Rabu, Mei 30

Kata-kata Hikmah Sayyid Ahmad Ibn Idris ra.

Di antara kata-kata hikmah Sayyid Ahmad ibn Idris ra. yang begitu memberi kesan dalam menyampaikan cahaya manhajnya di dalam ilmu Tasawwuf dan berdakwah kepada Allah ialah:

"Tasawwuf ialah mengosongkan hati hanya untuk Allah swt dan memandang kecil selainNya."

"Makanan terpenting bagi diri ialah zikrullah."

"Benar merupakan keimanan, kerana sesiapa yang benar pada perkataannya, maka kata-katanya tidak akan ditolak. Dan tidak disifatkan al Quran sebagai mukjizat melainkan kerana kebenarannya, tidak akan didatangi sesuatu kebatilan sama ada di hadapan atau belakangnya."

"Sabar ialah sifat yang membezakan di antara hati orang yang beriman dengan yang lainnya."

"Khalwat itu jika tidak terhasil di dalamnya futuh (dibukakan oleh Allah), akan terhasil di dalamnya cahaya pada masa yang akan datang."

"Setiap perkara yang menyibukkan kamu daripada Allah, maka ia adalah celaka."

"Sesungguhnya setiap fitnah yang berlaku di dalam alam ini, sebabnya ialah kerana membelakangi perintah Allah."

"Orang yang hidup, akan terasa apabila dicucuk dengan jarum tetapi orang yang mati tidak terasa sekalipun dipotong dengan pedang-pedang yang tajam. (Begitu jugalah dengan hati yang mati, tidak akan terkesan dengan sebarang peringatan walau pun banyak. Tetapi hati yang hidup akan terkesan apabila diberikan peringatan walaupun sedikit)."

"Sifat ta'sub (ekstrim); membentuk puak masing-masing dan kemudiannya menuduh sesat di antara satu sama lain sehingga seolah-olah wujud pelbagai agama yang berbeza. Perkara inilah yang tidak kami redhai dan kami tegah ke atas setiap Muslim kerana mereka adalah daripada umat yang satu yang menjadi sebaik-baik umat, mempunyai Nabi yang satu, Kitab yang satu dan Kiblat yang satu. Maka bagaimana boleh terjadi perpecahan dan ta'sub? Kami sentiasa menegah manusia daripadanya."


Beliau sering mengungkapkan kata-kata hikmah:

"Sekiranya kamu suka kapada kaum (sufi), maka ikutilah jalan mereka; Mereka tidak sampai kepada Allah melainkan dengan memutuskan hubungan selain Allah."

"Beri'tiqad benarlah kamu, kamu akan mendapatkan keuntungan, dan masuklah kamu ke dalam kesejahteraan (agama Islam), kamu akan memperolehi keselamatan."

SEUNTAI KATA HIKMAH PARA SYAIKHUL AKBAR GURU MURSYID THAREKAT NAQSYABANDI

Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi berkata

Ketahuilah bahwa melakukan perjalanan (suluk) pada Tariqah yang paling Mulia ini adalah dengan ikatan (rabitah) dan cinta pada Syaikh yang kita ikuti.

Syaikh seperti itulah yang berjalan di Jalan ini dengan keteguhan (istiqamah), dan ia tercelupi (insabagha) dengan segenap macam kesempurnaan melalui kekuatan daya tarik Ilahiah (jadzbah).

Pandangannya menyembuhkan penyakit-penyakit hati dan konsentrasinya atau pemusatan pikirannya (tawajjuh) mengangkat habis cacat-cacat ruhani.


Ala’uddin al-Bukhari al-Attar

Aku diberi kekuatan oleh Syaikhku, Syaikh Naqsybandi, sedemikian rupa sehingga bila Aku ingin memfokuskan setiap orang di alam semesta ini, Aku akan mengangkat mereka semua ke tingkat ihsan. 

Niat dalam berkhalwat adalah untuk meninggalkan segala hubungan duniawi dan mengarahkan diri kepada Tuhan.

Tingkat Kefanaan Ketika Allah membuatmu lupa akan kekuatan duniawi maupun Kerajaan Surgawi, itu adalah Kefanaan yang Mutlak. Dan Jika Dia membuatmu lupa akan Kefanaan yang Mutlak itu, itu adalah Inti dari Kefanaan yang Mutlak.

Waspadalah dalam menyakiti hati para Sufi.

Jika engkau menginginkan persahabatan dengan mereka (para sufi), pertama kalian harus belajar bagaimana bertingkah laku di hadapan mereka. Kalau tidak kalian akan menyakiti diri sendiri, karena jalan mereka adalah jalan yang paling lembut.

Jika kalian berpikir bahwa kalian telah berperilaku paling baik berarti engkau telah salah, karena memandang dirimu baik adalah suatu kesombongan.

Diam adalah keadaan terbaik, kecuali dalam tiga kondisi: kalian tidak boleh berdiam diri dalam menghadapi gosip buruk yang menyerang hatimu, kalian tidak boleh berdiam diri dalam mengarahkan dirimu untuk mengingat Allah, dan kalian tidak boleh berdiam diri ketika pandangan spiritual dalam hatimu memerintahkan untuk bicara

Melindungi hatimu dari pikiran jahat sangatlah sulit, dan Aku melindungi hatiku selama 20 tahun dengan tidak membiarkan ada satu godaan pun yang memasukinya.

Amalan terbaik dalam Thariqat ini adalah menghukum godaan dan gosip di dalam hati.

Aku tidak senang terhadap beberapa murid, karena mereka tidak berusaha untuk menjaga keadaan pandangan spiritual yang muncul kepada mereka.
Jika hati para pengikut (murid) dipenuhi dengan cinta terhadap Syaikh, maka cinta ini mengalahkan semua cinta dalam hatinya, sehingga hati itu dapat menerima transmisi Pengetahuan Ilahi, yang tidak berawal dan tidak berakhir.
Murid harus merasa yakin bahwa tidak akan mencapai tujuannya kecuali melalui kepuasan dan cintanya pada Syaikhnya.  Murid harus mencari kepuasan itu dan dia harus tahu bahwa semua pintu telah terkunci, kecuali satu pintu, yaitu Syaikhnya.

Murid harus mengorbankan dirinya demi Syaikhnya, Walaupun dia telah mempunyai pengetahuan tertinggi dan mujahada (kapasitas untuk berusaha) yang paling tinggi, dia harus meninggalkan semuanya dan sadar bahwa dia tidak ada artinya di hadapan Syaikhnya.

Para murid harus memberikan otoritas penuh kepada Syaikh dalam segala urusannya, baik religius maupun duniawi, sedemikian sehingga dia tidak mempunyai keinginan selain keinginan Syaikhnya.

Mengunjungi Syaikh adalah suatu Sunnah Wajiba, yaitu suatu kewajiban setiap murid, paling tidak setiap hari, atau setiap hari lainnya, dan senantiasa menjaga batas dan kehormatan antara dirimu dengan Syaikh.

Jika jarak antara kalian dengan Syaikh cukup jauh, kunjungilah paling tidak sekali sebulan atau dua bulan sekali agar hubungan kalian tidak terputus, Janganlah kalian puas hanya tergantung pada koneksi antara hatimu dengan hati mereka.

Aku memberi jaminan kepada setiap pencari dalam thariqat ini, jika dia meniru Syaikh dengan hati yang tulus, pada akhirnya dia akan menemukan realitasnya.

Syaikh Naqsybandi memerintahkan Aku untuk meniru beliau dan apa pun yang Aku lakukan untuk meniru beliau, sehingga dengan segera Aku dapat memetik hasilnya.
Syaikh Naqsybandi memperingatkanku, barang siapa menginginkan Maqam  Kewalian, maqam yang penuh kesempurnaan, dia akan tersesat.

Jika Murid meniru syaikhnya  ketika sedang berada dalam Maqam Kesempurnaan, dia akan berada dalam bahaya, seperti halnya ketika dia ingin terbang  tanpa mengembangkan sayapnya.


Shaikh Muhammad Baba as-Samasi

Jadilah orang yang terbimbing dengan ajaran Syaikhmu, sebab ajaran itu dapat menyembuhkanmu secara langsung dan lebih efektif daripada membaca kitab.
Ketika bersama Syaikhmu Kalian harus menjaga hadab.  kalian harus menjaga hati dan tidak boleh berbicara di tengah kehadirannya dengan suara yang keras, kalian juga tidak perlu menyibukkan diri dengan shalat dan ibadah sunnah ketika sedang bersamanya.

Jagalah kebersamaanya dalam segala hal. Jangan berbicara ketika mereka sedang berbicara. Dengarkan apa yang mereka katakan. Jangan melihat apa yang mereka miliki di rumah, terutama di kamar dan dapurnya.

Jangan berpaling kepada Syaikh yang lain tetapi yakinlah bahwa Syaikhmu akan membuatmu tiba di tujuanmu. Jangan menyambungkan hatimu dengan Syaikh yang lain, bisa saja kalian akan terluka karena melakukan hal itu.
Dalam menjaga kehadirat Syaikhmu, kalian tidak boleh menyimpan sesuatu dalam hatimu kecuali Allah SWT dan Nama-Nya.


Syaikh Muhammad Zahid

Di awal perjalananku dalam Thariqat ini, Aku duduk di sampingnya suatu hari di musim semi. Sebuah keinginan akan semangka masuk ke dalam hatiku.

Beliau melihatku dan berkata, Muhammad Zahid , pergilah ke sungai di dekat kita itu dan bawakan kepadaku apa yang engkau lihat dan kita akan memakannya. Dengan segera Aku pergi ke sungai itu. Airnya sangat dingin. Aku menyelam ke dalamnya dan menemukan sebuah semangka di bawah air, sangat segar, seolah-olah baru saja dipotong dari dahannya. Aku sangat bergembira dan Aku mengambilnya dan berkata, ‘Wahai Syaikhku terimalah aku.

Beliau berkata kepadaku, ‘Wahai Muhammad zahid, bila engkau pergi mengunjungi Syaikh atau ketika engkau duduk di tengah kehadiran Syaikh, berhati-hatilah agar jangan meletakkan kakimu sedemikian rupa sehingga kakimu menghadap ke arahnya.

Aku menemukan sebuah pohon dan berbaring di bawahnya dengan kaki berselonjor. Sayangnya seekor binatang datang dan menggigit kakiku. Kemudian aku tertidur lagi dengan rasa nyeri, dan ketika aku tertidur seekor binatang menggigitku lagi. Tiba-tiba aku sadar bahwa Aku telah membuat suatu kesalahan besar, Aku telah menghadapkan kakiku ke arah Syaikhku. Dengan segera Aku bertaubat dan binatang yang menggigitku itu pun pergi.


Syaikh Khalid al-Baghdadi

Setelah shalat ‘Isya Syaikh Khalid memasuki ruang kamar rumahnya, dan memanggil seluruh anggota keluarganya,  dan berkata kepada mereka, “Aku akan meninggal dunia pada hari Jumat.” Mereka tinggal bersamanya sepanjang malam. Sebelum Subuh beliau bangun, berwudhu dan melakukan shalat. Lalu beliau memasuki kamarnya dan berkata, “Tidak ada yang boleh memasuki kamarku kecuali orang yang telah kuperintahkan.” Beliau berbaring di sisi kanannya, menghadap kiblat dan berkata, “ Aku membawa semua wabah yang menyerang Damaskus.”

Beliau mengangkat tangannya dan berdo’a, “Siapa pun yang terkena wabah itu, biarkan wabah itu mengenaiku dan bebaskan orang-orang di Syam”.

Kamis tiba dan seluruh kalifahnya memasuki kamarnya. Sayyidina Isma`il ash-Shirwani bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaanmu?” Beliau berkata, “Allah telah menjawab doaku. Aku akan membawa semua wabah yang melanda orang-orang di Syam dan Aku sendiri akan meninggal dunia pada hari Jumat.


Syaikh Ismail ash-Shirwani

Sufisme adalah kemurnian, dia bukan suatu deskripsi (gambaran). Dia adalah Kebenaran tanpa akhir, bagaikan sungai mawar merah.”

“Tasawwuf adalah berjalan dengan Rahasia Allah”


Saidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin

Tidaklah cukup kalau hanya berguru kepada yang menunjuki adanya TUHAN.

Tapi Bergurulah pada yang bisa menuntun kita kehadiratnya.

Rasulullah adalah pembawa wasilah, is the big conductor, is the wasilah carrier, is the missing link.

Yang di maksud Silsilah itu yaitu: Silsilah ke-arwahan (qaddaza). Jasmaninya berlainan, turunannya dari berbagai bangsa, tempat tinggalnya di segala pelosok dunia, arwahnya jadi satu dengan Rasul Allah yang di surikan oleh Allah, menjelma menjadi tempat tumpuan al-quran dan hadits.

Ada dua gerakan perbuatan manusia, Satu gerakan timbul dari hati yang berisi unsur keTuhanan dan ada pula gerakan timbul dari hati yang berunsur kesyaitanan. Tergantung isi hatinya.  sama bergerak tapi tidak sama dasar sumber unsurnya.

Nama Tuhan itu ada sembilan puluh sembilan, nama Muhammad itu ada seratus kurang satu.

Muhammad itu adalah manusia ter-dhahir, Rasulullah terjalin, Allah tersembunyi.

Sinar matahari adalah berjuta-juta tak terhingga banyaknya, tetapi cahaya matahari hanya satu dari matahari yang satu.  Tetapi walaupun apa yang kau pegang, apakah sun beam, cahaya kecil, cahaya besar, apakah bentuk cahaya segitiga, oval, bundar, namun kalau kita letakkan mata kita dalam cahaya itu, kita melihat satu matahari saja.

Kata Hikmah Para Guru Sufi



Nasehat Syeikh Bahauddin an-Naqsyabandy

  1. Mengamalkan tareqat berarti berkekalan di dalam melaksanakan ‘ubudiyyah kepada Allah, secara zahir dan batin, dengan kesempurnaan komitmen (iltizam) mengikuti as-Sunnah, dan menjauhkan segala bid’ah dan segala kelonggaran (rukhsah), pada setiap gerak dan diam.
  2. Jalan kita ialah dengan menuruti jejak langkah baginda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Aku telah dibawakan ke jalan ini melalui Pintu Kurnia, karena dari permulaan jalan hingga ke akhirnya, tiada yang aku lihat melainkan pengaruniaan-pengaruniaan dari Allah.
  3. Di dalam tarekat ini, pintu-pintu kepada ilmu-ilmu langit akan dibukakan kepada as-Salikin yang teguh menuruti jejak langkah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengikuti as-Asunnah adalah cara yang paling utama untuk membuka pintu-pintu ini.
  4. Orang-orang ahli hikmah mempunyai tiga cara untuk mencapai Kebenaran (al-haqiqah), iaitu melalui muraqabah, musyahadah dan muhasabah.Muraqabah itu ialah tidak melihat makhluk karena seseorang itu senantiasa sibuk melihat Sang Pencipta makhluk. Maksud musyahadah ialah memandang kecemerlangan nur yang diterima di dalam hati. Dan maksud muhasabah ialah tidak mengizinkan segala ahwal yang telah diperoleh, menjadi batu penghalang bagi mencapai maqam-maqam yang lebih tinggi.
  5. Para ahlullah itu tidak pernah merasa kagum dengan amalan-amalan mereka. Mereka sentiasa beramal demi cinta kepadaNya.
  6. Siapa yang mengambil daripada tangan kami, dan menuruti jejak langkah kami, dan mencintai kami, apakah dia itu dekat ataupun jauh, berada di Timur atau di Barat, maka akan kami minumkan dia dari Sungai Kecintaan, dan akan kami berikan dia cahaya pada setiap hari.
  7. Jalan kita ialah melalui pergaulan yang baik. Mengutamakan diri bisa mengakibatkan seseorang itu menjadi masyhur dan ini ada bahaya. Kebaikan terletak di dalam bersahabat. Siapa yang mengikuti jalan ini akan memperolehi banyak manfaat dan barakah melalui pertemuan-pertemuan yang ikhlash dan yang benar.
  8. Siapa jua yang menziarahi kami tanpa memperolehi faedah yang mereka perlukan dibanding kami, sebenarnya, tiadalah mereka menziarahi kami. Mereka tidak akan merasa berpuas hati. Siapa yang mempunyai keinginan untuk berkata-kata dengan kami, kami tidak akan mendengar apa-apa. Dan siapa pula yang ingin mendengar daripada kami, kami tidak mempunyai apa-apa untuk diperdengarkan. Siapa yang menerima apa yang diberikan tanpa menganggapnya remeh, akan diberikan tambahan. Siapa pula yang tidak dapat menerima apa yang telah diberikan di sini, tidak akan berupaya menerima apa-apa pun, di mana-mana pun jua tempatnya.

    Ingatkah engkau kepada kisah seorang manusia yang meminta dirham (duit perak), tetapi dia telah diberikan dinar (duit emas), karena tidak ada dirham untuk diberikan kepadanya? Dia telah berkata, “Apalah gunanya benda ini? Aku tidak boleh membelanjakannya. Ini bukan dirham!”.
  9. Dari satu segi, setiap Insan Kamil itu adalah sama. Ini berarti yang apabila si murid sudah benar-benar sealiran dengan usaha tarekat ini, dia boleh berkomuniksai dengan para masayaikh terdahulu, sebagaimana mereka sendiri sering berkomuniksai sesama sendiri, menempuh jarak masa dan tempat.
  10. Tugas-tugas dan amalan-amalan sebuah tarekat membentuk satu unit. Kebenaran, cara mengajar dan para murid, membentuk rupa satu tangan, yang tidak dapat dilihat oleh si jahil. Karena dia hanya melihat ketidaksamaan jari-jari, dia tidak dapat melihat kepada pergerakan padu dari tangan itu (yakni pergerakan tangan sebagai satu entitas, sebenarnya terjadi dari pergerakan bersaingan tetapi berpadu dari jari-jari tangan itu).

Selasa, Mei 29

Amalan di Bulan Rejab




Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab. Apa saja yang ada di balik bulan Rajab dan apa saja amalan di dalamnya? Insya Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan membahasnya. Semoga Allah memberi taufik dan kemudahan untuk menyajikan pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.


Rejab di Antara Bulan Haram
Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Qs. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.

Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)

Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

Di Balik Bulan Haram

Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna.

Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214)

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)

Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?

Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. 203).

Hukum yang Berkaitan Dengan Bulan Rajab

Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus. Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif, 210)

Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ‘atiiroh atau Rojabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ‘atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ‘atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ فَرَعَ وَلاَ عَتِيرَةَ

“Tidak ada lagi faro’ dan  ‘atiiroh.” (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976). Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.

Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Tidak ada lagi ‘atiiroh dalam Islam. ‘Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan ‘atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai ‘ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.” Ibnu ‘Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ‘ied.

‘Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ‘ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ‘ied (perayaan) kaum muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat ‘ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Ada sebuah riwayat,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْهَى عَن صِيَامِ رَجَبٍ كُلِّهِ ، لِاَنْ لاَ يَتَّخِذَ عِيْدًا.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.” (HR. ‘Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ‘Abbas (mauquf). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ‘ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ‘ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ‘ied setiap pekannya adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ‘ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).” (Latho-if Al Ma’arif, 213)

Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa.

Mengkhususkan Shalat Tertentu dan Shalat Roghoib di bulan Rajab

Tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.

Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis pertama  bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at. Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 70 kali.

Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).

Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan, “Sungguh, orang  yang telah membuat bid’ah dengan membawakan hadits palsu ini sehingga menjadi motivator bagi orang-orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti terasa begitu panas. Namun ketika berbuka mereka tidak mampu untuk makan banyak. Setelah itu mereka harus melaksanakan shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan melaksanakan shalat Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu pula dengan sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah ketika itu. Sesungguhnya aku melihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan shalat ini?! Namun shalat ini di kalangan awam begitu urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir shalat Jama’ah pun ikut melaksanakannya.” (Al Mawdhu’aat li Ibnil Jauziy, 2/125-126)

Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya. (Al Bida’ Al Hawliyah, 242)

Ath Thurthusi mengatakan, “Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ini. Shalat ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, para tabi’in, dan salafush sholeh –semoga rahmat Allah pada mereka-.” (Al Hawadits wal Bida’, hal. 122. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 242)

Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.

Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)

Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ‘Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,

لَا تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ

“Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Adapun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)

Imam Ahmad mengatakan, “Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yaitu ‘Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)

Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut:
  1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
  2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).
  3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236)


Artikel : www.muslim.or.id

Doa bulan Rejab, Sya'ban dan Ramadhan, klik sini.

Israk Mikraj : Satu Singkapan




Apa istimewanya 27hb Rajab?

Detik ini adalah saat yang sangat bermakna apabila umat Islam di seluruh dunia akan menyambut peristiwa Israk Mikraj. Ianya merupakan satu peristiwa yang cukup besar dalam diari dan sejarah umat Islam yang disambut pada 27 Rejab di setiap tahun. (Pada tahun ini, ianya bertepatan dengan 28 Jun 2011, Selasa malam Rabu).

Firman Allah SWT bermaksud: “Maha Suci Allah SWT yang sudah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjid Al-Haram (di Makkah) ke Masjid Al-Aqsa (di Palestin) yang Kami berkati sekelilingnya untuk memperlihatkan tanda (kekuasaan dan kebesaran) kami. Sesungguhnya Allah SWT jugalah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui.” (Surah al-Israk ayat 1).



Apakah yang dikatakan Israk Mikraj itu?


  1. Israk: Perjalanan malam Rasulullah saw daripada Masjid al-Haram di Mekah ke Baitul Maqdis di Palestin.                                                             
  2.  Mikraj: Perjalanan naiknya Rasulullah saw dari Masjid al-Aqsa di Baitul Maqdis menembusi langit ke sempadan yang paling tinggi iaitu Sidratul Muntaha.


Apakah peristiwa penting yang berlaku sebelum Israk Mikraj ini?
  • Peristiwa Israk Mikraj berlaku selepas Rasulullah saw diuji dengan kematian dua orang yang sangat dikasihi yang telah banyak membantu baginda dalam usaha menyebarkan dakwah Islam iaitu isteri tercinta Siti Khadijah dan bapa saudaranya Abu Talib.                                                                
  •  Tekanan yang dihadapi selepas kematian kedua-dua insan yang disayangi semakin bertambah apabila berlakunya penolakan dakwah oleh penduduk Taif.

Nabi telah ‘dihiburkan’ oleh Allah swt dengan Israk dan Mikraj dan seterusnya diizinkan untuk berhijrah ke Madinah sehingga Berjaya membina Daulah Islamiah yang telah mengubah kedudukan Islam daripada dihina kepada dipandang mulia, daripada lemah kepada memerintah.

Kenapa Israk Mikraj dikatakan sebagai ujian keimanan?


Peristiwa Israk Mikraj ini telah menyaring keimanan serta keyakinan umat manusia terhadap kekuasaan Allah s.w.t dan kebenaran risalah Rasulullah s.a.w..

Orang kafir pada ketika itu telah menjadikan peristiwa Israk Mikraj ini sebagai suatu peluang terbaik untuk melakukan operasi pembohongan yang menambahkan lagi penolakan mereka terhadap dakwah Nabi.

Umat Islam sendiri terbahagi kepada beberapa peringkat, iaitu :

1-     Ada yang terus membenarkan Rasulullah seperti Saidina Abu Bakar as-Siddiq 

2-     Ada pula yang mahu penjelasan terperinci dengan menguji Nabi melalui beberapa pertanyaan seperti bilangan pintu dan tiang dalam Masjidil Aqsa bagi membuktikan kebenaran kepada cerita tersebut


3-     Ada pula yang bersikap menolak terus cerita Nabi dan kembali murtad daripada Islam.



Ini berlaku semata-mata kerana peristiwa ini sangat menongkah arus akal manusia. Inilah juga gambaran yang akan berlaku apabila umat yang keliru akan meletakkan akal sebagai sumber rujukan hidup yang mengatasi sumber al-Quran dan Sunnah.



Apakah pengajaran pertemuan Rasulullah bersama para Anbiya di langit sebelum menjadi Imam kepada semua mereka di Masjid al-Aqsa?


Di sinilah tempat yang bersejarah apabila Rasulullah telah dipilih untuk menjadi Imam kepada semua para nabi yang terdahulu

Perjalanan itu adalah perjalanan yang menghubungkan akidah tauhid yang besar sejak Nabi Adam, Ibrahim, Nabi Ismail, Musa, Isa dan lain-lain sehingga kepada Rasulullah saw yang merupakan penghulu dan penyempurna kepada risalah kenabian.


Dr. Yusuf a-Qardhawi juga telah menyatakan bahawa peristiwa ini merupakan detik pengisytiharan umum tentang perubahan kepimpinan dunia daripada para anbiya sebelumnya kepada Rasulullah s.a.w..


Peristiwa ini telah menolak hujah sebahagian manusia yang mengatakan bahawa Isa a.s adalah pengasas agama kristian dan juga di kalangan orang Yahudi yang mendakwa bahawa Musa adalah nabi yang paling mulia.





Sebagai umat Islam kita mesti menginsafi bahawa sifat Islam adalah memimpin dan bukan sekadar berpuas-hati dengan ‘demokrasi’ dan ‘humanism barat’ serta dengan apa yang berlaku di dunia global pada ketika ini.

Kenapa mesti dibawa ke Masjid al-Aqsa, di Baitul Maqdis dahulu dan tidak terus dari Masjid al-Haram ke Sidratul Muntaha?





Perjalanan ini menunjukkan bahawa Baitul Maqdis sangat penting kedudukannya dalam agama Islam. Antaranya :

1-     Masjid al-Aqsa adalah merupakan kiblat pertama bagi umat Islam sebelum ianya dipindahkan ke Masjid al-Haram di Mekah.
2-     Masjid al-Aqsa adalah masjid yang ke 2 dibangunkan di mukabumi
3-     Masjid al Aqsa adalah masjid yang ke 3 suci di dalam aqidah umat Islam
4-     Al-Quran menyebut Masjid al-Aqsa dengan sifatnya yang bermaksud: Yang sudah Kami berkati sekelilingnya”  yang menggambarkan keberkatan yang mengelilingi dan melimpah ke atas masjid itu.




Masjid Qiblatain di Madinah ialah saksi hidup terhadap peristiwa perpindahan kiblat

Masjid al-Aqsa juga adalah tempat para anbiya dilahirkan, berdakwah dan dikuburkan sehingga Imam Syafi’e (yang dilahirkan di Gaza) pernah berkata pada suatu ketika dahulu, “Saya sangat suka beriktikaf di Masjid al-Aqsa ini lebih daripada mana-mana sekalipun.” Ketika ditanyakan alasannya, beliau menjawab, “Di sinilah tempat berkumpul dan dikuburkannya para Nabi.”

Apakah hubungan Israk Mikraj dan pembebasan Masjid al-Aqsa oleh Solahuddin al-Ayyubi?



Al-Aqsa adalah milik umat Islam secara keseluruhannya. Ianya bukan sekadar isu bangsa Palestin atau bangsa Arab semata-mata. Adalah menjadi kewajipan bagi setiap kita untuk menyumbang terhadap apa jua cara dan usaha untuk membebaskan Masjid al-Aqsa daripada terus dinodai kesuciannya oleh Yahudi dan Zionis pada ketika ini.

Solahuddin adalah bukti dan saksi bahawa isu perdana ini adalah milik dan tanggung-jawab kita bersama. Beliau telah menghabiskan keseluruhan hayatnya berkorbat dan berkeringat sehingga pembebasan al Aqsa daripada Salib menjadi kenyataan.





Mari kita lihat kembali kisah pembebasan Baitul Maqdis oleh Solahuddin al-Ayyubi ke atas tentera Salib :

Pada Jumaat, 27 Rejab 583 Hijrah yang bertepatan hari Israk dan Mikraj, Sultan Salahuddin al-Ayyubi memasuki kota Baitul Maqdis. Ibn Shaddad menulis: “Itulah kejayaan bagi segala kejayaan. Satu perhimpunan besar yang terdiri daripada para pembesar, ahli peniaga, alim ulama dan orang ramai berhimpun pada saat yang mengembirakan itu. Ramai yang mengucapkan tahniah kepada Sultan Solahuddin dan teriakan ‘Allahu Akbar’ serta kalimah ‘La Ilahaillallah’ bergema gagah di angkasa.

Setelah 90 tahun berlalu tanpa Jumaat sepanjang pemerintahan kristian Salib, sembahyang Jumaat sekali lagi didirikan di Baitul Maqdis. Salib yang berkerlipan di atas kubah Masjid al-Aqsa diruntuhkan. Sesungguhnya suasana ketika itu sukar dibayangkan, tetapi rahmat dan pertolongan Allah SWT dapat disaksikan di setiap tempat pada hari berkenaan. Mimbar istimewa yang yang dibina di bawah arahan Nuruddin al-Zanki, 20 tahun sebelum pembebasan Baitul Maqdis telah dibawa dari Halab, Syria dan didirikan di dalam Masjid al-Aqsa.”


Oleh : Dr Zainur Rashid Zainuddin

Puasa Sunat


(Bermula) bagi puasa itu beberapa fadhilat dan pahala yang tiada dapat dihingga kan dia melainkan Allah Ta’ala jua dan dari karena inilah di idhafah oleh Allah Ta’ala akan amal puasa itu kepadaNYA tiada yang lainnya daripada segala ‘ibadat seperti yang tersebut pada hadits qudsi ……… [al-Bahr al-Waafi wa an-Nahr al-Shofi, Syaikh Muhammad Ismail Daudi al-Fathoni,halaman 373]

(Bermula) puasa sunat itu tiga bahagi. (Maka bahagi yang pertamanya) berulang-ulang ia dengan berulang-ulang tahun, seperti puasa hari ‘arafah iaitu hari kesembilan dhulhijjah dan puasa hari ‘asyura dan hari taasuu’a iaitu hari yang kesepuluh dan kesembilan daripada Muharram ……..[al-Bahr al-Waafi wa an-Nahr al-Shofi,halaman 373]

…… (Dan sunnah) muakkad puasa hari ‘asyura iaitu hari yang kesepuluh daripada bulan Muharram karena ia mengkafaratkan dosa setahun yang lalu seperti yang tersebut pada hadits Muslim (Dan sunnah) puasa pada hari taasuu’a iaitu hari yang kesembilan daripada bulan Muharram kerana hadits Muslim, sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع - فمات قبله
Yakni sungguhnya jika hidup aku kepada tahun yang lagi akan datang, nescaya aku puasa pada hari yang kesembilan. – Maka wafat ia [baginda Rasulullah صلى الله عليه وسلم] dahulu daripadanya.

(Dan sunat puasa) hari yang kesebelas daripada bulan Muharram kerana warid hadits pada puasa hari yang kesebelas dan kesepuluh dan yang kesembilan daripada bulan Muharram yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
صوموا يوم عاشوراء وخالفوا اليهود وصوموا قبله يوما وبعده يوما
Yakni puasa oleh kamu hari ‘asyura dan menyalahi kamu akan Yahudi dan puasa oleh kamu dahulunya sehari dan kemudiannya sehari. [al-Bahr al-Waafi wa an-Nahr al-Shofi,halaman 374]


Puasa Sunat 2

Hamba petik dari kitab an-Nashoih ad-Diniyah wal Washoya al-Imaniah (Nasihat Agama dan Wasiat Iman) oleh Quthubul Irsyad wal Ghausul 'Ibad al-Imam al-Habib Abdullah bin 'Alawi al-Haddad رضي الله عنه. Yang mana ringkasan kitab ini beserta dengan takhrij hadits-hadits didalamnya telah diusahakan oleh guru hamba Syaikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari حفظه الله dan beri nama Mukhtasor an-Nashoih ad-Diniyah wal Washoya al-Imaniah.

أفضل الصيام
واعلم - أن أفضل الصيام صيام شهر رمضان، وكذلك يكون الأمر في جميع الفرائض، أعنى أنها تكون أفضل من النوافل التي من جنسها بشيء كثير، لقوله عليه السلام عن الله تعالى: " ما تقرب المتقربون إلي بمثل ما افترضته عليهم ، و لا يزال العبد يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه (الحديث)

ثم صوم الأشهر الحرم وهي أربعة : ذو القعدة وذو الحجة ومحرم ورجب
وقد ورد: " أن صوم يوم من الأشهر الحرم يعدل صيام ثلاثين يوما من غيرها ، وصيام يوم من رمضان يعدل ثلاثين يوما من الأشهر الحرم "


Puasa Yang Utama

Ketahuilah bahwa puasa yang paling utama ialah puasa pada bulan Ramadhan, sebagaimana fardhu-fardhu yang lain, dari segi kelebihan dan keutamaannya. Yakni, semua yang fardhu itu tentu lebih utama dari yang sunat dari yang sama jenisnya.

Sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم: “Tidaklah sama sesuatu yang dilakukan oleh orang-orang yang mendekatkan dirinya kepadaKu, sebagaimana mereka mengerjakan sesuatu yang Aku fardhukan kepada mereka. Dan selama seseorang itu mendekatkan dirinya kepdaKu dengan mengerjakan amalan-amalan sunnat hingga Aku mencintainya…” Sesudah itu puasa pada bulan Haram; yaitu empat bulan, terdiri dari Dzul Qa’idah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rejab.

Ada suatu riwayat yang mengatakan berpuasa sehari dalam bulan Haram itu menyamai pahala berpuasa tiga puluh hari dibulan lainnya. Selanjutnya berpuasa sehari pada bulan Ramadhan menyamai pahala berpuasa tiga puluh hari pada bulan-bulan Haram.

فضل صوم يوم عرفة ويوم عاشوراء
ومن الفضائل: صوم يوم عرفة، وهو يوم الحج، التاسع من ذي الحجة، وقد ورد أن صومه يكفر سنتين، وصوم يوم عاشوراء، وهو العاشر من المحرم، وقد ورد أن صومه يكفر سنة

Puasa Hari Arafah dan Hari Asyura

Di antara puasa yang utama lagi ialah berpuasa pada hari Arafah; yaitu hari kesembilan dari bulan Dzul-Hijjah. Ada satu riwayat yang mengatakan bahwa berpuasa pada hari itu akan menebus dosa selama dua tahun. (Hadits riwayat: Muslim dan yang lainnya)(1)


Adapun puasa 'Asyura ialah puasa pada tanggal 10 bulan Muharram. Ada riwayat yang mengatakan bahwa berpuasa pada hari itu akan menebus dosa selama setahun.(2)




Notakaki:-

(1) Haditsnya adalah seperti berikut:

عن أبي قتادة رضي الله عنه قال : سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم يوم عرفة؟ فقال: يكفّر السنة الماضية و الباقية – رواه مسلم واللفظ له، وأبو داود، والنسائي، وابن ماجه، والترمذي، ولفظه: إن النبي صلى الله عليه وسلم قال: صيام يوم عرفة إني أحتسب على الله أن يكفّر السنة التي بعده، و التي قبله


(2) Haditsnya adalah seperti berikut:
عن أبي قتادة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صيام عاشوراء؟ فقال: يكفّر السنة الماضية - رواه مسلم وغيره

Persoalan Puasa Rejab - Bahagian 2


Sambungan dari bahagian -1

Walaubagaimana sekalipun selain daripada kenyataan al-Allamah Ibnu Hajar mengenai memadai untuk beramal Puasa di bulan Rejab dengan beriktibar kepada hadits-hadits yang tersebut sekalipun ada yang dhaif, beliau juga menjelaskan lagi mengenai terdapatnya hadits-hadits yang bertaraf shahih sebagai pegangan para ulama’ yang memfatwakan Puasa Rejab adalah SUNAT. Kita lihat dimuka surat 22 beliau menulis:


“Bahawa yang sebenar adalah perkataan dari orang yang berkata: Sunat berpuasa hari Itsnin dan Khamis, Rejab dan baki hari-hari di Bulan Haram. Sesiapa yang berkata sebaliknya, yaitu “Tidak sunat” dan menegah manusia (dari mendapatkan fadhilatnya) dengan berpuasa, maka orang tersebut salah dan berdosa, kerana penghujung kedudukan orang tersebut sebenarnya adalah bertaraf seorang awam

[Ulasan: Orang awam tidak boleh sewenang-wenang memberi fatwa dan tidak harus diikuti. Maka seseorang awam yang cuba-cuba berfatwa adalah berdosa dan haram diikuti.]

Dimukasurat 23 beliau menyebut lagi:
“Sepertimana satu hadits yang telah menshahihkannya oleh Ibnu Khuzaimah daripada Usamah, “Saya berkata: Wahai Rasululah! Saya tidak pernah melihat Tuan berpuasa sepanjang bulan daripada seluruh bulan sepertimana Tuan berpuasa Bulan Sya’ban?. Baginda صلى الله عليه وسلم menjawab: Demikian itu adalah satu bulan yang lalai manusia daripadanya yang berada antara Rejab dan Ramadhan. Maka bulan Sya’ban adalah satu bulan yang diangkat didalamnya semua amal kehadrat Rabbil ‘Alamin. Maka aku suka bahawa diangkat amalanku dalam keadaan aku berpuasa )”.

Maka mengisyaratkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم tatkala melengkungi oleh dua bulan yang agung yaitu Bulan Rajab dan Ramadhan, yang mana manusia berlumba-lumba sibuk (berpuasa dan beribadat) dalam kedua-kedua bulan tersebut, lantas terlupa bulan Sya’ban. Kerana yang demikian, kebanyakan ulama’ berpendapat Puasa di Bulan Rejab terlebih afdhal dari Bulan Sya’ban. - Tammat.

Agaknya siapakah manusia yang sibuk berpuasa di bulan Ramadhan dan Rejab tersebut?. Iaitu Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para shahabat رضي الله عنهم, sudah termaklum mereka adalah sebahagian daripada makna manusia dari lafaz hadits tersebut dan hadits ini juga menjadi dalil kesunatan berpuasa Rejab sebab lafaz: “Maka aku suka bahawa diangkat amalanku dalam keadaan aku berpuasa ” adalah sabda Baginda صلى الله عليه وسلم sendiri. Mengatakan Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah berpuasa dibulan Rejab dan tidak sunnah berpuasa dibulan Rejab adalah satu pendustaan juga terhadap Nabi صلى الله عليه وسلم. Telah maklum hadits riwayat Imam Ibnu Khuzaimah tersebut adalah hadits shahih.

Seterusnya beliau menambah :
Telah meriwayatkan oleh Abi Daud bahawa Nabi صلى الله عليه وسلم memandubkan berpuasa di BULAN-BULAN HARAM . Pada hal Rajab adalah sebahagian dari bulan-bulan Haram. Riwayat dari Abi Daud dan lainnya dari Urwah, bahawa beliau telah bertanya Abdullah bin Umar: “Adakah Rasululah صلى الله عليه وسلم berpuasa dibulan Rejab?. Beliau menjawab: Ya dan baginda melebihkannya. Ibnu Umar mengatakannya sampai tiga kali”.

Dan sesungguhnya Abu Qilabah telah meriwayatkan: “Sesungguhnya dalam syurga ada sebuah mahligai bagi sesiapa yang berpuasa di bulan Rajab”. Imam al-Baihaqi mengulas: “Abu Qilabah salah seorang Tabi’in yang tidak akan berkata mengenainya melainkan diambilnya dari seorang penyampai ( yakni shahabat).

Maka tsabitlah SUNAT berpuasa di Bulan Rajab, bukan makruh. Sesungguhnya pendapat yang mengatakan makruh adalah fasid bahkan salah sebagaimana yang telah engkau ketahui kelebihan (fadhilat) puasa Sya’ban, padahal puasa Rajab terlebih afdhal darinya. Kerana seafdhal-afdhal bulan selepas Ramadhan ialah Bulan Muharam, kemudian baki-baki bulan Haram, akhirnya barulah Sya’ban. - Tammat.


Ulasan:
Sebahagian manusia mengatakan: “Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah berpuasa Rejab. Tidak ada nash berpuasa Rejab. Lantaran itu haram puasa Rejab atau makruh. Kalau berkepercayaan Nabi صلى الله عليه وسلم ada berpuasa di bulan Rejab maka Haram sebab dusta kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. Kalau hendak buat juga tapi mengkhususkan niat Puasa Bulan Rejab maka makruh sebab tidak ada dalil hadits yang terang.”

Sebenarnya semua kenyataan tersebut salah dan kalau menafikan Nabi صلى الله عليه وسلم pernah berpuasa Rejab dengan sebab tidak kerana kejahilannya, maka hendaklah bertaubat. Kalau sengaja-sengaja buat dusta dan kacau-bilau, maka pihak pemerintah (kerajaan) mestilah mengambil tindakan.

Cuba lihat ini, satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, satu lagi hadits yang mana tidak disangsikan lagi keshahihannya. Yang sangsi adalah mereka yang didalam hati berpenyakit. Seperti yang sudah ditimpa kepada puak yang anti ulama’, anti ahli sunnah dan anti mazhab. Barang di jauhkan Allah adanya.

Utsman bin Hakam al-Ansori berkata: Saya telah bertanya Sa’id bin Jubair berkenaan Puasa Rejab sedangkan kami ketika itu masih berada di Bulan Rejab. Beliau (Sa’id ) menjawab: Saya telah mendengar Ibnu Abbas رضي الله عمهما berkata: “Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم berpuasa sehingga kami mengatakan (menyangka) beliau tidak berbuka (tidak berhenti puasa), dan baginda berbuka sehingga kami mengatakan (menyangka) beliau tidak berpuasa”. - Riwayat Muslim.

Terang dalam hadits ini menunjukkan Nabi صلى الله عليه وسلم berpuasa Rejab. Mengatakannya Nabi صلى الله عليه وسلم tak pernah buat adalah dusta.

Kalau mereka berkata: "Aaah! Itu hadits yang menunjukkan harus puasa dibulan Rejab bukan sunat!!!.Memang dibolehkan jika berpuasa tanpa mengaitkan bulan Rejab. Sebab dalilnya hanya bersandarkan dalil yang umum hadits shahih riwayat Muslim tersebut"

Jawab: Lihatlah mereka cuba pusing-pusing. Mula–mula kata tidak sunat Puasa Rejab sebab tidak ada dalil Nabi Puasa. Kemudian berdalih pula mengatakan hadits Muslim tersebut menunjukkan hanya harus bukan sunat.

Lihatlah Syarahan Hadits tersebut dalam Kitab Syarah Muslim, Juzu 8, mukasurat 38-39, cetakan Daarul Syaqafah:

Bab: Berpuasa Nabi صلى الله عليه وسلم dibulan yang selain bulan Ramadhan.

Maksudnya: “Yang Zohir, bahawa maksud Sa’id bin Jubair dengan istidlal (pengambilan hukum) dengan hadits ini bahawa puasa Rejab tidak ditegah dan tidak disunatkan berdasarkan hadits ini untuk ain (diri) puasa Rejab. Bahkan tetapi bagi puasa Rejab sama hukumnya dengan hukum selebihnya bulan-bulan (yakni dengan hukum puasa dibulan-bulan haram). Tidak tsabit pada berpuasa Rejab tegahan dan tidak tidak tsabit nadab (sunat) bagi diri Rejab, tetapi asal hukum berpuasa Rejab, adalah diSUNATkan. Didalam Sunan Abi Daud, bahawa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mensunatkan berpuasa dibulan-bulan Haram. Padahal Rejab adalah salah-satu dari Bulan-bulan Haram. Wallahu a’lam”. - Tammat.

Maksud sebenar Imam Nawawi dalam Syarah Muslim tersebut, hanya sahaja dalil Kesunatan Rejab tidak berdalilkan dengan ain (diri) hadits tersebut. Bukan menafikan “Kesunatan Berpuasa dibulan Rejab”. Perhatikan baik-baik. Memang, berdasarkan hadits tersebut kita memahamkan :

1) Nabi صلى الله عليه وسلم pernah berpuasa di Bulan Rejab. Menafikannya sebagai tidak pernah berpuasa dibulan Rejab dan tiada sunnahnya berpuasa dibulan Rejab, adalah satu pembohongan yang mentah-mentah mesti ditolak oleh mereka yang mengerti.

2) Hadits tersebut dilalahnya menunjukkan harus berpuasa di Bulan Rejab. Bukan sunat, bukan juga makruh, barang dijauhi haramnya.

3) Sekalipun hadits tersebut tidak menjadi ain (diri) dalil kesunatan berpuasa Rejab, tetapi berpuasa di bulan Rejab tetaplah juga hukumnya SUNAT berdasarkan hadits-hadits shahih mentsabitkan Puasa Di bulan Haram. Misalnya hadits riwayat Imam Ibnu Khuzaimah tersebut dan Imam Abu Daud juga telah meriwayatkan “Seafdhal-afdhal puasa adalah Puasa dibulan-bulan Haram”.

Sebagai penjelasan: Imam Nawawi menyebut: أصل الصوم مندوب اليه. Maksudnya asal hukum berpuasa adalah mandub yaitu diSUNATkan. Ditahkikkan dengan kenyataan “Bulan Rajab adalah salah satu daripada Tadhamun makna ‘Asyh harul Haram”. Tidak ada satu hadits samada yang bertahap shahih mahupun hasan yang boleh dijadikan dalil Pentakhsisan untuk hadits “Asyharul Haram” yang umum maknanya. Bahkan hadits tersebut akan menunjukkan Rajab adalah sebahagian afradnya. Hadits yang khusus berkenaan Puasa Sya’ban dan Bulan Muharam tidak pula sah dan boleh dipakai sebagai pentakhsisan hadits “Asyhurul Haram” sehingga melibatkan puasa di Bulan Rajab. Sebab Muharram, Sya’ban dan Rajab adalah ain atau diri atau masa yang berlain-lainan. Sya’ban bukan bulan Haram. Sya’ban mempunyai dalil yang tersendiri. Sedangkan Muharram dan Rejab adalah afrad “Bulan Haram”. Hadits khusus berkenaan fadhilat Muharram tidak akan melibatkan Rejab. Maka Bulan Rejab tepat diatas ASAL HUKUMnya yaitu SUNAT sebagaimana yang dicatit oleh Imam Nawawi tersebut “Ashlul Saumi Mandhubun ilaih”.

4) Ini juga difahamkan tentulah berlaku perbezaan Bulan Rajab dengan bulan-bulan selain dari bulan Haram misalnya bulan safar. Bulan Safar tidak termasuk Bulan-bulan Haram. Bulan Rejab snat berpuasa, berdalilkan hadits-hadits yang telah lalu. Sementara bulan Safar pula misalnya, tidak disunatkan berpuasa sebab tidak ada dalilnya. Lantaran itu jika ada orang yang berkata “Tidak ada langsung bezanya Bulan Rejab dengan bulan-bulan yang lain, sebab semua hadits-haditsnya adalah maudhu’ dan dhaif. Tidak ada fadhilat, tidak ada pahala kalau puasa, tidak ada ketentuan berpuasa di bulan Rejab dengan berniat umpamanya: Saja aku puasa esok, bulan Rejab…. ” maka satu lagi bohong telah timbul. Sebab memang terdapat perbezaan antara bulan Rejab dengan selain bulan-bulan Haram misalnya Safar tersebut, menunjukkan ada fadhilat atau kelebihan Bulan Rejab. Maka diulangi lagi, “Adalah Mereka yang menafikan secara muthlak fadhilat Bulan Rejab adalah kesalahan yang mesti ditangani oleh pemerintah, lantaran kenakalan yang menjejaskan kepentingan awam”.

5) Maka sebenarnya hendaklah difahami, bahawa Imam Nawawi hanyalah menyatakan Hadits Muslim tersebut tidak menjadi ain dalil Berpuasa Rejab sahaja. Bukan Berpuasa Rejab tidak ada dalilnya.
Kedua-duanya adalah berbeza.

Ada lagi seorang hamba Allah mengatakan: “Tidak betul huraian awak ini sebab Imam Nawawi tidak berkata khusus berpuasa di bulan Rejab, sehingga boleh ditentukan Niat berpuasa Rejab secara khusus?”

Jawab: Kenapa Imam Nawawi mengatakan أصل الصوم مندوب اليه?.Cuba pula awak cernakan?.


Sila lihat pula kitab al-Majmuk juzuk 6 mukasurat 386: “Sebahagian dari puasa yang disunatkan, ialah puasa dibulan-bulan Haram, yaitu Zul-Qa’dah, Zul-Hijjah, Muharram dan REJAB”. - Tammat.

Disini menunjukkan Sunat Puasa Rejab dan adanya pengkhususan Puasa Rejab serta niat-niatnya.

Oleh yang demikian, setiap Muslim semestinya faham untuk membezakan diantara terdapatnya hadits-hadits maudhu’ dan dhaif yang menghikayatkan kelebihan berpuasa dibulan Rejab dengan ketiadaan dalil kelebihan berpuasa di bulan Rejab. Kedua-duanya perkara tersebut sebenarnya adalah perkara yang berlain-lainan.

Jangan terkeliru dan terpedaya dengan oceh-ocehan mereka yang tidak bertanggung jawab, yang mungkin kononnya terlalu asyik menjaga masyarakat agar tidak berpegang dengan hadits-hadits yang dusta terhadap Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Langsung terlajak menolak terus Sunat berpuasa dibulan Rejab. Sebenarnya cara mereka sama saja bila berhadapan dengan sebarang isu agama khususnya hukum-hukum agama yang telah maklum diketahui orang ramai. Mereka biasanya mencari-cari ruang yang boleh sedapat mungkin untuk dikritik habis-habisan fatwa-fatwa ulama’ mu’tabar, mengikut kaedah mereka yang kebanyakannya adalah mengelirukan. Meng‘high-light’kan cogan “Penilaian Semula Fatwa-fatwa Ulama’, jangan ikut saja buta tuli”, padahal dalam kebanyakan hal merekalah yang terlebih buta, terutama dalam konteks memahami ibarat-ibarat dan maksud kata-kata dari para ulama’. - Wassalam .