Isnin, Disember 16

Berlari Menuju Allah Azza wa-Jalla

Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany
3 Ramadhan, tahun 546 H. di Madrasahnya

Wahai kaumku, larilah kalian menuju Allah Azza wa-Jalla, larilah dari makhluk, dunia, dan segala selain Dia, secara total jadikan hatimu bagiNya. Tidakkah kalian dengar firman Allah Azza wa-Jalla:
“Ingatlah, segala perkara kembali kepada Allah.” (Asy-Syuro 53)
Anak-anak sekalian, janganlah anda memandang makhluk dengan mata keabadian, tapi pandanglah dengan mata kefanaan. Janganlah anda memandang mereka dengan pandangan derita dan manfaat.  Lihatlah mereka dengan pandangan lemah dan hina. Satukan hatimu pada Allah Azza wa-Jalla dan berserahlah padaNya.
Janganlah anda mengigau terhadap sesuatu yang kosong. Dunia dan segala yang muncul di dalamnya adalah kosong. Makhluk dengan segala masalahnya adalah kosong. Hati orang beriman kosong dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla, apalagi bila ia tidak terlibat dalam aktivitas dunia. Bila aktivitas dunia dan keluarganya muncul, ia menolong mereka dan memberikan konsumsi menurut kadar keperluannya, maka hatinya dalam segala situasi dan kondisi tetap kosong dari segalanya selain Allah Azza wa-Jalla.
Ia sama sekali tak terpengaruh oleh apa pun. Tidak pula menuntut perubahan dan pergantian. Karena ia tahu apa yang sudah ditentukan oleh Allah Azza wa-Jalla, tak akan berubah. Bagian baginya sudah selesai, tidak lebih juga tidak kurang, tidak pula minta lebih dan minta kurang, tidak pula minta disegerakan bagiannya atau ditunda bagiannya, tidak pula ingin cepat-cepat datangnya. Sebab  ia tahu bahwa waktu sudah ditentukan. Ia dan hamba sepadannya adalah orang-orang yang sehat akalnya.
Sedangkan mereka yang mencari tambah dan minta dikurang, minta dipercepat maupun minta ditunda adalah orang-orang gila. Padahal siapa yang ridho terhadap yang datang dari Allah Azza wa-Jalla, ia mendapatkan pertolongan dalam segala perilaku, stiuasi maupun kondisi, senantiasa ia dicintaiNya dan dikenalNya, lalu sepanjang sisa usianya Allah Azza wa-Jalla menyertainya, dalam menempuh hasrat untuk berserasi denganNya, lalu Dia memberikan pertolongan dan mendekatkan padaNya, dan Dia berfirman: “Akulah Tuhanmu.” (Qs. Thoha 12) di saat ia bimbang dan terputus, sebagaimana firmanNya pada Nabi Musa as, “Akulah Tuhanmu.”
Allah Azza wa-Jalla berfirman kepada Nabi Musa as, secara dzahir, dan berfirman kepada sang arif ini melalui qalbunya secara batin yang bisa didengar sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang, serta bentuk kemuliaan  bagi NabiNya as.
Mu’jizat para Nabi as, itu nyata secara dzahir, sedangkan karomah para wali itu tersembunyi dalam batin. Merekalah pewaris para Nabi yang terus menerus menegakkan agama Allah Azza wa-Jalla, menjaganya dari syetan manusia dan jin.
Betapa bodohnya kamu terhadap Allah Azza wa-Jalla, lewat para RasulNya anda pun masih tidak mengerti. Hati orang munafik, para Sufi tidak seperti itu. Anda membaca Al-Qur’an tapi tidak mengerti. Apa yang anda baca, amalkan, apa yang anda mengerti amalkan. Jangan sampai di dunia ini anda tanpa akhirat. Apalagi setelah itu anda kontra dengan mereka.
Pakailah akal sehat, beradablah, bertobatlah dan bertanamlah. Anda saat ini tidak punya apa-apa di sisi Allah Azza wa-Jalla, begitu pula di hadapan para RasulNya dan para WaliNya, di hadapan ilmu anda sendiri  dan di hadapan makhlukNya.
Disiplinlah dalam bertaubat, diam, tafakkur tentang kematianmu dan situasimu dalam kubur, sampai anda benar-benar mengenal pengetahuan. Amalkan ilmu itu bersama Allah Azza wa-Jalla hingga cahayaNya menerangimu dunia dan akhirat. Terimalah apa yang kukatakan dan seriuslah menjalaninya. Tinggalkan bergantung pada hal-hal yang sudah ditentukan, karena bisa membuatmu bingung. Tinggalkan argumen para pemalas.
Kita tak berdaya dengan ketentuan yang sudah ada. Namun kita tidak lebih dari sekadarnya, berusaha dan beramal, kita tidak mengatakan, Dia berkata dan kami mengatakan, kenapa dan bagaimana. Sungguh kita tidak memasuki pengetahuan Allah Azza wa-Jalla, kita berusaha dan Allah bertindak terhadap apa yang dikehendakiNya. Allah Azza wa-Jalla berfirman:
“Dia tidak ditanya atas apa yang dilakukan, (namun) merekalah yang ditanya (apa yang mereka lakukan)” (Al-Ambiya’ 23)
Bila perkaramu sudah tuntas, dan Allah Azza wa-Jalla mendekatkan hatimu padaNya, zuhudmu di dunia ini dan kecintaanmu pada akhirat benar, maka anda akan menemukan  namamu akan tertulis di pintu kedekatanmu pada Tuhanmu Azza wa-Jalla, bahwa si Fulan bin Fulan adalah tergolong hamba Allah yang dimerdekakan. Itu tidak akan berubah, berkurang dan bertambah, hingga syukurmu semakin tambah pada Tuhanmu Azza wa-Jalla, bertambah tindakanmu untuk kebajikan dan kepatuhan di hadapanNya, dan pada saat yang sama anda tidak meninggalkan rasa takut dari hatimu dan tidak pula melemahkan KuasaNya, dan bacalah firmanNya Azza wa-Jalla:
"Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan. Dan di sisiNya adalah Ummul Kitab” (Q.s. Ar-Ra’d: 39) dan  “Dia tidak ditanya atas apa yang dikakukan (namun) merekalah yang ditanya (apa yang mereka lakukan )” (Al-Ambiya’: 23)
Janganlah anda terpaku pada yang termaktub, karena Sang Maha Kuasa bisa menghapusnya, Dia juga Kuasa merusaknya. Jadilah orang terus taat, takut, malu, waspada, sampai mati, dan anda tergolong orang yang selamat dari dunia menuju akhirat. Maka disinilah anda aman dari perubahan dan pergantian hai orang yang dipenuhi oleh kebodohan, kemunjafikan, dan ambisi duniawi.
Hai pemakan barang haram bagaimana anda ingin meraih cahaya qalbu dan kebeningan rahasia qalbu, bicara dengan penuh hikmah? Kaum sufi itu berbicara karena harus bicara, tidurnya karena ketiduran, makannya seperti makannya orang sakit, hingga maut menjemputnya. Mereka ini menyerupai malaikat, seperti yang difirmankan oleh Allah Azza wa-Jalla:
“Mereka tidak pernah maksiat kepada Allah atas apa yang diperintahkan pada mereka, dan mereka menjalankan apa yang diperintahkan itu.“ (Qs. At-Tahrim 6).
(bersambung)

Allah mencintaimu, bukan untuk DiriNya

Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany  3 Ramadhan,tahun 545 H. di Madrasahnya [Bagian 2 – Habis]
MEREKA menyerupai para malaikat, dan para malaikat itu adalah ulama-ulama mereka, melayani mereka dalam menjalankan tugas-tugas dunia akhirat.
Wahai kaumku, bila ucapanku tidak sampai merubah perilakumu, maka dengarkanlah dengan penuh pembenaran dan keimanan dalam hatimu dan batinmu, maka perilaku lahiriyahmu dan batinmu akan terhembusi olehnya, dan duri dalam nafsumu akan hancur karenanya, neraka syahwatmu akan padam karenanya. Kesenangan terburukmu adalah rangsangan duniawimu, dan matamu yang terpejam dari kefakiran, lalu semua itu menghancurkanmu.
Seorang Sufi mengatakan — semoga rahmat Allah Ta’ala melimpah padanya —, “Hakikat taqwa manakala apa yang ada dihatimu engkau kumpulkan, lalu engkau biarkan di tempat terbuka, dan anda membawanya keliling pasar, maka anda pun tidak sama sekali malu dengan kondisi hatimu itu.”
Hai orang bodoh, bagaimana cukup taqwa anda, bahkan ketika dikatakan pada diri anda, “Hai takwalah…!”, malah anda marah. Ketika dikatakan pada anda bahwa anda benar, maka anda baru mendengarkan dan anda merasa lebih mulia. Namun jika dikatakan anda salah, anda berkeras kepala kepadanya, anda memaksa orang itu menghilangkan marah anda.
Amirul  Mu’minin Umar bin Khaththab ra, “Orang yang bertaqwa kepada Allah Swt tidak akan hilang marahnya.” Allah Swt, berfirman dalam hadits Qudsi, “Aku mencintai kalian ketika kalian taat kepadaKu, maka ketika kalian maksiat kepadaKu, Aku marah pada kalian.”
Allah Azza wa-Jalla mencintai kalian, bukan karena butuh kalian, tetapi karena kasih sayangNya pada kalian. Dia mencintai kalian, bukan untuk DiriNya. Dia mencintai ketaatanmu padaNya, karena manfaatnya kembali padamu sendiri. Anda harus aktif dan menghadap Dzat Yang mencintaimu, demi untukmu, dan berpaling dari orang yang mencintaimu demi kepentingan orang itu.
Orang beriman itu lupa segalanya dan mengingat Tuhannya Azza wa-Jalla, sehingga berhasillah taqarrub kepadaNya, dan hidup denganNya, besertaNya, lalu tawakkalnya benar.
Cukuplah di dunia dan akhirat bila tawakkalnya orang beriman, tauhidnya benar, Allah Azza wa-Jalla memberikan amal kepadanya sebagaimana dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim as, memberinya makna dan hakikatnya, bukan panggilan namanya. Allah memberikan makanan dan memberinya minuman dan menempatkan di bilik RumahNya, bukan berarti Allah Azza wa-Jalla memberinya pada wujud tempatnya.
Bila dalam posisi ini, benarlah mengaitkan dengan Nabi Ibrahim as, dari segi maknawinya, bukan dari segi rupa bentuk.
Apa anda tidak malu, ketika anda berhasrat demikian, namun anda mengabdi kegelapan dan memakan makanan haram. Sampai kapan anda makan seperti itu, dan mengabdi pada penguasa? Padahal dalam waktu dekat mereka lengser. Karena itu hendaknya anda mengabdi kepada Allah Azza wa-Jalla yang tidak pernah lengser. Gunakan akal sehatmu, terimalah kehidupan duniamu yang sedikit, hingga anda meraih akhirat lebih banyak.
Raihlah bagianmu dari zuhudmu, hingga upayamu justru menuju di hadapan pintu Tuhanmu Azza wa-Jalla, ada di genggaman KuasaNya, bersamaNya, bukan bersama dunia, bukan bersama tangan-tangan dunia, bukan pula berada di tangan-tangan penguasanya melalui pergaulan naluri nafsu, syetan dan publik.
Bila anda berusaha untuk kehidupan dunia, sedangkan hati anda bersama Tuhan Azza wa-Jalla, maka para malaikat dan ruh-ruh para Nabi ada di sekitar anda. Sungguh jauh berbeda orang yang menyerah pada dunia dan orang yang menyerah kepada Allah Azza wa-Jalla.
Orang sufi yang  berakal sehat mengatakan, “Kami tidak makan bagian dunia kami, baik di jalan mauipun di rumah kami. Kami tidak makan kecuali di sisiNya.”
Orang-orang zuhud makan di syurga. Orang arif makan disisiNya, sedang mereka ada di dunia. Para pecintaNya tidak makan di dunia maupun di akhirat. Makan dan minum mereka adalah kemesraan, kedekatannya pada Tuhan mereka, memdang Allah Azza wa-Jalla, Tuhannya dunia maupun Tuhannya akhirat.
Orang yang benar dalam cintanya, menjual dunia dengan akhirat, lalu menjual akhirat dengan hanya demi WajahNya dan hasrat kepadaNya bukan lainNya. Dan ketika jual beli sempurna, kemuliaan menjadi dominan, maka dunia dan akhirat dikembalikan padanya sebagai anugerah, dan perintah untuk meraih keduanya, lalu mereka meraihnya hanya semata memenuhi perintahNya, baik dengan kenyang maupun lapar, tetapi tidak butuh pada keduanya. Mereka ini meraih itu semua sebagai bentuk keselarasan dengan takdir, beradab yang bagus dengan takdir, dan mereka menerima dan meraih, serta menyebutkan:

“Dan sesungguhnya kamu niscaya tahu apa yang Kami kehendaki.” (Huud: 79)

Maksudnya, “kamu tahu, bahwa kami telah ridho padaMu bukan selain Engkau, kami pun ridho dengan lapar, dahaga, compang camping, hina dan dina. Dan agar kami bersimpuh di pintuMu.”
Mereka menegaskan jiwa mereka untuk tenteram padaNya. Allah Azza wa-Jalla memandang mereka dengan pandangan penuh kasih saying, lalu Allah Azza wa-Jalla memuliakan mereka setelah hinhanya, mengkayakan mereka setelah miskinnya, dan menyiapkan taqarrub mereka dunia hingga akhirat.
Orang beriman itu zuhud di dunia, lalu zuhudnya membersihkan kotoran batinnya, lalu ia datangi akhirat, dan hatinya tinggal di sana, lalu yang lain pun dihilangkan dari hatinya, karena yang lain (selain Allah Azza wa-Jalla) itu hijab di hadapanNya Azza wa-Jalla.
Disitulah ia tinggalkan aktivitas dengan makhluk secara total, menjalankan perintah syara’ dan menjaga aturannya ketika bergaul dengan sesama, hingga terbuka matahatinya, lalu melihat cacat-cacat dirinya dan makhluk. Kemudian tidak ada tempat hunian kecuali pada Tuhannya Azza wa-Jalla, tidak pula mendengar dari lainNya, tidak berakal sehat kecuali dariNya, tidak merasa tenteram kecuali pada selain janjiNya, tidak takut selain ancamanNya. Ia tinggalkan aktivitas lain, dan lebih aktif padaNya.
Jika ia telah memenuhinya, maka ia berada dalam “Segala yang tak terbayang mata, takrdengar telinga dan tak pernah terlintas di hati manusia.”
Anak-anak sekalian, aktiflah dengan dirimu, maka akan berguna bagimu baru berguna pada yang lain. Jangan sampai anda masuk pada suatu hal, bersama dirimu hawa nafsumu, karena Allah Azza wa-Jalla apabila berkehendak padamu, Dia menyiapkanmu untukNya. Apabila Dia menghendakimu untuk memberikan manfaat pada sesame, Allah mengembalikanmu pada mereka, dan Dia memberimu keteguhan dan kekuatan bagi mereka, kekuatan untuk menghadapi mereka dengan keleluasaan hatimu untuk sesame, dan luasnya dadamu bagi mereka. Allah Azza wa-Jalla juga memberikan hikmah dalam batin dan rahasia batinmu, sehingga yang ada adalah Dia, bukan anda. Dengarkan firmanNya:
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah di muka bumi. (Shaad: 26)

“Sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah.”

Tapi kamu mengklaim apa yang engkau katakan itu dari dirimu. Kaum sufi tidak punya kehendak, tidak punya pilihan, semata mereka hanya menjalankan perintahNya Azza wa-Jalla, tindakanNya, kehendakNya dan aturanNya.
Hai orang yang terlempar dari Jalan yang Lurus. Janganlah anda berargumentasi dengan sesuatu, karena anda sama sekali tidak memiliki argumen di hadapanmu sendiri. Halal itu jelas, dan haram juga jelas. Apa yang membuatmu menghindar dari Allah Azza wa-Jalla, betapa kecilnya rasa takutmu padaNya, betapa banyak anggapan rendahmu dalam memandangNya. Nabi Saw, bersabda: “Takutlah pada Allah Azza wa-Jalla seakan engkau melihatNya, bila engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Allah Azza wa-Jalla melihatmu.” (Hr. Bukhari).

Orang yang sadar adalah orang senantiasa memandang Allah Azza wa-Jalla melalui hatinya, lalu mengumpulkan yang bercerai berai dalam kesatupaduan, hingga hijab runtuh satu persatu antara dirinya dengan Allah Azza wa-Jalla, bangunan-bangunan ambruk dan yang ada hanya maknawinya, hubungan-hubungan terputus, dan milik menjadi terlepas, tidak ada yang tersisa melainkan hanyalah Allah Azza wa-Jalla, mereka tak bisa bicara, tak bisa gerak, tak ada kesenangan pada sesuatu, hingga benar apa yang dilakukannya. Jika telah benar, sempurnalah kewajibannya. Pertama-tama mereka keluar dari perbudakan dunia, lalu keluar dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla secara total, dan mereka senantiasa dalam amaliyah jiwanya dengan Allah Swt, juga menangani berbagai masalah di rumahnya.
“Dia melihat bagaimana mereka bekerja (beramal).” (Al-A’raaf: 129)

Rahasia batin adalah raja, dan qalbu adalah menteri, nafsu dan lisan sertaanggota badan adalah aparat birokrasinya. Rahasia batin (sir) minum dari lautan Ilahi Azza wa-Jalla. Qalbu minum dari sir. Nafsu yang tenteram minum dari qalbu. Lisan minum dari nafsu yang tenteram. Seluruh badan minum dari lisan. Jika ucapannya benar, hatinya benar. Jika lisannya buruk maka hatinya buruk. Lisanmu butuh kendali taqwa dan taubat dari ucapan yang kotor dan munafik.
Bila lisan bisa langgeng demikian, maka kefasihan lisan akan menjadi kefasihan qalbu. Apabila kefasihan qalbu langgeng akan memancarkan cahaya menuju lisan dan anggota badan. Maka ucapannya adalah ucapan taqarrub, dan bila itu terjadi dalam kedekatan padaNya, ia justru tidak punya ucapan, tidak punya doa dan dzikir. Doa, dzikir dan ucapan menjauh. Dalam kedekatan padaNya hanya diam, tercekam, dan menerima dengan memandang dan menikmati bersamaNya.
Ya Allah jadikan kami termasuk orang yang memandangMu di dunia dengan mata hatinya dan di akhirat dengan mata kepalanya.
Ya Tuhan kami berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat dan lindungi kami dari azab neraka.

    Kecintaan Sang Wali

    Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany, 17 Ramadhan, tahun 545 H. di Madrasahnya
    Ada keharusan ujian dan cobaan, terutama bagi mereka yang mengklaim dan mengaku-aku. Tanpa adanya cobaan dan ujian, banyak orang mengaku jadi wali. Oleh sebab itu, salah satu Sufi mengatakan, “Ujian diberikan dalam kewalian, agar tidak diaku-aku (kewalian itu)”.
    DIANTARA tanda kewalian adalah kesabarannya menghadapi derita dari makhluk, dan memaafkan mereka. Para wali itu bahkan membutakan diri dari apa yang dipandang publik, dan menulikan diri dari apa yang terdengar dari hiruk pikuk mereka. Mereka telah menyerahkan harga dirinya pada publik.
    Rasulullah Saw, bersabda: “Cintamu pada sesuatu telah membutakan dan menulikanmu”.
    Para wali itu mencintai Allah Azza wa-Jalla, lalu mereka buta dan tuli dari selainNya.  Mereka berjumpa dengan orang lain melalui ucapan yang bagus, kasih sayang dan peduli. Namun kadang mereka marah karena kecemburuan Allah Azza wa-Jalla pada mereka, kemarahan sebagai manifestasi keserasian dengan kemarahanNya.
    Mereka adalah para dokter, bahwa setiap penyakit itu ada obatnya. Seorang dokter tidak mengobati setiap pasien dengan satu obat. Mereka ini mengobati menurut penyakit hati masing-masing dan kondisi batin mereka di hadapan Al-Haq Azza wa-Jalla, seperti Ashabul Kahfi, dimana Jibril as, membalik situasi hati mereka. Dan para  kekasih pun merupakan tangan Kuasa, Rahmat dan Kasih Sayang.
    Tangan cinta telah membalik hati mereka dan mentransformasi dari kondisi batin ruhani menuju kondisi ruhani yang lain. Dunia mereka, justru mereka bagi untuk orang yang butuh dunia, akhirat mereka diberikan kepada yang butuh akhirat, karena mereka hanya  bagi Allah Azza wa-Jalla. Mereka tidak sama semakin pelit jika dunianya diminta, bahkan kalau pahala akhiratnya diminta pun diberikan semuanya. Mereka berikan dunianya bagi para fakir miskin, dan pahala akhiratnya diberikan pada mereka yang menginginkan akhirat. Yang berupa makhluk diberikan pada makhluk pula, dan Sang Khaliq hanya bagi diri mereka. Mereka serahkan semua yang kulit, karena selain Allah Azza wa-Jalla hanyalah kulit belaka. MencariNya dan dekat padaNya, itulah isi.
    Sebagian mereka –semoga rahmat Allah Azza wa-Jalla melimpah pada mereka– mengatakan, “Tak ada yang tersenyum dalam menghadapi orang fasik, kecuali orang yang ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla.” Memang dia memerintah dan melarangnya dan menanggung beban deritanya, dan tak ada yang mampu kecuali orang yang Arif Billah Azza wa-Jalla.
    Sedangkan ahli zuhud dan ahli ibadah serta para penempuh tidak akan mampu. Bagaimana para arifun tidak menyayangi ahli maksiat? Sedangkan mereka inilah tempatnya rahmat, tempatnya taubat dan pengakuan dosa. Orang arif itu diciptakan Allah Azza wa-Jalla dari Akhlaq Allah Azza wa-Jalla, ia akan berusaha keras dalam membersihkan dosa ahli maksiat dari kekuasaan syetan dan hawa nafsu.
    Bila salah satu kalian anaknya ada yang ditahan oleh orang kafir, bukankah kalian berusaha keras membebaskannya? Begitu pula sang arif.  Semua manusia seperti anak sendiri. Ia menasehati makhluk  dengan ucapan hikmah, lalu mengasihi mereka, karena pengetahuan mereka, sehingga mereka melihat tindakan-tindakan Allah Azza wa-Jalla pada makhluk-makhluk itu, dengan memandang adanya ketentuan dan takdir yang keluar dariNya dari pintu hukum dan pengetahuan. Namun ia merahasiakannya, lalu ia menasehati manusia dengan hokum yang merupakan perintah dan larangan, namun tidak menasehati dengan pengetahuan rahasianya.
    Allah Azza wa-Jalla mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, memperingatkan, memotivasi semata karena membangun argumentasi terhadap makhluk dan mengajari mereka. Janganlah anda menentangnya, karena didalamnya ada pemberhentian.  Di dalamnya ada ketetapan ilmu, yang butuh ketetapan aturan yang berintegrasi dengan dirimu dan yang lain. Dan kamu pun butuh pengetahuan khusus untukmu saja.
    Bila salah satu dari kalian  mengamalkan ilmu lahiriyah, Rasulullah Saw, menyuapimu dengan ilmu batin, menyuapi hukum batin sebagaimana burung menyuapi anak-anaknya. Itu dilakukan semata agar dibenarkan dan diamalkan melalui ucapannya yang bersifat lahiriyah, berupa syariatnya.
    Manusia,  bila benar, maka tidak ada kebenaran yang sebanding. Jika bersih tak ada bersih yang sebanding dengannya. Jika dekat kepadaNya tak ada yang sebanding dengan dekatnya.
    Manusia bodoh, memandang dengan mata kepalanya. Sedang manusia cerdas memandang dengan mata akal sehatnya. Sang arif memandang dengan mata hatinya penuh dengan mutiara pengetahuan, maka demi menegakkan makhluk dengan  total yang membuatnya sirna dari semua makhluk, kecuali hanya ada Allah Azza wa-Jalla. Maka disinilah Allah Swt berfirman:
    “Dialah Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Maha Dzahir dan Maha Batin.”
    Ia konsentrasikan dirinya, dhahirnya, batinnya, awalnya dan akhirnya, rupa dan maknanya, hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, dan karena itu abadilah cintanya padaNya, dunia hingga akhirat berserasi denganNya dalam seluruh tingkah laku jiwanya.
    Ia lebih memilih ridhoNya, dan ia tak mau yang lain nya, sama sekali tidak tercederai oleh cacian para pencaci, sebagaimana sebagian mereka mengatakan, “Berserasilah dengan Allah Azza wa-Jalla dalam bergaul dengan makhluk, dan jangan berserasi dengan makhluk dalam berhubungan dengan Allah Azza wa-Jalla.”
    Runtuhlah orang yang runtuh dan terdesaklah orang yang terdesak. Syetanmu, hawa nafsumu, watakmu dan teman-teman burukmu, sesungguhnya adalah musuh-musuhmu. Waspadalah agar kalian tidak terjerumus dalam kehancuran. Belajarlah sampai kalian tahu bagaimana menghadapi musuh-musuhmu itu, lalu kalian waspada, lantas kamu mengerti bagaimana kamu beribadah kepada Tuhanmu Azza wa-Jalla. Sedangkan orang bodoh, tidak akan  diterima ibadahnya. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “
    “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan cara  yang bodoh, maka ibadahnya akan lebih banyak merusaknya dibanding memperbaiki dirinya.”
    Orang yang bodoh sama sekali ibadahnya tidak baik, bahkan malah menjurus pada kerusakan dan kegelapan total. Sedangkan ilmu itu pun tidak akan berguna melainkan jika diamalkan. Amal tidak ada gunanya kecuali dengan ikhlas. Setiap amal tanpa keikhlasan pelakunya, tidak akan berguna dan tidak diterima. Namun bila anda mengetahui tetapi tidak mengamalkan, justru ilmu anda akan menuntut anda nantinya. Dalam sabda Nabi Saw:
    “Orang yang bodoh hanya disiksa sekali, tetapi orang alim disiksa tujuh kali.”
    Karena orang bodoh tidak mau belajar, sedangkan orang pandai mau belajar tapi tidak mengamalkan ilmunya. Belajarlah, dan amalkan, lalu ajarkan. Karena semua itu adalah padual total dari kebajikan. Bila anda belajar, lalu mengamalkan, kemudian mengajarkan, anda mendapatkan dua pahala. Pahala ilmu dan pahala belajar. Dunia ini gelap, sedangkan ilmu adalah cahayanya. Siapa yang tidak berilmu akan tertutup di dunia ini, dan kerusakannya lebih banyak dibanding kebaikannya.
    Wahai orang yang mengaku berilmu, janganlah anda meraihnya dengan tangan nafsumu, watakmu, syetanmu, wujudmu, jangan kau ambil dengan tangan riya’mu dan kemunafikanmu. Secara lahir anda tampak zuhud, tapi batinmu kosong. Itulah zahid yang batil. Anda menyiksa diri di hadapan Allah Azza wa-Jalla, Dia Maha Tahu apa yang ada dalam dirimu ketika engkau sendiri, ketika engkau bersama publik, ketika engkau dengan hatimu. Di hadapanNya, tak ada sunyi, terang-terangan atau tirai. Katakan, “Duh, betapa malunya, betapa susahnya, betapa terhinanya, bagaimana Allah Azza wa-Jalla melihat seluruh perbutanku  malam dan siang. Dia melihat tapi aku tidak malu dari pandanganNya.”
    Taubatlah padaNya atas luka dosamu, berdekatlah padaNya dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi laranganNya. Tinggalkan dosa-dosa lahir dan batin, berbuat baiklah yang nyata, karena itulah yang bisa mengantarmu ke pintuNya, mendekat padaNya, dan Dia mencintaimu, membuat dirimu cinta pada sesama, rasa cinta padaNya yang kemudian menimbulkan transformasi cinta kepada sesama makhluk.
    Bila Allah Azza wa-Jalla dan semua malaikatNya mencintaimu, seluruh makhluk akan mencintaimu, kecuali orang-orang kafir dan munafik, karena mereka ini tidak akan berserasi dengan cintamu kepada Allah Azza wa-Jalla
    Setiap orang yang dihatinya ada iman, pasti mencintai sesama orang beriman. Sedangkan orang yang didalam hatinya ada kemunafikan pasti  membenci orang beriman. Karena itu tidak perlu dipikir, kalau orang kafir, orang munafik, syetan dan Iblis, mereka itu adalah syetan-syetan berkepala manusia.
    Orang beriman yang yaqin dan arif, hati dan batinnya  serta hakikatnya lepas dari makhluk, sampai pada situasi dimana makhluk itu memang tidak memiliki kekuatan yang membahayakan dan kekuatan memberi manfaat, karena jiwanya bersimpuh di hadapan Allah Azza wa-Jalla, sama sekali dirinya tidak memiliki daya dan upaya.
    Bila kondisi ruhaninya benar dari hal demikian, khabar akan tiba dari berbagai sisi yang sama sekali tidak dicampuri oleh bentuk klaim pengakuan, klaim takhally dan harapan kosong, bahkan ia buta dari sebab akibat, sampai engkau tidak lagi mendatangi pintu-pintu sesama (untuk minta tolong). Engkau tak menghiraukan, sampai hatimu, akalmu dan wajahmu berbalik dari makhluk menuju Khaliq. Sehingga wajahmu bertemu dan berhadapan dengan makhluk, sedangkan hatimu menghadap Al-Khaliq. Sampai hatimu menjadi hati seperti hatinya para Malaikat dan para Nabi, hatimu minum dari hati mereka, makan dari hati mereka (Malaikat dan para Nabi). Semua itu berkaitan dengan hati dan rahasia hati serta hakikat, bukan berkaitan dengan rupa.
    Ya Allah baguskan hati kami, pakaikan pada rahasia jiwa kami, jernihkan akal kami, yang terjadi antara diri kami dan DiriMu dibalik akal makhluk dan akal kami.
    Wahai orang-orang hadir, wahai orang-orang yang  tidak hadir, kelak di hari kiamat kalian akan tahu apa yang datang dariku ada sesuatu yang menakjubkan, karena aku memberi penjelasan yang ada dalam diri kaum munafik, lalu bagaimana dengan hak kewajiban kaum beriman.
    Ya Allah, cukupkan diriku dari semuanya, dan cukupkan diriku hanya padaMu jauhkan dari selain DiriMu. Berikan kecukupan pada pengajar dari memikirkan anak-anak dan keluarganya di rumah, agar rumahnya menjadi rumah  hidangan pendidikan. Ya Allah Engkau Tahu ucapan ini sesungguhnya telah mengalahkan diriku, maka maafkanlah aku. Sudah cukup dan berhasil bagiku dariMu, berkaitan dengan soal upah anak-anak, para pengikut, para penempuh jalan. Dan aku memohonMu agar semua itu dimudahkan dengan hati yang indah dan batin yang bening.
    Wahai kaumku…Kalian menyangka kalau aku mengambil keuntungan darimu. Sungguh sama sekali tidak. Aku mengambil keuntungan hanya dari Allah Azza wa-Jalla, bukan darimu, bahkan dari Allah Azza wa-Jalla mengalir pada kalian karena kebersamaanku dengan kalian, sepanjang aku mengenal kalian. Ketika aku keluar dari kalian, aku memperlihatkan pada kalian, bahwa aku sedang membantah orang-orang munafik, dan menjadi pengetahuan bagi orang-orang arif.
    Aku tidak menyerang orang-orang munafik kecuali dengan sikap tegas dan berani. Bukan dengan pedang tajamku pada kalian. Aku juga tidak butuh makanan dari kalian. Karena aku meraihnya dari selain kalian (Allah Azza wa-Jalla). Aku ada tugas, setelah kalian keluar dari berguru padaku, dimana aku menjadi pemukanya. Tidakkah kalian tahu wahai orang-orang yang melihat dengan mata hati, bahwa lengan bajuku tersingsing, dan perutku terikat ketat?
    Ada yang bertanya,  bila utusan Allah Azza wa-Jalla, Jibril Alaihis salaam untuk para NabiNya. Lalu siapakah  utusanNya untuk para wali-waliNya? Dijawab, “Jibrillah utusanNya pada mereka tanpa perantara, melalui rahmatNya, kasih sayangNya, ilhamNya, pandanganNya kepada hati mereka, pada batin mereka, kelembutanNya pada mereka. Karena mereka memandangNya baik dalam sadar maupun tidur melalui matahati mereka, dan kebeningan rahasia batin mereka serta abadinya kesadaran mereka.
    Wahai kaumku…! Sesungguhnya yang membuatmu putus dari ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla dan mengenal para waliNya, semata karena kesenanganmu pada dunia, ambisimu pada dunia, kecintaanmu pada berlomba menumpuk kekayaan. Ingatlah kalian pada akhirat, tinggalkan dunia, dengan kemurahan yang bagus, penuh kebajikan dan kedermawanan yang muncul dari sifat-sifatmu. Ya Allah, kami hanyalah hambamu yang kecil, berikanlah kami keberkahan keduanya. Amin.

    Pengajian Kecintaan Sang Wali Kecintaan Sang Wali

    Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany, 17 Ramadhan, tahun 545 H. di Madrasahnya
    Ada keharusan ujian dan cobaan, terutama bagi mereka yang mengklaim dan mengaku-aku. Tanpa adanya cobaan dan ujian, banyak orang mengaku jadi wali. Oleh sebab itu, salah satu Sufi mengatakan, “Ujian diberikan dalam kewalian, agar tidak diaku-aku (kewalian itu)”.
    DIANTARA tanda kewalian adalah kesabarannya menghadapi derita dari makhluk, dan memaafkan mereka. Para wali itu bahkan membutakan diri dari apa yang dipandang publik, dan menulikan diri dari apa yang terdengar dari hiruk pikuk mereka. Mereka telah menyerahkan harga dirinya pada publik.
    Rasulullah Saw, bersabda: “Cintamu pada sesuatu telah membutakan dan menulikanmu”.
    Para wali itu mencintai Allah Azza wa-Jalla, lalu mereka buta dan tuli dari selainNya.  Mereka berjumpa dengan orang lain melalui ucapan yang bagus, kasih sayang dan peduli. Namun kadang mereka marah karena kecemburuan Allah Azza wa-Jalla pada mereka, kemarahan sebagai manifestasi keserasian dengan kemarahanNya.
    Mereka adalah para dokter, bahwa setiap penyakit itu ada obatnya. Seorang dokter tidak mengobati setiap pasien dengan satu obat. Mereka ini mengobati menurut penyakit hati masing-masing dan kondisi batin mereka di hadapan Al-Haq Azza wa-Jalla, seperti Ashabul Kahfi, dimana Jibril as, membalik situasi hati mereka. Dan para  kekasih pun merupakan tangan Kuasa, Rahmat dan Kasih Sayang.
    Tangan cinta telah membalik hati mereka dan mentransformasi dari kondisi batin ruhani menuju kondisi ruhani yang lain. Dunia mereka, justru mereka bagi untuk orang yang butuh dunia, akhirat mereka diberikan kepada yang butuh akhirat, karena mereka hanya  bagi Allah Azza wa-Jalla. Mereka tidak sama semakin pelit jika dunianya diminta, bahkan kalau pahala akhiratnya diminta pun diberikan semuanya. Mereka berikan dunianya bagi para fakir miskin, dan pahala akhiratnya diberikan pada mereka yang menginginkan akhirat. Yang berupa makhluk diberikan pada makhluk pula, dan Sang Khaliq hanya bagi diri mereka. Mereka serahkan semua yang kulit, karena selain Allah Azza wa-Jalla hanyalah kulit belaka. MencariNya dan dekat padaNya, itulah isi.
    Sebagian mereka –semoga rahmat Allah Azza wa-Jalla melimpah pada mereka– mengatakan, “Tak ada yang tersenyum dalam menghadapi orang fasik, kecuali orang yang ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla.” Memang dia memerintah dan melarangnya dan menanggung beban deritanya, dan tak ada yang mampu kecuali orang yang Arif Billah Azza wa-Jalla.
    Sedangkan ahli zuhud dan ahli ibadah serta para penempuh tidak akan mampu. Bagaimana para arifun tidak menyayangi ahli maksiat? Sedangkan mereka inilah tempatnya rahmat, tempatnya taubat dan pengakuan dosa. Orang arif itu diciptakan Allah Azza wa-Jalla dari Akhlaq Allah Azza wa-Jalla, ia akan berusaha keras dalam membersihkan dosa ahli maksiat dari kekuasaan syetan dan hawa nafsu.
    Bila salah satu kalian anaknya ada yang ditahan oleh orang kafir, bukankah kalian berusaha keras membebaskannya? Begitu pula sang arif.  Semua manusia seperti anak sendiri. Ia menasehati makhluk  dengan ucapan hikmah, lalu mengasihi mereka, karena pengetahuan mereka, sehingga mereka melihat tindakan-tindakan Allah Azza wa-Jalla pada makhluk-makhluk itu, dengan memandang adanya ketentuan dan takdir yang keluar dariNya dari pintu hukum dan pengetahuan. Namun ia merahasiakannya, lalu ia menasehati manusia dengan hokum yang merupakan perintah dan larangan, namun tidak menasehati dengan pengetahuan rahasianya.
    Allah Azza wa-Jalla mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, memperingatkan, memotivasi semata karena membangun argumentasi terhadap makhluk dan mengajari mereka. Janganlah anda menentangnya, karena didalamnya ada pemberhentian.  Di dalamnya ada ketetapan ilmu, yang butuh ketetapan aturan yang berintegrasi dengan dirimu dan yang lain. Dan kamu pun butuh pengetahuan khusus untukmu saja.
    Bila salah satu dari kalian  mengamalkan ilmu lahiriyah, Rasulullah Saw, menyuapimu dengan ilmu batin, menyuapi hukum batin sebagaimana burung menyuapi anak-anaknya. Itu dilakukan semata agar dibenarkan dan diamalkan melalui ucapannya yang bersifat lahiriyah, berupa syariatnya.
    Manusia,  bila benar, maka tidak ada kebenaran yang sebanding. Jika bersih tak ada bersih yang sebanding dengannya. Jika dekat kepadaNya tak ada yang sebanding dengan dekatnya.
    Manusia bodoh, memandang dengan mata kepalanya. Sedang manusia cerdas memandang dengan mata akal sehatnya. Sang arif memandang dengan mata hatinya penuh dengan mutiara pengetahuan, maka demi menegakkan makhluk dengan  total yang membuatnya sirna dari semua makhluk, kecuali hanya ada Allah Azza wa-Jalla. Maka disinilah Allah Swt berfirman:
    “Dialah Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Maha Dzahir dan Maha Batin.”
    Ia konsentrasikan dirinya, dhahirnya, batinnya, awalnya dan akhirnya, rupa dan maknanya, hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, dan karena itu abadilah cintanya padaNya, dunia hingga akhirat berserasi denganNya dalam seluruh tingkah laku jiwanya.
    Ia lebih memilih ridhoNya, dan ia tak mau yang lain nya, sama sekali tidak tercederai oleh cacian para pencaci, sebagaimana sebagian mereka mengatakan, “Berserasilah dengan Allah Azza wa-Jalla dalam bergaul dengan makhluk, dan jangan berserasi dengan makhluk dalam berhubungan dengan Allah Azza wa-Jalla.”
    Runtuhlah orang yang runtuh dan terdesaklah orang yang terdesak. Syetanmu, hawa nafsumu, watakmu dan teman-teman burukmu, sesungguhnya adalah musuh-musuhmu. Waspadalah agar kalian tidak terjerumus dalam kehancuran. Belajarlah sampai kalian tahu bagaimana menghadapi musuh-musuhmu itu, lalu kalian waspada, lantas kamu mengerti bagaimana kamu beribadah kepada Tuhanmu Azza wa-Jalla. Sedangkan orang bodoh, tidak akan  diterima ibadahnya. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “
    “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan cara  yang bodoh, maka ibadahnya akan lebih banyak merusaknya dibanding memperbaiki dirinya.”
    Orang yang bodoh sama sekali ibadahnya tidak baik, bahkan malah menjurus pada kerusakan dan kegelapan total. Sedangkan ilmu itu pun tidak akan berguna melainkan jika diamalkan. Amal tidak ada gunanya kecuali dengan ikhlas. Setiap amal tanpa keikhlasan pelakunya, tidak akan berguna dan tidak diterima. Namun bila anda mengetahui tetapi tidak mengamalkan, justru ilmu anda akan menuntut anda nantinya. Dalam sabda Nabi Saw:
    “Orang yang bodoh hanya disiksa sekali, tetapi orang alim disiksa tujuh kali.”
    Karena orang bodoh tidak mau belajar, sedangkan orang pandai mau belajar tapi tidak mengamalkan ilmunya. Belajarlah, dan amalkan, lalu ajarkan. Karena semua itu adalah padual total dari kebajikan. Bila anda belajar, lalu mengamalkan, kemudian mengajarkan, anda mendapatkan dua pahala. Pahala ilmu dan pahala belajar. Dunia ini gelap, sedangkan ilmu adalah cahayanya. Siapa yang tidak berilmu akan tertutup di dunia ini, dan kerusakannya lebih banyak dibanding kebaikannya.
    Wahai orang yang mengaku berilmu, janganlah anda meraihnya dengan tangan nafsumu, watakmu, syetanmu, wujudmu, jangan kau ambil dengan tangan riya’mu dan kemunafikanmu. Secara lahir anda tampak zuhud, tapi batinmu kosong. Itulah zahid yang batil. Anda menyiksa diri di hadapan Allah Azza wa-Jalla, Dia Maha Tahu apa yang ada dalam dirimu ketika engkau sendiri, ketika engkau bersama publik, ketika engkau dengan hatimu. Di hadapanNya, tak ada sunyi, terang-terangan atau tirai. Katakan, “Duh, betapa malunya, betapa susahnya, betapa terhinanya, bagaimana Allah Azza wa-Jalla melihat seluruh perbutanku  malam dan siang. Dia melihat tapi aku tidak malu dari pandanganNya.”
    Taubatlah padaNya atas luka dosamu, berdekatlah padaNya dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi laranganNya. Tinggalkan dosa-dosa lahir dan batin, berbuat baiklah yang nyata, karena itulah yang bisa mengantarmu ke pintuNya, mendekat padaNya, dan Dia mencintaimu, membuat dirimu cinta pada sesama, rasa cinta padaNya yang kemudian menimbulkan transformasi cinta kepada sesama makhluk.
    Bila Allah Azza wa-Jalla dan semua malaikatNya mencintaimu, seluruh makhluk akan mencintaimu, kecuali orang-orang kafir dan munafik, karena mereka ini tidak akan berserasi dengan cintamu kepada Allah Azza wa-Jalla
    Setiap orang yang dihatinya ada iman, pasti mencintai sesama orang beriman. Sedangkan orang yang didalam hatinya ada kemunafikan pasti  membenci orang beriman. Karena itu tidak perlu dipikir, kalau orang kafir, orang munafik, syetan dan Iblis, mereka itu adalah syetan-syetan berkepala manusia.
    Orang beriman yang yaqin dan arif, hati dan batinnya  serta hakikatnya lepas dari makhluk, sampai pada situasi dimana makhluk itu memang tidak memiliki kekuatan yang membahayakan dan kekuatan memberi manfaat, karena jiwanya bersimpuh di hadapan Allah Azza wa-Jalla, sama sekali dirinya tidak memiliki daya dan upaya.
    Bila kondisi ruhaninya benar dari hal demikian, khabar akan tiba dari berbagai sisi yang sama sekali tidak dicampuri oleh bentuk klaim pengakuan, klaim takhally dan harapan kosong, bahkan ia buta dari sebab akibat, sampai engkau tidak lagi mendatangi pintu-pintu sesama (untuk minta tolong). Engkau tak menghiraukan, sampai hatimu, akalmu dan wajahmu berbalik dari makhluk menuju Khaliq. Sehingga wajahmu bertemu dan berhadapan dengan makhluk, sedangkan hatimu menghadap Al-Khaliq. Sampai hatimu menjadi hati seperti hatinya para Malaikat dan para Nabi, hatimu minum dari hati mereka, makan dari hati mereka (Malaikat dan para Nabi). Semua itu berkaitan dengan hati dan rahasia hati serta hakikat, bukan berkaitan dengan rupa.
    Ya Allah baguskan hati kami, pakaikan pada rahasia jiwa kami, jernihkan akal kami, yang terjadi antara diri kami dan DiriMu dibalik akal makhluk dan akal kami.
    Wahai orang-orang hadir, wahai orang-orang yang  tidak hadir, kelak di hari kiamat kalian akan tahu apa yang datang dariku ada sesuatu yang menakjubkan, karena aku memberi penjelasan yang ada dalam diri kaum munafik, lalu bagaimana dengan hak kewajiban kaum beriman.
    Ya Allah, cukupkan diriku dari semuanya, dan cukupkan diriku hanya padaMu jauhkan dari selain DiriMu. Berikan kecukupan pada pengajar dari memikirkan anak-anak dan keluarganya di rumah, agar rumahnya menjadi rumah  hidangan pendidikan. Ya Allah Engkau Tahu ucapan ini sesungguhnya telah mengalahkan diriku, maka maafkanlah aku. Sudah cukup dan berhasil bagiku dariMu, berkaitan dengan soal upah anak-anak, para pengikut, para penempuh jalan. Dan aku memohonMu agar semua itu dimudahkan dengan hati yang indah dan batin yang bening.
    Wahai kaumku…Kalian menyangka kalau aku mengambil keuntungan darimu. Sungguh sama sekali tidak. Aku mengambil keuntungan hanya dari Allah Azza wa-Jalla, bukan darimu, bahkan dari Allah Azza wa-Jalla mengalir pada kalian karena kebersamaanku dengan kalian, sepanjang aku mengenal kalian. Ketika aku keluar dari kalian, aku memperlihatkan pada kalian, bahwa aku sedang membantah orang-orang munafik, dan menjadi pengetahuan bagi orang-orang arif.
    Aku tidak menyerang orang-orang munafik kecuali dengan sikap tegas dan berani. Bukan dengan pedang tajamku pada kalian. Aku juga tidak butuh makanan dari kalian. Karena aku meraihnya dari selain kalian (Allah Azza wa-Jalla). Aku ada tugas, setelah kalian keluar dari berguru padaku, dimana aku menjadi pemukanya. Tidakkah kalian tahu wahai orang-orang yang melihat dengan mata hati, bahwa lengan bajuku tersingsing, dan perutku terikat ketat?
    Ada yang bertanya,  bila utusan Allah Azza wa-Jalla, Jibril Alaihis salaam untuk para NabiNya. Lalu siapakah  utusanNya untuk para wali-waliNya? Dijawab, “Jibrillah utusanNya pada mereka tanpa perantara, melalui rahmatNya, kasih sayangNya, ilhamNya, pandanganNya kepada hati mereka, pada batin mereka, kelembutanNya pada mereka. Karena mereka memandangNya baik dalam sadar maupun tidur melalui matahati mereka, dan kebeningan rahasia batin mereka serta abadinya kesadaran mereka.
    Wahai kaumku…! Sesungguhnya yang membuatmu putus dari ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla dan mengenal para waliNya, semata karena kesenanganmu pada dunia, ambisimu pada dunia, kecintaanmu pada berlomba menumpuk kekayaan. Ingatlah kalian pada akhirat, tinggalkan dunia, dengan kemurahan yang bagus, penuh kebajikan dan kedermawanan yang muncul dari sifat-sifatmu. Ya Allah, kami hanyalah hambamu yang kecil, berikanlah kami keberkahan keduanya. Amin.

    Dua Langkah Saja ! Anda Sampai

    Syekh Abdul Qodir Jailani
    10 Ramadhan, tahun 545 H. di Madrasahnya
    “Hai orang yang mendustai agama! Anda bermain-main dan merusak? Tidak! Tidak ada kemuliaan bagi dirimu hai para perusak, anda telah membiarkan nafsumu untuk bicara pada manusia tanpa keahlian dalam dirimu”

    DUA langkah, anda telah sampai (wushul). Satu langkah meninggalkan dunia dan satu langkah meninggal kan akhirat. Satu langkah meninggalkan nafsumu dan satu langkah meninggalkan makhluk. Tinggalkan nuansa lahiriyah, anda akan sampai di wilayah bathiniyah. Permulaan, kemudian akhir. Kokohkan dirimu dan sempurnakan di hadapan Allah Azza wa-Jalla. Darimulah permulaan, dari Allahlah akhir tujuan. Raihlah kepahitan dan kepayahan, duduklah pada pintu amal hingga apa yang anda cari sangat dekat dengan yang diamalkan.
    Jangan hanya duduk-duduk di atas tempat tidurmu, dengan selimutmu, dan dibalik pintumu yang tertutup, lalu anda mencari amal dan yang anda amalkan? Perhatikan hatimu dengan dzikir, dan mengingatNya di hari ketika dibangkitkan. Tafakkurlah untuk merenungi pelajaran di balik alam kubur. Renungkanlah bagaimana Allah azza wa-Jalla menggelar semua makhlukNya dan membangkitkan mereka di hadapanNya.
    Bila anda terus merenungi itu, akan sirna kekerasan hatimu, bersih dari kotorannya. Bila sebuah bangunan ditegakkan di atas  fondasi, akan kokoh dan kuat. Bila tidak ada fondasinya akan cepat runtuhnya. Bila anda teguh di atas aturan hukum yang pasti dan jelas, tak satu pun makhluk akan menggerogotinya. Namun jika tidak ditegakkan di atas fondasi itu, kondisinya akan tidak kokoh, dan anda tidak akan meraih maqom ruhani, hingga qalbu para auliya’ shiddiqun marah pada anda, dan  tidak ingin memandang anda.
    Hai orang yang mendustai agama! Anda bermain-main dan merusak? Tidak! Tidak ada kemuliaan bagi dirimu hai para perusak, anda telah membiarkan nafsumu untuk bicara pada manusia tanpa keahlian dalam dirimu. Padahal bicara itu hanya diperkenankan pada beberapa individu makhluk kaum sholihin, jika tidak mereka hanya membisu, hanya berisyarat, bukan bicara.
    Diantara mereka ada yang diperintahkan untuk bicara pada sesama makhluk dengan tegas, dan setelah bicara, informasi menjadi jelas dan terang pada hatimu dan menjernihkan batinmu.
    Itulah sebabnya Amirul Mu’minin Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah ra,  mengatakan, ”Jika saja tirai dibuka, rasa yakinku pun tidak akan bertambah.” Bahkan beliau juga berucap,
    ”Aku tidak akan menyembah Tuhan yang tidak aku lihat.”
    ”Hatiku memperlihatkan padaku akan Tuhanku.”
    Wahai orang-orang yang bodoh, bergaullah dengan para Ulama’, berbaktilah pada mereka danbelajarlah dari mereka. Karena ilmu itu diraih dari lisan para tokoh Ulama. Karena itu bermajlislah dengan mereka dengan adab yang bagus, tidak kontra dengan pandangannya, meraih manfaat dari mereka, agar kalian meraih ilmu pengetahuan, meraih barokah dan sariguna dapat kalian cerap.
    Bermajlislah dengan para ’arifin dengan diam.  Bermajlislah dengan ahli zuhud dengan penuh cinta. Para ‘arif setiap saat lebih dekat dengan Allah Azza wa-Jalla, dibanding saat-saat sebelumnya, dengan terus menerus memperbaharui khusyu’nya  dan rasa hinanya di hadapan Tuhannya Azza wa-Jalla. Ia khusyu’ dengan penuh hadirnya qalbu bukan dengan ghaibnya qalbu di hadapanNya.
    Tambahnya khusyu’ menurut kadar kedekatannya dengan Allah Azza wa-Jalla. Dan semakin kuat membisunya ketika musyahadah kepadaNya Azza wa-Jalla, karena siapa yang ma’rifat kepadaNya, lisan, watak, nafsu, hawa nafsu dan kebiasaannya serta wujudnya terbungkam. Sedangkan lisan qalbunya, rahasia batinnya, kondisi ruhani dan maqomnya serta anugerah yang diterimanya, senantiasa bicara karena nikmat-nikmat yang melimpah dariNya.
    Karena itu mereka bermajlis dengan diam, agar meraih manfaat dari para ‘arifun, dan meraih minuman jiwa yang memancar dari hati para ‘arifun. Siapa yang banyak bermajlis dengan para ‘arifin billah, dirinya akan hina dina di hadapan Tuhannya Azza wa-Jalla. Lalu dikatakan, ”Siapa yang mengenal dirinya ia mengenal Tuhannya.” Karena diri adalah hijab antara dirinya dengan Tuhannya.
    Siapa yang mengenal dirinya akan rendah hati di hadapan Allah Azza wa-Jalla di hadapan makhlukNya. Bila ia mengenal dirinya ia akan terus waspada, dan sibuk  dengan syukur kepada Allah Azza wa-Jalla atas pengenal terhadap dirinya itu. Dan ia pun tahu bahwa tidak akan mengenal dirinya kecuali Allah Azza wa-Jalla hendak memberikan kebaikan dunia akhirat.
    Lahiriyahnya bersyukur kepada Allah Azza wa-Jalla, batinnya selalu memujiNya. Lahiriyahnya berpisah denganNya, batinnya berpadu denganNya. Kegembiraannya ada pada batinnya, sedangkan kesedihannya hanya pada lahiriyahnya belaka, demi menutupi kegembiraan kondisi ruhaninya.
    Orang yang ‘arif Billah berbeda dengan umumnya orang beriman. Susah yang dalam hatinya, wajahnya berseri. Ia tahu, dan terus berada di hadapan pintuNya, namun tidak tahu apakah ia diterima atau ditolak. Apakah pintu akan dibuka baginya atau ditutup selamanya.
    Orang yang mengenal dirinya akan berbeda pula dengan orang beriman biasa dalam berbagai situasi.  Orang beriman biasa adalah sang pemilik kondisi yang terus berubah, sedangkan sang arif adalah pemangku maqom yang tetap kokoh. Orang beriman umumnya, sangat takut jika kondisi ruhaninya berubah dan imannya hilang. Gelisahnya akan terus ada selamanya. Kegembiraannya terus memancar di wajahnya disertai rasa gelisahnya. Bicaranya riang gembira di hadapanmu, hatinya terasa putus oleh kegelisahannya.
    Sedangkan sang arif kegelisahannya ada di wajahnya, karena ia harus bertemu dengan sesama untuk memberi peringatan, memberikan ketegasan dan perintah, melarang yang dilarang, sebagai pengganti Rasul Saw. Kaum Sufi itu mengamalkan apa yang didengar, lalu amalnya mendekatkan kepada Allah Azza wa-Jalla, beramal hanya bagi Allah Azza wa-Jalla yang mereka dengar dari nasehatNya secara langsung tanpa perantara melalui hati mereka. Itupun ketika mereka sedang tidak lelap dan tidur menurut makhluk, namun senantiasa terjaga dengan Sang Khaliq.
    Bila hatimu benar, engkau  selamanya sirna dari makhluk, dan tidur dari pandangan mereka, namun terus hadir dan terjaga dengan Sang Khaliq. Hendaknya anda dal;am keramaian senantiasa sunyi denganNya, sehingga limpahan anugerah Allah Azza wa-Jalla terus mengalir, hikmahnya terus melimpah. Hendaknya anda menjaga rahasia batin, karena rahasia batin akan mendekte hatimu, lalu hatimu mendekte nafsu yang muthmainnah, dan nafsu itu tadi mendekte lisan. Lisan mendekte sesama makhluk.
    Siapa yang berbicara pada publik, hendaknya  dengan kondisi seperti itu. Jika tidak, janganlah bicara. Kegilaan kaum sufi adalah meninggalkan watak kebiasaan manusiawinya, dan tindakan-tindakan hawa nafsunya, memejamkan diri dari kesenangan-kesenangan dan kenikmatan. Mereka bukan gila seperti umumnya orang gila yang tidak waras akalnya.
    Hasan al-Bashry ra, mengatakan, ”Bila kalian melihat mereka, kalian pasti berkata, ”Hai orang-orang gila!”. Namun bila mereka melihatmu, mereka balik mengatakan, ”Orang-orang ini tidak pada beriman kepada Allah Azza wa-Jalla sekejap pun.”
    Khalwatmu tidak benar, karena khalwat adalah gambaran dari pengosongan qalbu dari segalanya. Batinmu kosong, sendiri tanpa dunia, tanpa akhirat dan tanpa apa pun selain Allah azza wa-Jalla secara total.
    Itulah keseriusan para pendahulu seperti para Nabi dan Rasul, para Auliya’ dan kaum sholihin. Amar ma’ruf nahi mungkar lebih aku sukai ketimbang seribu ahli ibadah yang berdiam di kamar sunyinya, namun masih melihat nafsunya.
    Karena itu pejamkan nafsu, tekan dan lem, sampai pandangannya tidak menjadi penyebab kehancurannya, kecuali ia sabar mengikuti perintah hatinya dan rahasia batinnya. Diantara bagian dari mengikuti jejak batin dan hatinya, adalah tidak keluar dari konsisten hati dan batin, sehingga dirinya benar-benar menyatu dengan hatinya, sampai perintah keduanya (hati dan sirr), menghindari larangan keduanya, dan pilihannya.
    Disinilah anda baru meraih nafsu yang muthmainnah, lalu berserasi untuk satu tujuan dan satu pencarian. Bila nafsu sampai disitu, maka meraih kemudahan dalam memerangi nafsunya.
    Karena itu jangan membantah Allah Azza wa-Jalla atas apa pun yang ditakdirkan padamu, dan apa yang ditakdirkan pada orang lain. Lihatlah firman Allah azza wa-Jalla:
    ”Allah tidak ditanya apa yang Dia lakukan, tetapi merekalah yang ditanya (dimintai pertanggungjawaban) apa yang dilakukan.” (Al-Anbiya’: 23)
    Mana bukti anda mengikuti perintah Allah azza wa-Jalla, bila adabmu tidak baik? Bisa-bisa anda keluar dari dunia ini dalam keadaan hina. Perbaikilah adabmu dan berselaraslah dengan adab itu, maka anda akan duduk mulia.
    Sang pecinta Allah Azza wa-Jalla adalah tamunya Allah azza wa-Jalla. Si tamu tidak punya pilihan terhadap sang pemilik rumah dalam hal makanan dan minuman, serta pakaian, dan seluruh tingkah lakunya. Sebagai tamu haruslah bersesuai dengan pemilik rumah, sabar dan ridho. Tidak mengapa jika harus dikatakan, ”Bergembiralah atas apa yang kau lihat dan engkau temui.” Siapa yang mengenal mengenal Allah Azza wa-Jalla, dunia dan akhirat sirna, dan apa pun selain Allah Azza wa-Jalla sirna dari hatinya.
    Sudah seharusnya ucapanmu hanya bagi Allah azza wa-Jalla, jika tidak bisu lebih baik bagimu. Hendaknya hidupmu untuk patuh kepada Allah Azza wa-Jalla. Jika tidak? Lebih baik kamu mati saja.
    Ya Allah hidupkanlah kami dalam kepatuhan padaMu dan hamparkan kami bersama hamba-hambaMu yang taat. Amiin.(bersambung....)

    Hijrah Dari Ke-AKU-an

    Pengajian 10 Ramadhan, tahun 545 H. di Madrasahnya
    Orang beriman adalah orang yang hijrah dari dirinya, belajar kepada seorang guru yang mendidik dan mengajarinya mulai dari kecil hingga mati. Sang qari’ adalah orang yang menghafal Al-Qur’an, dan pada pertengahannya ia mengenal pengetahuan tentang tradisi atau Sunnah Rasulullah Saw, maka saat itulah ia pasti dapat pertolongan. Ia mengamalkan ilmunya dan kokoh dengan amaliahnya hanya bagi Allah Azza wa-Jalla. Setiap ia mengamalkan ilmunya, Allah Azza wa-Jalla mewariskan pengetahuan yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya.
    Jangan hanya duduk-duduk di atas tempat tidurmu, dengan selimutmu, dan dibalik pintumu yang tertutup, lalu anda mencari amal dan yang anda amalkan? Perhatikan hatimu dengan dzikir, dan mengingatNya di hari ketika dibangkitkan. Tafakkurlah untuk merenungi pelajaran di balik alam kubur. Renungkanlah bagaimana Allah Azza wa-Jalla menggelar semua makhlukNya dan membangkitkan mereka di hadapanNya.
    Hatinya teguh pada pijakannya, keikhlasannya mendekatkan langkahnya menuju Allah Azza wa-Jalla. Bila anda mengamalkan ilmu itu, sementara anda tidak melihat hatimu mendekat kepada Allah Azza wa-Jalla, anda pun tidak merasakan indahnya ibadah, kebahagiaan dibalik ibadah, ketahuilah bahwa anda sebenarnya belum beramal ibadah. Anda terhalang karena adanya celah dibalik amal anda. Apakah celah itu? Adalah riya’, kemunafikan dan takjub pada diri sendiri.
    Wahai orang yang beramal, ikhlaslah. Jika tidak, anda jangan bersusah payah. Hendaknya anda melakukan muroqobah pada Allah Azza wa-Jalla baik dalam sunyi maupun ramai. Muroqobah dalam keramaian saja itu bagi orang munafik. Namun bagi orang yang ikhlas, muroqobah baik dalam sunyi maupun ramai sama saja.
    Hati-hati, jika anda melihat orang yang bersolek, lelaki maupun wanita, maka pejamkan matamu, pejamkan mata nafsumu, watak dirimu, ingatlah pandangan Allah Azza wa-Jalla kepadamu, dan bacalah: ”Kamu tidak berada dalam suatu keadaan...” (QS Yunus: 61)
    Waspadalah pada Allah azza wa-Jalla, dan pejamkan matamu untuk memandang hal yang diharamnkan, ingatlah pada Dzat Yang transparan pandanganNya dan pengetahuanNya. Bila anda tidak mewaspadai pandanganNya Azza wa-Jalla dan tidak kontra padaNya, maka sempurnalah ubudiyahmu padaNya, dan kelak anda tergolong hamba yang benar, masuk dalam kelompok yang difirmankanNya:”Sesungguhnya hamba-hambaKu, tak ada bagimu (Iblis) kemampuan menguasai mereka.” (QS Al-Hijr: 42)
    Bila syukurmu benar hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, maka Dia mengilhami hati para makhluk dan lisannya untuk terimakasih padamu, cinta padamu. Maka disinilah syetan dan pasukannya tidak punya jalan masuk padamu. Hendaknya  anda meninggalkan doa sebagai prinsip, kalau toh sibuk berdoa itu hanyalah toleransi saja untukmu. Doa itu bagi orang yang sedang tenggelam dan yang terpenjara, tertahan, sampai ia dapat jalan keluar dan masuk ke hadapan raja.
    Jadilah dirimu orang yang berakal sehat, apa yang baik bagimu dan apa yang tidak baik, ketika anda meninggalkan doa. Tak satu pun kecuali butuh niat yang benar, akal yang sehat dan  mengikuti jejak yang mengerti.
    Kalian tidak menggunakan akal sehat apa yang ada disisi Allah Azza wa-Jalla dan apa yang ada di sisi hambaNya yang shaleh. Itulah yang menyebabkan kalian su’udzon (buruk sangka) pada mereka. Jangan sampai anda khawatir terhadap pangkal agamamu dan kondisimu  bersama  mereka. Jangan sampai kalian menentang aktivitas mereka sepanjang tidak bertentangan dengan syariat, jangan kontra dengan mereka karena mereka ada di hadapanNya Azza wa-Jalla, lahir dan batin.
    Di hatinya tidak pernah tenang dari rasa takut hingga ketenangan dan jaminan keselamatan ada padanya.
    Kemarilah wahai hamba Allah Azza wa-Jalla di muka bumi, kemarilah wahai kaum zuhud, belajarlah, anda akan mengerti pengetahuan yang baik dariNya. Masuklah dalam kitabku sampai aku memberi pelajaran padamu yang tidak pernah kalian dapatkan.
    Hati kita punya kitab, dan rahasia batin juga ada kitabnya. Nafsu juga ada kitabnya, anggota badan juga ada kitabnya. Semua ada derajat-derajat, maqom-maqom, pijakan-pijakan yang beragam.
    Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany

    Lembah Cinta Sang Wali 1 - Ibnu Ajibah Al-Hasany


    “Segala puji bagi Allah yang telah meluapi lembah kalbu para wali-Nya dengan luapan Cinta kepada-Nya. Dia yang membangunkan istana khusus agar luapan arwah para kekasih-Nya itu, senantiasa menyaksikan keagungan-Nya. Dia pula yang menghamparkan padang ma’rifatullah melalui rahasia-rahasia jiwanya. Lalu kalbunya berada di sebuah taman surga. Taman itu penuh dengan lukisan-lukisan ma’rifatullah yang tiada tara. Sedangkan arwah-arwah mereka berada di Taman Malakut, tak sejenak pun arwah itu melainkan berada dalam keabadian penyucian pada-Nya. Duh, rahasia arwahnya, mendendangkan tasbih dalam tarian Lautan Jabarut-Nya
    Aku Adalah Dia - Al-HallajHari-hari ini, betapa sempitnya dada orang, ketika rasa syukur saja telah hilang dari lembah jiwanya. Apalagi mengembangkan senyum bunga di hatinya. Mereka lebih senang memuja egonya daripada memuja Allah atas nikmat-nikmatNya. Padahal Allah dengan segala CintaNya tak henti-hentinya memanggil, “Ingatlah kepadaKu, niscaya Aku ingat kepadamu…..Bersyukurlah kepadaKu dan janganlah mengingkari diriKu….”
    Aku adalah Dia yang kucintai dan Dia yang kucintai adalah akuKami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh. Jika engkau lihat aku, engkau lihat Dia, Dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat aku.
    Tarian Semesta - Muhammad Luqman HakimSungguh, kedahsyatan Cinta itu, telah membawa tarian semesta ini, seperti gerak rancak yang gemulai dalam senandung musik Ilahiyah yang Sempurna. Bagaimana tidak, ketika kita sebut KekasihNya, Muhammad Rasul SAW yang tercinta, tiba-tiba segalanya mekar bagai bunga, lalu membentuk jadi Kauniyah, lahiriyah dan batiniyah kita semua. Bagaimana tidak, sehari semalam kita selalu senandungkan ungkapan Cinta kasih dan kedamaian abadi lewat getaran-getaran milyaran bibir yang menyanyikan sholawat dan salam kepada kekasihNya itu.
    Sholawat Cinta - Muhammad Luqman HakimSholawat dan salam yang kita ungkapkan lewat bibir-bibir mungil para bayi yang tersenyum dengan mata telanjang bening berbinar, lebih dari kejujuran hati kita masing-masing. Sampai Nabi Saw, menyebutkan, “Tak seorang pun akan menggapai kesempurnaan imannya, sampai Allah dan RasulNya lebih dicintainya, ketimbang keluarga, harta dan sesama manusia.”
    Tiba-tiba setelah itu, segala yang muncul dari nafas para hamba, dari gerak gerik hati para pecintaNya, dari detak jantung para perinduNya, dalam sauh rasa yang mencekam, karena menahan keharuan indahnya Cinta, adalah kebajikan-kebajikan sejati yang maujud dalam gerak dan ucapan, kebajikan hidup ini, dan kebajikan kehidupan di akhir nanti. Sebuah Peradaban Cinta yang luhur dan agung, sampai diperjuangkan dengan darah dari bekaman airmata, atau pun dari airmata yang tersaring dari beningnya darah perjuangan kita semua. Sebab setelah itu, keringat yang menetes dari peluh tubuh kita, adalah mutiara-mutiara bening dari getaran jantung kecintaan, dari sungai yang mengalir menuju Lautan Cinta Sang Kekasih, dari gairah yang tak henti-hentinya, dari mata air di puncak bukit kemakhlukan, pada titik air kehambaan.
    Gelora Cinta Allah - Hadits Qudsi“Wahai Jibril!”. Tiba-tiba suara Allah bergelora memenuhi langit bumi seisinya. “Aku telah mencintai seseorang, maka cintailah dia!.” Lalu Jibril pun mencintai orang itu, bahkan Jibril menggelorakan cintanya melalui ungkapannya yang agung di seluruh langit, “Wahai….Sesungguhnya Allah ta’ala telah mencintai seorang hamba, maka, cintailah wahai kalian semua pada hamba ini.” Lalu gemuruh cinta bertaburan dari penghuni langit melimpahi  sang hamba itu, dan penghuni bumi pun menerima sepenuhnya.” Tapi jika Allah Azza wa Jalla membenci seorang hamba, hanya  Dia katakan, “Entahlah, Aku tak peduli padanya…”.
    Sedikit dan Banyak - Abu Yazid al-Bisthamy“Cinta adalah menganggap kecil dan sedikit apa saja yang kau anggap banyak dalam dirimu, lalu menganggap banyak apa saja yang sedikit dari Sang Kekasih.”
    Lukisan Cinta - Muhammad Luqman HakimPara Sufi lalu membuat lukisan Cinta itu, dengan ungkapan-ungkapan surrealis yang indah.  Mereka katakan, CintaNya kepada hamba merupakan salah satu dari manifestasi Af’alNya, yaitu kebajikan spesial yang bertemu antara Dia dengan hambaNya, sekaligus juga kondisi anugerah ruhani yang yang membubung pada cinta itu. Cinta adalah dendam kebimbangan hati yang abadi.
    Cinta adalah segalanya bagi yang dicintai, melamapaui apa saja yang dekat dengannya. Cinta adalah keselarasan demi keselarasan jiwa, baik di alam nyata maupun alam ghaib. Cinta adalah terhangusnya pecinta karena Sifat-sifatNya, dan kemandirian Yang Dicinta dengan DzatNya.  Cinta adalah langkah-langkah jalan Qalbu bagi hasrat Rabgbnya. Cinta adalah ketakutan-ketakutan untuk kehilangan kehormatan cinta dengan segala bakti sepenuhnya.
    Jendela Cinta - Muhammad Luqman HakimKarena itu, bukalah jendela-jendela hatimu. Bukalah pintu-pintu jiwamu. Bukalah gerbang-gerbang akal dan fikiranmu. Bukalah lambang-lambang pengetahuanmu, agar Cahaya yang memendar abadi dari Kecintaan Ilahi, memasuki relung-relungmu, memenuhi seluruh dinding hatimu, mengembangkan bibir mungil dari bayi suci fitrahmu. Pintalah CintaNya dan Ma’rifatNya, agar memenuhi jiwamu. Namun, agar Jalan Cinta di depanmu begitu lempang ke Istana CintaNya, raihlah tangan-tangan Suci yang telah dilimpahi Cinta dan Ma’rifatNya, agar bisa membimbingmu ke Jalan Cinta yang sesungguhnya. Tangan-tangan para KekasihNya.
    Selingkuh Kita - Muhammad Luqman HakimDalam pergumulan jiwa kita sehari-hari, -- diakui atau tidak -- seringkali terjadi perselingkuhan spiritual. Yang paling sederhana dari perselingkuhan itu ketika kita sedang menutupi jiwa kita dari pandangan Allah, kemudian kita bersembunyi dari Allah, berakhir dengan tindakan kita: melanggar aturan Allah.
    Begitu kita langgar “janji cinta” antara kita dengan Allah, Kemahacemburuan Allah telah mengoyak jiwa kita, tanpa kita sadari sudah begitu lama kita berpaling dari Allah. Bahkan Allah hanya kita jadikan alibi sehari-hari, kita jadikan alasan-alasan kegagalan, kalau perlu Nama Allah kita jualbelikan dalam pasar kebudayaan dan politik, atau kepentingan nafsu lainnya.
    Lalu, Allah kita bikin tarik ulur dalam qalbu kita. Terkadang Allah begitu jauh, terkadang begitu dekat, terkadang hadir, terkadang hilang, terkadang pula kita hempaskan ke hamparan hawa nafsu kita. Seakan-akan kita ini memiliki kekuasaan untuk mengatur segalanya, bahkan termasuk mengatur Allah dalam gerak gerik jiwa kita, khayalan dan persepsi kita. Bahkan Nama Allah sering kita sebut hanya untuk diketahui public bahwa kita akrab dengan Allah, kita ahli dzikir, kita sering munajat pada Allah. Padahal hanya kebusukan jiwa kita yang mendorong demikian. Seperti seseorang yang berteriak, “Saya lakukan ini Lillahi Ta’ala,….! Saya ikhlas, lho…ini demi Allah!”, sadar atau tidak ia menikmati riya’ jiwanya, agar disebut sebagai orang yang ikhlas. Dan inilah yang memang dimaui oleh masyarakat syetan. Perselingkuhan hebat.
    Cinta Kepada Allah - Imam Syafi’iEngkau durhaka kepada Allah dan sekaligus menaruh cinta kepada-Nya. Ini adalah suatu kemustahilan. Apabila benar engkau mencintai-Nya, pastilah engkau taati semua perintah-Nya. Sesungguhnya orang menaruh cinta tentulah bersedia menaati perintah orang yang dicintainya. Dia telah kirimkan nikmat-Nya kepadamu setiap saat dan tak ada rasa syukur yang engkau panjatkan kepada-Nya
    Mencintai Wanita - Imam Syafi’iSemua orang menyenangi wanita, tetapi mereka berkata, “Mencintai wanita adalah awal sebuah derita.” Bukan wanita yang membuat derita, tetapi mencintai wanita yang tidak mencintaimulah yang akan menciptakan derita bagimu
    Senda Gurau - Imam Syafi’iYaqut al-Hamawi meriwayatkan dari Ibnu Umar al-Syafi’i, dia mengatakan bahwa Abu Abdillah al-Syafi’i pernah menikahi seorang wanita Quraisy di Mekkah. Kemudian al-Syafi’I pernah mencandai istrinya itu dengan mengatakan:
    Di antara malapetaka yang sangat dahsyat adalah jika kamu mencintai wanita atau laki-laki yang tidak mencintai kamu. Ia akan selalu berpaling darimu. Meskipun kamu menungguinya dengan penuh kesabaran, ia tak akan menggrubismu
    Membalas Kebaikan dengan Kejahatan - Imam Syafi’iMalapetaka paling besar adalah bila engkau mencintai seseorang yang sedang mencintai orang lain. Atau jika engkau mengharap kebaikan seseorang, akan tetapi justru orang itu berharap agar kita celaka atau binasa.
    Mencintai Orang-orang Saleh - Imam Syafi’iAku mencintai orang-orang saleh, meskipun aku belum termasuk golongan mereka. Aku tetap berharap semoga aku mendapatkan syafaat dari mereka.Aku membenci orang-orang durhaka meskipun sebenarnya, mungkin, aku pun termasuk golongan mereka.
    Kewajiban Mencintai Keluarga Rasulullah - Imam Syafi’iWahai keluarga Rasul! Mencintai kalian wajib hukumnya menurut al-Qur’an. Kami bangga dengan kalian. Orang yang tidak membaca shalawat untuk kalian, tidak akan mendapat rahmat.
    Cinta Allah pada Manusia - Hadis Qudsi
    Rasulullah Saw. bersabda, Allah Swt. berfirman:
    Hamba-Ku yang beriman masih terus mendekatkan diri kepada-Ku sampai Aku mencitainya. Maka bila Aku mencintainya, jadilah Aku pendengarnya, penglihatannya…
    Cinta Orang Kafir dan Beriman - QS. al-Baqarah: 165Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman dengan sangat mencintai Allah.
    Zuhud DuniaRasulullah Saw bersabda:Zuhudlah engkau pada dunia, pasti Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada pada manusia, pasti manusia mencintaimu.
    Cinta bagaikan Bara ApiCinta adalah penyembuh bagi kebanggaan dan kesombongan, dan pengobat bagi seluruh kekurangan diri. Cinta adalah bara api yang siap membakar dan menyala, selain yang dicinta. Tauhid adalah pedang, yang jika diayunkan oleh pemiliknya akan dapat membakar semuanya, selain Allah Swt.
    Ibadah dengan Cinta - Khalid Muhammad KhalidDi taman cinta yang indah mempesona, ibadah itu berubah menjadi keindahan dalam kehidupan yang membawa kesenangan, keriangan, dan kebahagiaan. Di bawah keteduhan naungan cinta, perintah ibadah tidak lagi menjadi beban yang harus dipikul, tetapi ia adalah sesuatu yang patut diterima dengan senang dan gembira.
    Ingin Berjumpa dengan Allah - Khalid Muhammad KhalidCinta kepada Allah itu menarik-narik dari Ahlullah berbagai  penjuru, maka sebagian dari mereka ada yang menghendaki hidup seribu tahun agar kelezatan ibadah itu dapat dirasakan terus menerus dalam kerinduan. Sebagian lagi ada yang menghendaki secepatnya meninggalkan dunia fana ini, bahkan mereka sanggup membayarnya dengan harga yang mahal, agar mereka dapat segera merasakan manisnya perjumpaan dengan Allah Swt.
    Cinta Membersihkan Hati - Muhammad Mahdi al-ShifiCinta kepada Allah dapat membersihkan hati dari kenistaan dan ketergantungan terhadap dunia. Cinta kepada Allah adalah faktor yang terkuat pengaruhnya dalam hati manusia. Ia adalah api dan cahaya. Ia membersihkan hati, menerangi dan memberinya keteguhan.
    Menangis Bukan Karena Cinta Dunia - Muhammad Mahdi al-ShifiAmru bin Geis berkata sambil menangis di waktu menderita sakit yang menghantarkannya pada sang sakaratul maut:
    “Saya bukan menangis karena dunia yang kalian cintai, tetapi yang kutangisi adalah terpisahnya tenggorokanku dari kehausan di musim panas dan terpisahnya diriku dari bangun malam di musim dingin.”
    Rindu pada Allah - Muhammad Mahdi al-ShifiAbdullah bin Zakaria berkata: “Sekiranya aku disuruh memilih umur sampai seratus tahun dan kugunakan untuk beribadah kepada Allah dengan nyawaku diambil hari ini juga, niscaya kupilih nyawaku dicabut sekarang juga, karena rinduku kepada Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang saleh dari hamba-hamba-Nya.
    Sakit CintaSuatu ketika, Jalaluddin Rumi ditanya gurunya, Syamsuddin Tabriz, “Apakah Anda tidak mengetahui, bahwa semua orang sakit mendambakan kesembuhan, kecuali para penderita sakit cinta, mereka merindukan sakitnya bertambah dan berhasrat agar sakitnya itu berlipat ganda. Cinta adalah penyakit, tetap ia akan membebaskan penderitaannya dari segala penyakit lain. Apabila penyakit cinta menimpa seseorang, maka dia tidak akan ditimpa penyakit lain. Ruhaninya menjadi sehat, bahwa nyawanya adalah kesehatan, yang semua orang ingin membelinya.

    .:: Kalam Hikmah ::.

    Saya melihat tiadalah keutamaan dalam membincangkan tentang karamah, kasyaf, ilham, firasat, mimpi, wali-wali ghaib, syeikh-syeikh yang hebat, perubatan, persoalan imam Mahdi dan dunia mistik yang lain. Sebaliknya agenda membangunkan ummah, keimanan, kasih sayang, kefahaman, amal, mujahadah, dakwah, jihad adalah lebih besar dan utama untuk dibincangkan.

    Pada saya yang dhaif ini, ukuran natijah kerohanian dalam pengalaman Tariqat Tasawuf bukannya dilihat dari segi apa yang ia dapat dari alam ghaib seperti bisikan, mimpi yang hebat, karamah, firasat yang hebat, kelebihan perubatan atau persilatan. Tetapi, ukuran kehebatan kerohaniannya yang sebenar ialah keimanan, ketakwaan, tercabutnya mazmumah, ubudiyyah, pelaksanaan syariah, akhlak, ibadah, cinta ALLAH, Rasul, akhirat, warak, khusyuk dalam ibadah, ketenangan menghadapi musibah, mencintai dakwah dan jihad.

    al-faqir ilaLlah Ibrahim Mohamad

    Bab 8 .:: Kejayaan Dakwah Ulama Silam - Suatu Renungan ::.

    Tanah Melayu telah menerima Islam kira-kira 700 tahun dahulu hasil usaha para pendakwah yang tidak mengenal penat dan lelah mnyampaikan agama ALLAH kepada kita. Mereka meninggalkan tanah air dan merantau ke serata pelusuk dunia bagi menyebarkan ajaran Tauhid.

    Apa yang perlu kita lihat di sini ialah kejayaan para ulama ini dalam menyampaikan dakwahnya sehingga seluruh Alam Melayu atau Nusantara dapat di-Islamkan. Dakwah yang mereka bawa bukannya dengan pedang tetapi dengan kebijaksanaan. Mereka begitu dihormati sehingga orang Melayu yang kuat berpegang kepada agama Hindu dan Buddha telah berjaya di-Islamkan. Bukan sekadar rakyat jelata tetapi juga di kalangan raja-raja.

    Hasil dari dakwah mereka, maka lahirlah ulama-ulama yang berwibawa sehingga orang Melayu amat cinta kepada Islam dan menjadi bangsa yang dihormati. Ulama-ulama seperti Syeikh Daud al-Fathani, Syeikh Ahmad al-Fathani, Syeikh Abdul Malek (Tokku Pulau Manis), Tokku Paloh, Tok Kenali, Syeikh Muhammad Said al-Linggi dan sebagainya telah berjaya menyuburkan ruh Islam dalam masyarakat Melayu. Amalan kerohanian dan keagamaan bukan sahaja hidup di kalangan rakyat, malah pemerintah dan ulama bergandingan memerintah negeri. Contohnya Tokku Paloh yang menjadi regu kepada Sultan Zainal Abidin III di Terengganu. Para ulama di zaman itu amat dihormati pemerintah dan dikasihi rakyat.

    Apa yang mahu difokuskan di sini ialah kita sering lupa bahawa Tanah Melayu sudah mempunyai model-model dakwah yang perlu kita ikuti. Hal ini terjadi kerana kita kadang-kadang terlalu terpengaruh dengan idea dan pendekatan tokoh-tokoh Islam dari luar seperti Maulana Illias, Imam Hassan al-Banna, al-Maududi, Syed Quthub dan sebagainya, sehingga terlupa kepada ulama-ulama dan tokoh pendakwah yang telah berjaya membina Tamadun Islam di Tanah Melayu ini. Idea dan pendekatan dakwah yang kita ambil dari luar, walaupun mempunyai kebenaran dan terbukti berjaya di tempat mereka, tapi tidak semuanya sesuai dengan jiwa orang Melayu.

    Sehingga hari ini, tokoh-tokoh pembaharuan Islam dalam masyarakat yang hebat dakwahnya di kalangan (jamaah) mereka masih tidak boleh menandingi kasih sayang dan ingatan masyarakat terhadap ulama-ulama dahulu. Ini dapat dilihat di mana sehingga kini kitab-kitab, ilmu dan sejarah mereka masih menjadi sebutan di bibir masyarakat. Maqam mereka masih dikunjungi, ilmu dan nasihat mereka masih memberi kesan pada jiwa anak Melayu.

    Kalau ditanya pada orang Kelantan, nasihat siapakah yang mereka akan dengar sama ada Tok Kenali atau ulama/pendakwah zaman ini, nescaya mereka akan memilih Tok Kenali, walaupun mereka tidak pernah melihatnya. Ini kerana pendekatan ulama tersebut memberi kesan kepada orang Melayu sehingga kehebatannya menjadi buah mulut dari satu generasi ke satu generasi. Oleh itu, kenapa kita perlu mengambil model yang jauh, sedangkan belum tentu ideanya akan berjaya di sini.

    Apa yang diperhatikan, banyak gerakan Islam menjadi hancur pada kemuncaknya. Ada yang menjadi beku dan buntu dengan tidak tahu ke arah mana mereka mahu tuju. Programnya, sama ada program dalaman atau luaran stereotaip sahaja, malah makin perlahan
    . Malah masyarakat semakin rosak walaupun pelbagai usaha yang mereka lakukan.

    Idea menubuhkan parti sebagai wasilah untuk berdakwah dan menegakkan Islam juga semakin memperlihatkan banyak kelemahan. Ia bukan menjadi semakin kuat tetapi semakin lemah. Memang tidak dinafikan ia juga banyak memberi manfaat kepada Islam, dapat menghimpunkan masyarakat dan ulama supaya menerima idea-idea yang dilontarkan. Tapi, pada pandangan saya, adalah tidak praktikal menghimpunkan semua anggota masyarakat dalam parti kerana politik kepartian hanyalah salah satu dari ribuan wasilah dakwah yang boleh dilakukan, sebagaimana istilah "bil hikmah - bijaksana" dalam al-Quran.

    Apa yang dibimbangkan, apabila masing-masing asyik menumpukan kepada soal perebutan kuasa sesama sendiri, sibuk membida'ahkan sesama sendiri, sibuk menyalahkan sesama sendiri, sibuk untuk mendapat nama dan pengiktirafan - akhirnya penumpuan kepada agenda pembinaan manusia diabaikan tanpa kita sedari. Masyarakat semakin rosak, iman makin luntur dari jiwa mereka. Lebih malang lagi, kerosakan ini turut berlaku ke atas anak-anak para pendukung jamaah Islam sendiri.

    Dalam satu kajian yang dilakukan oleh pakar motivasi Dato' Dr. Fadhilah Kamsah, didapati 80% umat Islam hari ini tidak menyempurnakan dengan cukup sembahyang fardhu lima kali sehari. Semua orang tahu bahawa sembahyang merupakan tiang agama. Jika tiangnya sudah tiada, apa lagi kekuatan kekuatan yang ada pada bangsa Melayu Islam ini. Ingatlah kata-kata Sayyidina Umar al-Khattab (r.a) bahawa, "Bangsa Arab menjadi mulia bukan kerana ia Arab, tetapi Arab mulia kerana ia memilih Islam. Jika ia meninggalkan Islam, nescaya ia kembali menjadi hina."

    Hal yang sama boleh berlaku kepada bangsa Melayu. Islam juga telah membawa kemuliaan pada bangsa ini, dari bangsa yang menyembah dewa-dewa, pohon kayu dan perkara tahyul, Islam telah membawa mereka kepada Tuhan Semesta Alam. Umat Melayu diberi penekanan ilmu sehingga lahirnya dari Nusantara ini ulama-ulama dan pemerintah yang dihormati. Islam telah membina jatidiri bangsa ini, Islam telah juga memberi kekuatan pada bangsa ini, namun bangsa ini akan hilang jatidirinya bila mereka meninggalkan Islam. Mereka akan menjadi bangsa yang lemah, ideologi dan budaya Barat dijadikan pegangan, dan menuju kehancuran. Apa yang dibimbangkan lagi, ALLAH akan menghina bangsa ini dan ALLAH memilih bangsa lain untuk menegakkan agamaNya.

    Gerakan yang mendakwa mahu kembali kepada al-Quran dan Sunnah sehingga membida'ahkan beberapa amalan yang sudah hidup subur dalam masyarakat Islam, melarang bermazhab, menolak pengajian kitab tua dan sebagainya tidak akan berjaya walaupun pelbagai usaha dilakukan. Ini disebabkan idea tersebut bertentangan dengan pegangan para ulama-ulama tradisional yang amat dihormati masyarakat. Idea tersebut mungkin diterima di kalangan orang Melayu kelas menengah tetapi akan ditolak oleh orang Melayu 'bawahan'. Golongan pertengahan pun belum tentu semuanya menerima idea itu kerana mereka juga tidak boleh menerima jika ada golongan yang mahu memperlekehkan atau menolak ulama-ulama dahulu. Apakah kelayakan golongan itu pada kacamata mereka untuk membida'ahkan ulama-ulama dahulu ?


    Begitu juga dengan golongan yang merendahkan para sahabat Nabi SAW. Mereka juga tidak boleh bertapak jauh walaupun tidak dinafikan ada segelintir orang yang terpengaruh dengan idea-idea tersebut. Kebanyakan mereka tidak mempunyai pengajian yang mendalam terhadap kitab-kitab para ulama dahulu. Justeru itu sebaiknya kita cuba menoleh kepada ulama-ulama dahulu dengan melakukan kajian yang mendalam sehingga kita makrifat (mengenal dengan sebenar-benarnya) pada mereka. Kita juga perlu mendalami dan mempelajari kehebatan ilmu, ibadah, akhlak, dakwah, politik dan kepimpinan mereka untuk dijadikan model dalam aspek pembinaan masyarakat Islam di Malaysia. Dalam konteks negara kita, mereka merupakan role model yang terbaik untuk kita ikuti.

    Cuba kita lihat kejayaan para ulama dahulu dalam menyebarkan dakwah Islam. Contohnya Syarif Muhammad al-Bahgdadi yang memulakan dakwah di Kuala Berang, Terengganu 700 tahun yang lampau, Wali Sembilan di Indonesia dan PengIslaman Kerajaan Pattani. Mereka telah berjaya mengembangkan Islam dengan meluas hasil kebijaksanaan dakwah mereka. Islam tidak sukar diterima sehingga dapat menukar budaya dan cara hidup Hindu/ Buddha kepada cara hidup Islam secara beransur-ansur. Kebijaksanaan seperti inilah digunakan penjajah Inggeris dalam menyebarkan budaya mereka sehingga orang Melayu boleh menerimanya dan ramai yang tidak menentangnya, walaupun budaya penjajah bertentangan dengan budaya Melayu dan Islam.

    Pada hari ini keruntuhan orang Melayu dari segi agama dan budaya berlaku satu demi satu. Jika tidak bangkit gerakan penyelamat, mungkin Islam dan Melayu hanya tinggal nama sahaja sebagaimana kebanyakan Masyarakat Melayu dan Islam.

    Pada hari ini keruntuhan orang Melayu dari segi Agama dan budaya berlaku satu demi satu. Jika tidak bangkit gerakan penyelamat, mungkin Islam dan Melayu hanya tinggal nama sahaja sebagaimana kebanyakan masyarakat Islam di Selatan Thailand dahulu. Mereka hanya tahu bahawa Islam mengharamkan makan babi sahaja, sedangkan budaya dan amalan agama mereka telah hilang. Mereka 100% mengikut cara hidup orang Siam walaupun mereka bukan penganut Buddha.

    Apakah erti Islam kepada penganutnya jika amalan Islam sendiri tidak diketahui. Dari pengamatan yang dibuat sebenarnya kita juga telah mengalami buta agama dan budaya di kalangan generasi muda hari ini. Mereka langsung tidak memahami agama melainkan dalam perkara tertentu sahaja seperti wajib sembahyang , puasa, zakat dan haji. Itupun seperti yang didakwa oleh Dato' Dr Fadhilah Kamsah, hanya 20% sahaja yang menunaikan sembahyang cukup 5 kali sehari. Yang kita takut ialah budaya Barat yang membawa mesej untuk menyesatkan umat Islam itu diterima dengan rasa megah dan akhirnya meruntuhkan amalan Islam di Malaysia dan bangkitnya budaya Barat, walaupun pemerintah dan rakyatnya ramai di kalangan orang Islam. Akhirnya kita tersungkur jatuh akibat rancangan Yahudi dan Nasrani tanpa setitik darah syuhada. Kesimpulan yang boleh dibuat ialah orang Melayu adalah bangsa yang begitu mudah mengikut apa jua yang dibentangkan jika kena caranya.

    Jika difikirkan, pihak penjajah sepatutnya lebih sukar menundukkan orang Melayu kerana mereka membawa suatu budaya yang bertentangan dengan agama dan budaya orang Melayu seperti pergaulan bebas lelaki dan perempuan, budaya minum arak dalam majlis pembesar, wanita tidak malu membuka aurat. Namun kerana kebijaksanaan mereka membaca kelemahan orang Melayu, rancangan mereka berjaya walaupun menghadapi kesukaran.

    Sehingga kini budaya mereka menjadi amalan kelompok masyarakat besar terutamanya di Pantai Barat. Amalan Islam semakin terpinggir malah menjadi dagang (asing). Yang membimbangkan, bila runtuhnya satu demi satu amalan Islam dan budaya Melayu, akhirnya tertanggal pula akidah islam, maka hancurlah bangsa ini dan menjadi hina di sisi ALLAH. Walaupun kita mohon ALLAH jauhkan hal ini berlaku di negara kita yang tercinta ini, tapi tiada mustahil ALLAH menurunkan balanya seperti yang ditimpakan ke atas Palestin, Bosnia dan Iraq.

    Tiada masa lagi sebenarnya untuk kita leka. Semangat cintakan agama, bangsa dan negara akan membangkitkan kekuatan untuk kita bangkit sebagai penyelamat ummah. Saya melihat tiada sebab orang Melayu tidak boleh menerima Islam dan kembali berpegang teguh dengan ajarannya jika para pendakwah pandai mengolahkannya. Ini kerana mereka adalah bangsa yang lembut jiwa dan mudah dibentuk jika kena cara mendekatinya.

    Dengan kehebatan ilmu, fikrah dan gerak kerja ulama, para pendakwah dan para pemikir moden di seluruh dunia yang kita ambil untuk membangunkan dakwah di sini, alangkah baiknya juga kita menoleh kepada kehebatan ulama-ulama silam dan kejayaan mereka merubah dan membentuk jatidiri orang Melayu dari golongan istana sehingga golongan bawahan. Sehingga kini tiada dapat kita nafikan mereka lebih dekat dengan orang Melayu berbanding ulama zaman ini. Nama dan kitab mereka terus menjadi rujukan utama orang Melayu, diajar di surau dan masjid. Kenapa pula kita terlalu melihat kepada pendakwah di luar negara sehingga melupakan para pendakwah di sini. Kita perlu mengkaji kembali ilmu, amalan, akhlak, pemikiran, dakwah, politik dan budaya yang mereka bawa sehingga runtuhnya kerajaan Hindu di Tanah Melayu dan Indonesia. Jika kita dapat adunkan kehebatan pendakwah silam dan masa kini, insya ALLAH kita boleh berjaya dalam usaha kita.

    Tiga asas penting yang telah dibina oleh ulama dahulu di Nusantara ini ialah akidah Ahli Sunnah wal Jamaah yang berasaskan pegangan Imam Abu Hasan al-Asya'ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi, fekah mazhab Imam Syafie dan tarekah tasawuf aliran Imam al-Ghazali. Ini dapat kita lihat pada kitab-kitab mereka yang ada di tangan kita hari ini. Tiga asas ini adalah pegangan majoriti umat Islam Nusantara. Jika gerakan dakwah tidak menghormati asas-asas ini, mereka bagaikan menentang arus yang besar. Dakwah mereka akan terpinggir walaupun mereka dikatakan golongan muda yang ingin membawa perubahan dalam amal-amal Islam.

    Pegangan ini sudah sebati dengan jiwa orang Melayu. Walaupun kita memiliki gelaran Phd. sekalipun, kita tak mampu merombak kasih sayang dan kepecayaan orang Melayu terhadap keilmuan dan kehebatan ulama tradisional Melayu. Cerita Tok Kenali dapat menjawab persoalan-persoalan yang membingungkan ulama-ulama Arab di zamannya, sehingga keilmuan beliau dikagumi di Mesir dan ini amat membanggakan orang Melayu.

    Begitu juga dengan Syeikh Ahmad al-Fathani, guru kepada Tok kenali. Beliau adalah ulama yang diiktiraf sebagai guru di Masjidil Haram, Makkah, yang mana ia menjadi pusat pengajian Islam bagi umat Islam di seluruh pelusuk dunia ketika itu. Syeikh Ahmad juga dipanggil menjadi orang tengah untuk menyelesaikan beberapa permasalahan ilmu yang timbul. Ketinggian ilmu Syeikh Ahmad al-Fathani dapat dilihat pada kitab-kitabnya yang menjadi rujukan ulama di seluruh dunia dan dijadikan pengajian di madrasah-madrasah ilmu Alam Melayu dan Nusantara. Sehingga kini tiada lagi ulama moden di negara kita yang mana kitabnya menjadi rujukan di serata dunia atau pengajian kepada seluruh Nusantara.