وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ
Dan sembahlah Tuhanmu, sehingga datang kepadamu (perkara yang tetap) yakin. (Al-Hijr: 99)
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahawa Rasulullah saw bersabda, “Ada 7 golongan manusia yang akan dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari ketika tidak ada naugan selain naungan-Nya: imam yang adil, pemuda yang hidup dalam pengabdian kepada Allah SWT, seorang laki-laki yang hatinya terpaut kepada masjid sejak dia meninggalkannya hingga kembali kepadanya, dua orang laki-laki yang saling mencintai kerana Allah, yang bertemu dan berpisah kerana Allah, seorang laki-laki yang menghindari godaan seorang wanita cantik dengan ucapan, “Aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam,’ dan seorang laki-laki yang bersedekah dengan diam-diam hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya.”
Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq menyatakan, “Penghambaan adalah lebih sempurna daripada ibadah. Kerana itu, pertama-tama adalah ibadah, lalu penghambaan, dan akhirnya pemujaan (ubudah).” Ibadah adalah amalan kaum awam, penghambaan adalah amalan kaum terpilih, dan pemujaan adalah amalan kaum terpilih lagi terpilih.
Beliau juga mengatakan, “Ibadah adalah untuk orang yang memiliki kepastian pengetahuan (ilmul yaqin), penghambaan untuk orang yang memiliki kepastian penglihatan (ainul yaqin), dan pemujan adalah untuk orang yang memiliki kepastian (haqqul yaqin).”
Beliau juga berpendapat, “Ibadah adalah untuk orang yang sedang berjuang keras, penghambaan adalah untuk orang yang sangat tahan menanggung kesukaran, dan pemujaan untuk mereka yang telah mencapai taraf musyahadah (meyaksikan Allah).” Jadi orang yang tidak mengeluh kepada Allah, jiwanya berada dalam keadaan ibadah, hatinya dalam keadaan penghambaan, dan ruhnya dalam keadaan pemujaan.
Dikatakan, “Penghambaan adalah menegakkan tindak-tanduk kepatuhan yang sejati, melaksanakannya tanpa batas, menisbatkan nilai yang kecil sahaja kepada apa yang engkau persembahkan, dan menyedari bahawa amal-amal kebajikanmu hanya dapat terlaksana berkat ketentuan sebelumnya dari Allah.”
Muhammad bin Khafif ditanya, “Bilakah penghambaan menjadi baik?” Dia menjawab, “Apabila seseorang telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuannya dan memiliki kesabaran terhadap-Nya dalam menjalani cubaan yang dikenakan-Nya.”
Sahl bin Abdullah mengatakan, “Bagi siapa pun, pengabdian tidaklah sahih sampai dia tidak mempedulikan empat hal: kelaparan, pakaian, kemiskinan dan kehinaan.”
Dzun Nun Al-Mishri menjelaskan, “Penghambaan adalah bahawa engkau menjadi budak-Nya setiap saat, seperti halnya Dia adalah Tuhanmu setiap saat.” Al-Jurairi menyatakan, “Banyak orang yang menjadi budak anugerah, tapi sedikit sekali yang menjadi budak Sang Pemberi anugerah.” Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq menyatakan, “Engkau akan menjadi budak dari siapa pun yang mengikatmu. Jika engkau terikat dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi budak bagi dirimu sendiri. Jika engkau terikat kepada kehidupan duniawi, maka engkau akan menjadi budak bagi kehidupan duniawimu.”
Abu Zain melihat seorang laki-laki dan bertanya kepadanya, “Apakah pekerjaanmu?” Dia menjawab, “Aku melayani keledai-keledai.” Abu Zain mencela, “Semoga Allah mematikan keledai-keledaimu, agar engkau dapat melayani Dia, bukan melayani keledai.”
Abu ‘Amr bin Nujaid menegaskan, “Tidak ada satu pun langkah dapat murni di jalan penghambaan sampai seseorang melihat amal-amal baiknya adalah kemunafikan dan keadaan-keadaan (haal)-nya adalah kepura-puraan.”
Abdullah bin Munazii menyatakan, “Manusia adalah budak Allah selama dia tidak mengusahakan apa pun untuk tunduk kepada dirinya. Jika dia mengusahakan agar sesuatu tunduk kepada dirinya, beerti dia telah meninggalkan lingkup penghambaan [kepada Allah] dan meninggalkan amalannya.
Sahl bin Abdullah berpendapat, “Pengabdian hanya dapat dipandang benar pada seseorang hamba manakala tidak ada kesengsaraan pada dirinya ketika dia miskian dan tidak ada tanda kekayaan ketika dia kaya.”
An-Nibaji mengatakan, “Ibadah itu didasarkan kepada 3 hal: hendaknya engkau tidak menolak aturan-aturan-Nya yang mana pun, tidak menahan sesuatu pun yang diminta-Nya, dan hendaknya Dia tidak mendengar engkau meminta kepada orang lain untuk memenuhi keperluanmu.”
Ibnu Atha’ menjelaskan, “Perhambaan ada pada 4 sifat: kesetiaan pada sumpah yang diucapkan, menjaga batas-batas yang telah ditetapkan (Allah), rasa puas terhadap apa pun yang dimiliki, dan kesabaran terhadap apa pun yang tidak diperolehi.”
Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq menyatakan, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia dari penghambaan, juga tidak ada gelar yang lebih sempurna bagi seorang beriman selain daripada ‘hamba’. Kerana alasan ini Allah SWT ketika menggambarkan Rasulullah saw pada malam Mikraj – saat yang paling mulia di dunia ini berfirman,
سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلاً۬ مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُ ۥ لِنُرِيَهُ ۥ مِنۡ ءَايَـٰتِنَآۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
Maha Suci Allah yang telah menjalankan hambaNya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam (di Mekah) ke Masjid Al-Aqsa (di Palestin), yang Kami berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan kepadanya tanda-tanda (kekuasaan dan kebesaran) Kami. Sesungguhnya Allah jualah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui. (Al-Isra:1)
Kemudian Allah berfirman,
فَأَوۡحَىٰٓ إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ مَآ أَوۡحَىٰ
Lalu Allah wahyukan kepada hambaNya (Muhammad, dengan perantaraan malaikat Jibril) apa yang telah diwahyukanNya. (An-Najm:10)
Maka seandainya ada gelaran yang lebih agung daripada ‘hamba’, tentulah Dia menggunakannya untuk baginda.
Salah seorang sufi berpendapat, “Jika engkau mencampakkan dua hal dari dirimu, nescaya engkau akan menjadi hamba Allah yang sejati: ketenangan dalam kesenangan dan bergantung pada amal perbuatan lahir.” Al-Wasiti mengingatkan, “Waspadalah terhadap kesenangan yang ditimbulkan oleh pemberian, kerana bagi manusia-manusia yang suci, itu merupakan tabir.
Abu Ali Al-Juzjani berkata, “Merasa puas dengan ketetapan Allah adalah tempat tinggal penghambaan, sabar adalah pintu keredhaan, dan menyerahkan semua kekuasaan kepada Allah adalah rumah keredhaan.”
Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq mengatakan, “Sebagaimana sifat rububiyyah (sifat Allah sebagai Rabb, atau penguasa) sifat abadi Allah SWT, begitu juga ubudiyyah (penghambaan) adalah sifat manusia yang tetap padanya selama mana dia hidup.”
An-Nasrabadhi menegaskan, “Amal-amal ibadah lebih dekat kepada pencarian maaf dan ampunan atas kekurangan-kekurangan darpada kepada permohonan imbalan dan pahala.” Dia juga mengatakan, “Penghambaan beerti kehilangan kesedaran akan pengabdian ketika menyaksikan Yang Maha Esa dilayani.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan