah tahu urusanku. Maka kepada siapakah lagi aku akan anda percayai seandainya guru meninggal dan apakah yang harus kuperbuat?"
Katanya, "Hai, anakku! Setahuku tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang berpegang teguh dengan agama yang murni seperti kami. Tetapi sudah hampir tiba masanya, di tanah Arab akan muncul seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama Nabi Ibrahim.
Kemudian dia akan berpindah ke negeri yang banyak pohon kurma di sana, terletak antara dua bukit berbatu hitam. Nabi itu mempunyai ciri-ciri yang jelas. Dia mahu menerima dan memakan hadiah, tetapi tidak mahu menerima dan memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian. Jika engkau sanggup pergilah ke negeri itu dan temuilah dia!"
Setelah pendeta Amuria itu wafat, aku masih tinggal di Amuria, sehingga pada suatu waktu segerombolan saudagar Arab dan kabilah "Kalb" lewat di sana. Aku berkata kepada mereka, "Jika kalian mahu membawaku ke negeri Arab, aku berikan kepada kalian semua sapi dan kambing-kambingku."
Jawab mereka, "Baiklah! Kami bawa engkau ke sana."
Maka kuberikan kepada mereka sapi dan kambing peliharaanku semuanya. Aku dibawanya bersama-sama mereka. Sesampainya kami di Wadil Qura aku ditipu oleh mereka. Aku dijual kepada seorang Yahudi. Maka dengan terpaksa aku pergi dengan Yahudi itu dan berkhidmat kepadanya sebagai hamba. Pada suatu hari anak saudara majikanku datang mengunjunginya, iaitu Yahudi Bani Quraizhah, lalu aku dibelinya daripada majikanku.
Aku berpindah ke Yastrib dengan majikanku yang baru ini. Di sana aku melihat banyak pohon kurma seperti yang diceritakan guruku, Pendeta Amuria. Aku yakin itulah kota yang dimaksud guruku itu. Aku tinggal di kota itu bersama majikanku yang baru.
Ketika itu Nabi yang baru diutus sudah muncul. Tetapi baginda masih berada di Makkah menyeru kaumnya. Namun begitu aku belum mendengar apa-apa tentang kehadiran serta da'wah yang baginda sebarkan kerana aku terlalu sibuk dengan tugasku sebagai hamba.
Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah saw. berpindah ke Yastrib. Demi Allah! Ketika itu aku sedang berada di puncak pohon kurma melaksanakan tugas yang diperintahkan majikanku. Dan majikanku itu duduk di bawah pohon. Tiba-tiba datang anak saudaranya mengatakan, "Biar mampus Bani Qaiah!( kabilah Aus dan Khazraj) Demi Allah! Sekarang mereka berkumpul di Quba' menyambut kedatangan lelaki dari Makkah yang mendakwa dirinya Nabi."
Mendengar ucapannya itu badanku terasa panas dingin seperti demam, sehingga aku menggigil kerananya. Aku kuatir akan jatuh dan tubuhku akan menimpa majikanku. Aku segera turun dari puncak ponon, lalu bertanya kepada tamu itu, "Apa kabar anda? Cubalah khabarkan kembali kepadaku!"
Majikanku marah dan memukulku seraya berkata, "Ini bukan urusanmu! Kerjakan tugasmu kembali!"
Keesokannya aku mengambil buah kurma seberapa banyak yang mampu kukumpulkan. Lalu kubawa ke hadapan Rasulullah saw..
Kataku "Aku tahu tuan orang soleh. Tuan datang bersama-sama sahabat tuan sebagai perantau. Inilah sedikit kurma dariku untuk sedekahkan kepada tuan. Aku lihat tuanlah yang lebih berhak menerimanya daripada yang lain-lain." Lalu aku hulurkan kurma itu ke hadapannya.
Baginda berkata kepada para sahabatnya, "silakan kalian makan,...!" Tetapi baginda tidak menyentuh sedikit pun makanan itu apalagi untuk memakannya.
Aku berkata dalam hati, "Inilah satu di antara ciri cirinya!"
Kemudian aku pergi meninggalkannya dan kukumpulkan pula sedikit demi sedikit kurma yang terdaya kukumpulkan. Ketika Rasulullah saw. pindah dari Quba' ke Madinah, kubawa kurma itu kepada baginda.
Kataku, "Aku lihat tuan tidak mahu memakan sedekah. Sekarang kubawakan sedikit kurma, sebagai hadiah untuk tuan."
Rasulullah saw. memakan buah kurma yang kuhadiahkan kepadanya. Dan baginda mempersilakan pula para sahabatnya makan bersama-sama dengannya. Kataku dalam hati, "ini ciri kedua!"
Kemudian kudatangi baginda di Baqi', ketika baginda menghantar jenazah sahabat baginda untuk dimakamkan di sana. Aku melihat baginda memakai dua helai kain. Setelah aku memberi salam kepada baginda, aku berjalan mengekorinya sambil melihat ke belakang baginda untuk melihat tanda kenabian yang dikatakan guruku.
Agaknya baginda mengetahui maksudku. Maka dijatuhkannya kain yang menyelimuti belakangnya, sehingga aku melihat dengan jelas tanda kenabiannya.
Barulah aku yakin, dia adalah Nabi yang baru diutus itu. Aku terus memeluk bagindanya, lalu kuciumi dia sambil menangis.
Tanya Rasulullah, "Bagaimana khabar Anda?"
Maka kuceritakan kepada beliau seluruh kisah pengalamanku. Beliau kagum dan menganjurkan supaya aku menceritakan pula pengalamanku itu kepada para sahabat baginda. Lalu kuceritakan pula kepada mereka. Mereka sangat kagum dan gembira mendengar kisah pengalamanku.
Berbahagilah Salman Al-Farisy yang telah berjuang mencari agama yang hak di setiap tempat. Berbahagialah Salman yang telah menemukan agama yang hak, lalu dia iman dengan agama itu dan memegang teguh agama yang diimaninya itu. Berbahagialah Salman pada hari kematiannya, dan pada hari dia dibangkitkan kembali kelak.
Salman sibuk bekerja sebagai hamba. Dan kerana inilah yang menyebabkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. "Rasulullah saw. suatu hari bersabda kepadaku, "Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!" Maka majikanku membebaskan aku dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus aku tanam untuknya dan 40 uqiyah.
Kemudian Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabat dan bersabda, "Berilah bantuan kepada saudara kalian ini." Mereka pun membantuku dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang sahabat ada yang memberiku 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon, dan ada yang 10 pohon, setiap orang sahabat memberiku pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.
Setelah terkumpul Rasulullah saw. bersabda kepadaku, "Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya di tanganku."
Aku pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai aku menghadap Rasulullah saw. dan memberitahukan perihalku, Kemudian Rasulullah saw. keluar bersamaku menuju kebun yang aku tanami itu. Kami dekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada baginda dan Rasulullah saw. pun meletakkannya di tangan baginda. Maka, demi jiwa Salman yang berada di tanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati.
Untuk tebusan pohon kurma sudah dipenuhi, aku masih mempunyai tanggungan wang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah saw. membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang. Lantas baginda bersabda, "Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?"
Kemudian aku dipanggil baginda, lalu baginda bersabda, "Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!"
"Wahai Rasulullah saw., bagaimana status emas ini bagiku? Soalku inginkan kepastian daripada baginda.
Rasulullah menjawab, "Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberi kebaikan kepadanya." Kemudian aku menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di tanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian aku penuhi tebusan yang harus aku serahkan kepada majikanku, dan aku dimerdekakan.
Setelah itu aku turut serta bersama Rasulullah saw. dalam perang Khandaq, dan sejak itu tidak ada satu peperangan yang tidak aku ikuti.'
(HR. Ahmad, 5/441; ath-Thabrani dalam al-Kabir(6/222); lbnu Sa'ad dalamath-Thabagat, 4/75; al-Balhaqi dalam al-kubra, 10/323.)
KEJUTAN antara senjata ampuh dalam peperangan. Itulah yang berlaku dalam Perang Khandak (Parit). Selepas kejayaan tentera Quraisy mengalahkan umat Islam pada perang Uhud, mereka ingin melakukannya lagi dalam perang Khandak pada 6 Hijrah. Dengan pakatan orang Yahudi Madinah daripada puak Bani Nadir dan jumlah tentera melebihi 10,000 pasukan, tentera gabungan kaum musyrik di bawah pimpinan Abu Sufyan ibn Harb menyerang Madinah.

Tentera Islam dengan kepemimpinan Nabi SAW hanya berjumlah 3,000 pasukan, manakala pihak musuh pula 10,000 orang. Mesyuarat pun diadakan untuk mencari kesepakatan yang terbaik dalam mempertahankan Madinah.
“Wahai Rasulullah,” jelas suara seseorang mula mengemukakan pendapatnya. “Mengapa kita tidak membuat parit di sekeliling Madinah? Cara ini biasa kami lakukan dalam menghadapi peperangan.” Semua yang mendengar terpegun dan berasa hairan. Membuat parit? Untuk apa? Tidak pernah terbayangkan oleh mereka cara ini. Pasti akan memakan masa yang lama.” Itulah mungkin antara reaksi yang timbul.
Nabi pun menerima cadangan itu dan memerintahkan semua sahabat untuk membuat parit di sekitar Madinah. Akhirnya mereka berhasil membuatnya dalam tempoh enam hari. Berkat parit itulah, Madinah terselamat daripada jatuh ke tangan musuh Islam. Umat Islam memperoleh kemenangan besar dalam peperangan ini dan dijadikan satu nama surah al-Quran iaitu surah al-Ahzab (Gabungan Tentera).

Antara sebab kemenangan itu adalah ada unsur kejutan dalam pembuatan parit yang tidak dikenali masyarakat Arab ketika itu. Unsur kejutan ini diberikan cadangannya oleh seorang sahabat warga asing yang berasal dari Parsi bernama Rouzbeh atau yang dikenali dalam Islam dengan nama Salman al-Farisi.

Salman al-Farisi pada awal hidupnya ialah seorang bangsawan dari Parsi yang menganut agama Majusi.

Beliau dilahirkan di kota Kazerun, Fars, Iran. Ayahnya seorang Dihqan atau pegawai daerah. Dia adalah orang terkaya dan memiliki rumah terbesar.
Sebagai seorang ilmuwan dalam agama Majusi yang tidak henti-henti mencari kebenaran, Salman kemudian menemukan agama Kristian lebih baik daripada Majusi dan melarikan diri ke Syria untuk mendalaminya. Paderi terakhir sebagai gurunya memberitahunya bahawa sudah datang seorang nabi di tanah Arab, yang memiliki kejujuran, yang tidak memakan sedekah untuk dirinya sendiri.

Salman pun ke Arab mengikuti pedagang dari Bani Kalb, dengan memberikan wang dimilikinya. Pedagang itu setuju untuk membawa Salman. Ketika tiba di Wadi al-Qura (tempat antara Syria dan Madinah), pedagang itu mengingkari janji dan menjadikan Salman bahan dagangan yang dijual kepada seorang Yahudi.

Salman pun tiba di Madinah bersama tuannya. Selepas berjumpa dengan Nabi, Salman akhirnya memeluk Islam, tapi beliau masih hidup sebagai hamba sahaya Yahudi sehinggalah dimerdekakan oleh Nabi dan sahabat selepas perang Uhud. Uniknya, sebahagian wang tebusan memerdekakan Salman itu diberikan Nabi SAW melalui penanaman 300 pokok kurma yang ditanam Baginda.

Salman bagaimanapun belum boleh mengikuti perang Uhud dan sebelumnya perang Badar kerana beliau masih menjadi budak hamba.

Betapa gembira hatinya, kenyataan diterimanya jauh melebihi apa dicita-citakan, daripada sekadar ingin bertemu dan berguru menjadi anugerah bermakna iaitu pengakuan sebagai Muslimin. Beliau diletakkan di bawah jagaan Abu Darda’ al-Ansari.

Salman al-Farisi banyak mendapat gelaran daripada Rasulullah SAW seperti disebutkan dalam beberapa hadis antaranya ‘Imam,’ ‘Benderanya Bendera,’ ‘Ahli Waris Islam,’ ‘Ilmuwan yang amat berilmu’ dan ‘Seorang Keluarga Nabi.’

Salman juga yang mencadangkan tentera Islam pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqas untuk menyeberangi Sungai Tigris untuk menakluk tentera Parsi pada 16 Hijrah, padahal tentera Islam tidak biasa menghadapi situasi tempat yang ada sungai. Mereka hampir putus harapan bagaimana mahu menyeberanginya.

Selepas menyeberangi sungai tanpa seorang pun yang tewas dan cedera yang mana kejadian itu menakjubkan tentera Parsi dan rajanya sehinggakan mereka semua memilih untuk memeluk Islam.

Salman al-Farisi kemudian diangkat menjadi Gabenor di Parsi. Bagaimanapun, beliau tidak sombong, lalai dan tertipu dengan muslihat dunia. Beliau tidak memiliki rumah dan hanya tidur di bawah lindungan bayangan satu pohon ke pohon yang lain.

Salman al-Farisi meninggal dunia pada 33 Hijrah pada zaman Khalifah Othman ibn ’Affan, di tempat beliau dilahirkan.