Sabtu, Oktober 26

Syarat-Syarat Berthariqat

Muhyiddin Ibnul Arabi dalam kitabnya Futuuhatul Makkiyah menjelaskan tentang syarat_syarat orang yang memasuki thareqat adalah sebagai berikut:

*
Qashdun Shakhihun; tujuan yang benar. Orang yang berthariqat itu harus bertujuan yang benar, yaitu bermaksud melakukan sifat ubudiyah; penghambaan diri kepada Allah yang Haq dan menunaikan haqqur rububiyyah. Bukan tujuan menghasilkan keramat atau pangkat, dan juga tidak mengharapkan pembagian-pembagian yang bersifat nafsu, seperti dipuji dan sebagainya.
*
Sidqun Shariihun; yaitu kesungguhan yang jelas. Artinya, murid harus membenarkan ataumempunyai kepercayaan bahwa sang guru itu mempunyai sirrul khususiah yang bisa menyampaikan sang murid kehadhirat ilahiyah.
*
Adabun Mardhiyyah; yaitu tatakrama yang diridhai, artinya orang yang masuk thariqat itu harus melakukan tatakrama yang diridhai syara` seperti menghormati orang sederajat dan orang yang diatasnya, belas kasih kepada orang yang di bawah, serta insaf, adil, tegas terhadap diri sendiri dan tidak mementingkan diri sendiri.
*
Ahwaalun Zakiyyatun; tingkah laku yang bagus. Artinya, orang memasuki thariqah itu tingkah lakunya serta ucapannya sesuai dengan syariat Nabi Muhammad saw.
*
Hifdzul Hurmati; menjaga kehormatan, kemulyaan. Artinya, orang memasuki thariqah itu harus mengagungkan sang guru baik ketika hadir maupun ghaaib, ketika sang guru masih hidup atau sesudah wafatnya dan juga memulyakan ahlul Islam, berusaha membuat mereka tahan akan penderitaan, menyabarkan hati keras mereka, mengagungkan orang yang di atasnya dan belas kasih orang yang di bawahnya.
*
Husnul Hidmat; pelayanan yang baik. Artinya, orang yang masuk thariqah itu harus membaikkan pelayanannya terhadap sang guru dan saudara se-Islam, dan juga membaikkan diri dalam berhidmat kepada Allah swt., melakukan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Inilah tujuan teragung dalam thariqat
*
Rof`ul Himmah; meluhurkan kemauan. Artinya, orang yang masuk thariqat bukan karena mengharap dunia dan akherat, tetapi menginginkan marifat khususiyah pada Allah swt.
*
Nufuudzul Azimah; kelestarian maksud atau niat. Artinya, orang masuk thariqat itu haruslah melestarikan maksudnya dalam melakukan tariqat, sebab hal itu akan menghasilkan ma`rifat khassah akan Allah swt.


Adapun maksud melakukan thariqat itu adalah melakukan tatakrama lahir dan bathin. Imam Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan: “Ada 4 hal yang menjadi tatakrama ahli thariqat. Karena itu apabila seorang ahli thariqat tidak memenuhi empat macam tatakrama ini, jangan dianggap sebagai ahli thariqat.


Adapun empat hal tersebut adalah :

1.Menjauhi orang-orang yang ahli aniaya
2 Memulyakan ahli akherat
3.Menolong orang yang dalam kemelaratan
4.Melakukan shalat 5 waktu berjama`ah

Sumber : Kitab : Ad-Durorul Muntatsirah Hadratusy Syaikh Hasyim Asy`ari

Thariqat Dalam Islam

MUQADDIMAH

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala
atas pengurniaan jalan tariqah yang bertujuan menyempurnakan
dasar penghambaan kepadaNya serta menjadi penyebab
terbukanya pintu-pintu hati insan menuju ke samudra rasa cinta
kepadaNya. Selawat dan salam kami sampaikan kepada junjungan
besar, Nabi Muhammad saw yang telah menunjukkan jalan
tariqah ini serta memberikan contoh melalui liku-liku hidupnya
dalam menempuh jalan menuju kepadaNya. Juga kepada para
sahabat, keluarga beliau serta para tabi’ tabi’in sehingga para auliya’
dan ulama pada masa ini yang mengekalkan dan mempraktikkan
ajaran beliau bagi tujuan mencapai keredhaan Ilahi Rabbi.
Dunia Tasawuf telah berkembang begitu luas sekali dan telah
diwarisi oleh para tokoh-tokoh Sufi sejak kewafatan Baginda Nabi
Muhammad saw. Berbicara tentang Tasawuf yang salah satu
ajarannya mengupas masalah Tariqah, akan timbul pertanyaan
apakah hal tersebut ada dalam ajaran Islam.
Dalam ajaran tasawuf diterangkan bahawa syariat hanya
membicarakan kaedah rukun dan syaratnya suatu ibadah, sedang
Tariqahlah yang merupakan jalan yang membawa sesorang untuk
taqarrub kepada Allah. Apabila seseorang mampu menyelaraskan
antara syariat dan tariqah, maka ia akan menuju hakikat ibadah
untuk selanjutnya tercapailah apa yang dinamakan makrifatullah.
Dalam perkara ini, seorang tokoh sufi, As-Syeikh Abul Qasim
Junaid Al-Baghdadi pernah berkata bahawa :
“Semua Tariqah (Tasawuf) itu tidak akan berhasil jika tidak
dilakukan segala ajaran Nabi yang merupakan sumber Tariqah.”

Definisi Dan Pengertian Thariqah

Tariqah Pada Bahasa Kalimah Thariq berasal dari kekata “tharaqa” yang bererti
memukul/memanjangkan, menyisir, mengetuk, melalui,
mengucapkan, serta datang di malam hari. Thariq bererti tempat
berlalu yang luas dan panjang, melebihi luas jalan. Ia juga bererti
jalan yang ditempuh oleh kelompok sufi, dijamakkan menjadi
thuruq.
Erti Thariq sama dengan tariqah yang bererti jalan, haluan
atau mazhab. Tariqah juga mempunyai erti yang menunjuk pada
segolongan orang-orang yang dipandang mulia. Iaitu orang-orang
yang dihormati dan diikuti oleh masyarakat kerana keluhuran
jiwanya. Pada masyarakat Arab biasanya digunakan kata-kata
‘tariqah al-qaum’ yang bererti suri tauladan dan pilihan mereka
iaitu orang-orang yang dijadikan oleh sesuatu masyarakat sebagai
ikutan. Maka masyarakat tersebut mengikuti jalan mereka.
Tariqah Pada Istilah
Dalam Ilmu Tasawuf, Tariqah merupakan satu jalan atau
kaedah yang ditempuh menuju keridhaan Allah swt dengan
amaliah zahir dan bathin sepertimana yang terkandung dalam
keluasan Ilmu Tasawuf. Adapun ikhtiar menempuh jalan itu lebih
dikenali dengan istilah Suluk. Sedangkan orang bersuluk itu pula
dipanggil Salik.
Dalam keterangan yang lain, dapat difahami bahwa tariqah
itu adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah
sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dan
dikerjakan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw, Tabi’it, Tab’in

Tabi’in turun temurun sehingga sampai kepada para ulama dan
guru-guru. Guru-Guru yang memberikan petunjuk dan bimbingan
ini dinamakan Mursyid. Mursyid peranannya membimbing dan
mengajar muridnya setelah memperolehi ijazah dari gurunya pula
sebagai tersebut dalam silsilahnya. Dengan demikian ahli
Tasawuf berkeyakinan bahwa hukum-hakam serta peraturan-
peraturan dalam ilmu Syariah dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baik perlaksanaan melalui jalan Tariqah.

PENGGUNAAN KATA “TARIQAH” DALAM AL-QURAN


Di dalam Al-Quranul Karim, perkataan Tariqah digunakan
sebanyak 9 kali di dalam 5 surah. Pengertian tariqah di dalam Al-
Quran mempunyai beberapa pengertian. Antaranya ialah:-

1. Surah An-Nisa’ : 168
‘Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan
kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa)
mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada
mereka.’

2. Surah An-Nisa’ : 169
Melainkan jalan ke Neraka Jahannam; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.’

3. Surah Thoha : 63
‘Mereka berkata : Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-
benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu
dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu
yang utama.’

4. Surah Thoha : 77
‘Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa:
Pergilah kamu dengan hambaKu (Bani Israil) di malam hari,
maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu,
kamu tidak usah khuatir akan tersusul dan tidak usah takut
(akan tenggelam).’

5. Surah Thoha : 104
Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan ketika
berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka:
Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari
sahaja.’

6. Surah Al-Ahqaf : 30
‘Mereka berkata : Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah
mendengarkan kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan
sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya
lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang
lurus.’

7. Surah Al-Mukminin : 17
‘Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu
tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan Kami tidaklah
lengah terhadap ciptaan (Kami).’

8. Surah Al-Jinn : 11
‘Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang
soleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian
halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeza-beza.’

9. Surah Al-Jinn : 16
‘Dan bahawasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas
jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi
minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).’
Jika diperhatikan 3 bentuk kekata tharaqa digunakan di
dalam Al-Quran. Bentuk tersebut adalah:
1) Thariq – Jalan yang ditetapkan atau jalan yang dilalui oleh
manusia
2) Thariqah – Keutamaan atau kebenaran
3) Tharaiq – Berbentuk jamak dari perkataan thariq dan
thariqah. Mempunyai dua makna iaitu :
Jalan yang nampak
Aliran atau keadaan

ASAL USUL TARIQAH


Nabi Muhammad saw sebagai guru pertama umat Islam telah
membuka jalan (tariqah) yang pertama dan telah menyem-
purnakan tablighnya (penyampaiannya). Maka dengan ini tariqah
kaum muslimin keseluruhannya berpokok pangkal dari tariqah
Nabi Muhammad saw. Segala amal ibadah yang kita lakukan atau
tariqah yang kita amalkan adalah petunjuk yang kita terima dari
guru-guru kita. Mereka sebelumnya menerima dari para ulama.
Para ulama sebelumnya menerima dari para Tabi’Tabi’in.

Mereka pula telah menerima dari para tabi’in yang telah menerima dari
sahabat yang langsung menerima dari Rasulullah saw. Rasulullah
saw telah menerima segala ajaran pula dari Jibril as dan Jibril pula
menerimanya dari Allah swt.
Perlaksanaan sunnah Nabi Muhammad saw yang terkandung
dalam Ilmu Fiqeh harus dilaksanakan melalui tariqah. Tidak
mencukupi hanya dari keterangan hadis–hadis Nabi Muhammad
sawsahaja tanpa ada sahabat yang melihat cara perlaksanaan Nabi
saw dalam sesuatu ibadah. Kemudian mereka pula menceritakan
kembali caranya kepada murid-muridnya iaitu para tabi’in dan
seterusnya. Apabila seseorang mempelajari ilmu Fiqehsebenarnya
ia sudah melakukan satu tariqah.
Apabila seorang guru mengajarkan ilmu sembahyang
misalnya, ia pasti mengajar, membimbing dan menunjukkan cara
perlaksanaan yang betul, dengan niat yang sah, segala rukun
sembahyang sehingga dapat sembahyang itu akhirnya
dilaksanakan dengan sempurna. Semua bimbingan gurunya itu
dinamakan tariqah. Maka apabila perlaksanaan ibadah itu
meninggalkan kesan pada jiwanya dan dikerjakan secara
maksimal, maka ia akan menjadi Haqiqah, sedangkan hasilnya,
sebagai tujuan terakhir daripada semua perlaksanaan ibadah itu
ialah mengenal Tuhan sebaik-baiknya, atau dalam istilah Tasawuf
disebut mencapai Makrifatullah.
Syariah dan Tariqah adalah tidak lain daripada mewujudkan
perlaksanaan ibadah dan amal, sedangkan Haqiqah itu
memperlihatkan ahwal dan rahsia tujuannya.
Dalam Ilmu Tasawuf penjelasan ini disebut: Syariah itu
merupakan peraturan. Tariqah itu merupakan perlaksanaan.
Haqiqah itu merupakan keadaan dan Makrifah itu adalah tujuan
yang terakhir iaitu mengenal Allah swt.

Imam As-Syeikh An-Naqsyabandi mengatakan:
“Syariah itu segala apa yang diwajibkan, dan Haqiqah itu segala
apa yang diketahui. Syariah itu tidak boleh terlepas dari Haqiqah dan
Haqiqah pula itu tidak boleh terlepas dari Syariah.”

Imam Malik pula berkata:
“Barangsiapa mempelajari Fiqeh sahaja dengan tidak mempelajari
Tasawuf, maka ia fasik. Barangsiapa mempelajari Tasawuf sahaja
dengan tidak mengenal Fiqeh, maka dia itu zindiq. Barangsiapa
mempelajari serta mengamalkan kedua-duanya itu, maka dia itulah
Mutahaqqiq, iaitu ahli Haqiqah yang sebenarnya.”

SEJARAH TARIQAH

Islam merupakan agama lengkap yang menjangkau segala aspek

HIDUP, sama ada dalam menyediakan keperluan rohani dan
jasmani manusia. Tujuan hidup manusia sesuai dengan fungsinya
sebagai khalifah Allah swt di muka bumi ini adalah untuk
mencurahkan pengabdian yang sepenuhnya kepada Allah swt.
Amanah dan risalah agama tauhid telah berkembang turun
temurun sejak Nabi Adam sehingga ke junjungan kita Nabi
Muhammad saw. Rasulullah saw telah mempamerkan qudwa
yang baik menerusi ibadahnya, musyahadahnya, muraqabahnya
dan segala tindak tanduknya. Ini jelas dapat dilihat dalam sejarah
kehidupan Nabi Muhammad saw apabila diteliti.
Rasulullah saw telah membawa Islam ke suatu tahap yang
sempurna dan menerapkan ajaran dasar iaitu tauhid ke dalam
setiap manusia yang mengesakan Allah swt. Diikuti pula dengan
perlaksanaan penghambaan melalui peraturan-peraturan agama
dan syariat yang tercangkup dalam rukun Islam. Melalui contoh
hidup beliau, Rasulullah saw menjadi petunjuk terbaik dalam
perlaksanaan ajaran-ajaran tuhan yang diwahyukan itu.
Contoh kezuhudan Rasulullah saw adalah satu tarikan pula
buat sebahagian besar para sahabat terutama Sayyidina Abu
Bakar ra, Sayyidina Omar ra, Sayyidina Uthman ra, Sayyidina Ali
ra, Abu Zar Al-Ghiffari ra, Abu Hurairah ra dan ramai lagi untuk
mengikuti.
Para sahabat dan mereka yang mengikut ajaran Rasulullah
saw telah memperjuangkan Islam secara zahir dan batin. Semasa
pemerintahan Khulafa’ Ar-Rashidin, Islam telah tersebar luas
sehingga ke Mesir, Palestine, Syria, Iraq, Parsi, Byzantium dan
juga ke setiap pelusuk negara yang lain.
Setelah berlalu zaman Khulafa’ Ar-Rashidin dan kerajaan Bani
Umaiyyah, hampir semua para Khalifah yang menduduki takhta
telah meninggalkan kezuhudan dan kehidupan sederhana.
Mereka telah terpesona dengan kehidupan mewah dan kekuasaan

sehingga mereka berani melakukan perbuatan-perbuatan yang
tidak mengikut sunnah dan ajaran-ajaran Nabi Muhammad saw.
Perubahan sosio ekonomik dan politik pada zaman
pemerintahan Bani Umaiyyah adalah titik tolak pelancaran suatu
aliran zuhud dan mengutamakan pembinaan rohani dalam Islam.
Sebenarnya aliran itu, tidak berniat untuk mengemukakan sesuatu
yang baru atau di luar lingkungan agama Islam. Mereka
sebenarnya rasa terharu dengan perpecahan umat yang berlaku
ketika itu dan merindukan suasana kehidupan yang murni seperti
di zaman Rasulullah saw.
Maka pada kebelakangan era pemerintahan Bani Umaiyyah,
para zuhud tampil kehadapan terutama di Basrah dan Kufah.
Disanalah Hassan Al-Basri dikenali sebagai penggerak Sufi yang
terulung. Masa pemerintahan Abasiyyah pula bangkitlah
golongan-golongan Sufi yang menggerakkan konsep-konsep
kerohanian. Pada zaman inilah sempadan Sufi mula melebar dari
perlakuan zuhud ke peringkat ma’rifat ke lebih dalam. Ahli
sejarah menetapkan Sheikh Ma’ruf Al-Karkhi sebagai ulama Sufi
yang mengemukan aliran ini. Konsep Sufi ini diteruskan oleh
mereka seperti Abu Sulaiman Ad-Darani dan Zunnun Al-Masri
dan yang lainnya.
Kemunculan Imam Al-Ghazali pula menguatkan dan
mendokong usaha pemikir-pemikir Sufi. Beliau bertang-
gungjawab menerapkan ilmu Tasauf dalam pemikiran dasar ilmu
Tafsir dan seterusnya menguatkan pengamalannya dalam Tariqah.
Tren yang berdasar luas dalam pergerakkan Tariqah di masa
pemerintahan Bani Abassiyah telah menarik ramai pengikut
yang mempunyai latar belakang yang berbeza. Kemudian
perkembangan Tariqah begitu cepat sekali. Di masa Al-Ghazali,
Tariqah mencapai ekspresi yang lebih sistematik sebagai alat
penyampaian Sufi. Dua faktor bertanggungjawab mempelopori
fenomena itu adalah Sheikh Tariqah dan para pengikutnya

sehinggalah Tariqah itu tersebar luas dan diamalkan di setiap
pelusuk bumi sehingga ke hari ini.

Jumaat, Oktober 25

TUJUAN DAN POKOK TARIQAH

Tariqah sebagai organisasi para salik dan sufi, pada dasarnya
memiliki tujuan yang satu, iaitu Taqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah swt. Akan tetapi sebagai organisasi, para salik yang
kebanyakan diikuti masyarakat awam merupakan para
Mubtadi’in, maka dalam tariqah terdapat tujuan-tujuan yang lain
yang diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pertama
dan utama tersebut. Sehingga secara garis besar, dalam Tariqah
terdapat tiga tujuan yang masing-masing melahirkan tatacara dan
jenis-jenis amalan kesufian. Ketiga tujuan pokok tersebut adalah:

1. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)
Ia merupakan satu proses penyucian jiwa yang akan
menghasilkan ketenteraman, ketenangan dan rasa dekat
dengan Allah swt dengan menyucikan hati dari segala
kekotoran dan penyakit hati atau penyakit jiwa. Tujuan ini
merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik atau
ahli tariqah. Bahkan dalam tradisi tariqah, Tazkiyatun Nafs
ini dianggap sebagai tujuan pokok. Dengan bersihnya jiwa
dari berbagai macam penyakit, akan secara langsung
menjadikan seseorang dekat kepada Allah swt.
Zikrullah (Mengingati Dan Menyebut Allah)
Adapun jalan atau cara menjalani proses Tazkiyatun Nafs
ini adalah dengan Zikrullah (mengingat Allah). Zikrullah
merupakan amalan khas yang mesti ada dalam setiap Tariqah.
Yang dimaksudkan dengan Zikir dalam sesuatu tariqah
adalah mengingati Allah swt dan menyebut nama Allah swt,
baik secara Jahar (lisan) atau secara Sirr (rahsia). Di dalam
Tariqah, zikrullah diyakini sebagai cara yang paling efektif
untuk membersihkan jiwa dari segala macam kekotoran danpenyakit-penyakitnya sehingga hampir semua tariqah menggunakan cara ini.
Selain zikrullah, Tazkiyatun Nafs ini juga diperolehi dengan:

Mengamalkan Syariat
Melaksanakan amalan-amalan sunnah,Berperilaku zuhud dan wara’

2. Taqarrub (Mendekatkan Diri Kepada Allah swt)
Taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah swt merupakan
antara tujuan utama para sufi dan ahli tariqah. Ini diupayakan
dengan beberapa cara yang tersendiri. Cara-cara tersebut
dilaksanakan di samping perlaksanaan dan upaya mengingat
Allah (zikir) secara terus-menerus, sehingga sampai tidak
sedetik pun seorang salik itu lupa kepada Allah swt. Antara
cara yang biasanya dilakukan oleh para pengikut tariqah
untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih berkesan
ialah:

Tawassul & Wasilah

Tawassul dan Wasilah dalam upaya mendekatkan diri
kepada Allah yang biasa dilakukan di dalam tariqah adalah
suatu cara (wasilah) agar pendekatan diri kepada Allah swt
dapat dilakukan dengan mudah dan ringan. Di antara bentuk-
bentuk Tawassul yang biasa dilakukan adalah meng-
hadiahkan bacaan Al-Fatihah kepada Syeikh yang memiliki
silsilah tariqah yang diikutinya sejak Nabi Muhammad saw
sampai kepada mursyid yang mengajar zikir kepadanya.

Muraqabah (Pengawasan)

Muraqabah ialah duduk bertafakkur atau mengheningkan
perbuatan dengan penuh kesungguhan hati, dengan seolah-
olah berhadapan dengan Allah swt. Meyakinkan diri bahawa
Allah swt senantiasa mengawasi dan memerhatikannya.
Sehingga dengan latihan Muraqabah ini, seorang salik akan memiliki nilai Ihsan yang baik, dan akan dapat merasakan kehadiran Allah swt di mana sahaja dan pada setiap masa.

Khalwat & Uzlah (Mengasingkan Diri)

Khalwat atau uzlah adalah mengasingkan diri dari hiruk
pikuk urusan duniawi. Sebahagian tariqah tidak mengajarkan
Khalwat ini dalam keadaan fizikal, kerana mengikut golongan
ini khalwat cukup dilakukan menerusi kehadiran hati
(Khalwat Qalb). Sedangkan sebahagian tariqah yang lain,
mengajarkan Khalwat atau Uzlah secara fizikal, sebagai
pengajaran untuk membawa penuntutnya dapat melakukan
Khalwat Qalb. Ajaran tentang khalwat ini dilaksanakan
dengan mengambil iktibar dari amalan Rasulullah saw pada
menjelang masa pengangkatan kenabiannya. Dalam
perlaksanaan Khalwat ini diisi dengan berbagai Mujahadah
demi mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam tradisi
sebahagian tariqah di rantau Nusantara ini, Khalwat ini lebih
dikenali dengan Suluk.

3. Tujuan-Tujuan Lain
Tariqah sebagai kumpulan yang menghimpunkan para calon
sufi atau Salik, yang kebanyakannya terdiri dari masyarakat
awam dan kedudukan mereka itu berperingkat Mubtadi’in
(permulaan), maka dalam tariqah terdapat amalan-amalan
yang menyesuaikan kepada keadaan masyarakat awam.
Amalan-amalan tersebut bertujuan mengharapkan sesuatu
imbalan ataupun pertolongan dalam melaksanakan tujuan
pengamalan tersebut. Kadang kalanya amalan-amalan inilah
yang biasanya memenuhi masa ruang para Salik. Di antara
amalan-amalan tersebut ialah :

Wirid

Wirid adalah suatu amalan yang harus dilaksanakan secara
istiqamah (berterusan), pada waktu-waktu yang khusus
seperti setiap selesai mengerjakan sembahyang atau pada waktu-waktu tertentu yang lain. Wirid ini biasanya berupa potongan-potongan ayat, selawat atau pun nama-nama Allah.
Perbedaannya dengan zikir adalah kalau zikir itu
diijazahkan oleh seorang Mursyid dalam proses Bai’ah atau
Talqin atau Hirqah. Sedangkan wirid tidak semestinya harus
diijazahkan oleh seorang Mursyid dan tidak diberikan dalam
suatu proses perjanjian (bai’ah). Sedangkan dari sudut tujuan
juga memiliki perbezaan antara keduanya. Zikir hanya
dilakukan satu-satunya untuk mendekatkan diri kepada Allah
swt, sedangkan wirid biasa dikerjakan untuk kepentingan-
kepentingan tertentu yang lain, umpama memohon
keberkahan rezeki, pertolongan dan sebagainya.

Ratib

Ratib adalah amalan yang harus diwiridkan oleh para
pengamalnya. Tetapi Ratib ini merupakan kumpulan dari
beberapa potongan ayat atau surah-surah pendek yang
digabungkan dengan bacaan-bacaan lain seperti Istighfar,
Tasbih, Selawat, Asmaul Husna, Kalimah Thayyibah dalam
suatu jumlah yang telah ditentukan dalam pengamalan yang
khusus.
Ratib ini biasanya disusun oleh seorang mursyid besar
dan diberikan secara ijazah kepada para muridnya. Ratib ini
juga biasa diamalkan oleh seorang dengan tujuan untuk
meningkatkan kekuatan rohani dan merupakan wasilah
(perantaraan) dalam doa untuk kepentingan hajat-hajat yang
khusus.

Hizib

Hizib pula adalah suatu doa yang panjang, dengan
susunan perkataan dan bahasa yang indah disusun oleh
seorang sufi besar. Hizib ini biasanya merupakan doa
pelindung bagi seorang sufi yang juga diberikan kepada
muridnya secara ijazah. Hizib diyakini oleh kebanyakan
masyarakat Islam sebagai amalan yang dimiliki daya yang sangat besar terutama jika diperhadapkan dengan ilmu-ilmu ghaib dan kesaktian.

Manaqib

Manaqib sebenarnya adalah biografi seorang sufi besar
atau wali Allah seperti As-Syeikh Abdul Qadir Jailani dan
Syeikh Bahauddin An-Naqsyabandi. Diyakini oleh para
pengamal tariqah sebagai mempunyai suatu kekuatan rohani
dan barakah. Bacaan Manaqib ini seringkali dijadikan sebagai
amalan, terutama untuk mengingati sejarah dan perjuangan
para waliyullah dan untuk tujuan terkabulnya segala hajat-
hajat yang baik dan khusus.
Secara rumusan, pokok dari semua Tariqah itu ada lima :
Pertama – Mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut
paut dengan perlaksanaan segala perintah-perintah syara’.
Kedua – Mendampingi guru-guru dan teman setariqah untuk
melihat bagaimana cara melakukan sesuatu ibadah.
Ketiga – Meninggalkan segala Rukhsah dan Ta’wil untuk
menjaga dan memelihara kesempurnaan amal.
Keempat – Menjaga dan mempergunakan waktu serta
mengisikannya dengan segala wirid dan doa guna kekhusyukan
dan kehadiran jiwa.
Kelima – Mengekang diri, jangan sampai keluar melakukan
hawa nafsu dan supaya diri itu terjaga daripada kesalahan

INTISARI DALAM TARIQAH


1. Guru atau Mursyid
Syeikh atau guru mempunyai kedudukan yang penting dalam
Tariqah. Ia juga sering dikenali dengan panggilan Mursyid (yang
memberi petunjuk). Seorang guru tidak sahaja merupakan seorang
pemimpin yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupanzahir dan pergaulan sehari-hari, agar tidak menyimpang daripadaajaran-ajaran Islam dan terjerumus kepada perbuatan maksiat, berbuat dosa besar atau kecil, yang segera harus ditegurinya.
Akan tetapi peranannya juga lebih dari itu, adalah sebagai
pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam Tariqah. Ia merupakan perantaraan dalam ibadah antara murid dan Tuhannya. Ini dikaitkan dengan peranan Rasulullah saw didalam membimbing para sahabat menuju kepada penghambaan
kepada Allah.
Seorang syeikh dalam Tariqah membimbing muridnya dengan
memberikan pengajaran zikrullah melalui proses Bai’ah (perjanjian).
Dan kedudukan syeikh itu haruslah bersilsilah dengan para gurunya
pula di mana dia memperolehi ajaran Tariqah tersebut.
Oleh kerana itu jabatan ini tidaklah dapat dipangku oleh or-
ang sembarangan walaupun ia mempunyai pengetahuan yang
lengkap tentang Tariqah. Di samping menerima ijazah dari guru
sebelumnya sebagai penerus pemimpin tariqah, seorang syeikh itu
haruslah mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan bathin
yang murni. Berbagai-bagai jolokan nama yang tinggi diberikan
kepadanya menurut kedudukannya. Antaranya:

Mursyid
Orang yang memberikan petunjuk (Irsyad)
Sheikh
Nama yang sering dikaitkan sebagai guru, ketua
atau pemimpin
Murabbi
Orang yang mengajarkan ilmu pendidikan (tarbiah)
Maulana
Gelaran ‘tuan’ guru yang sudah mencapai darjat
tinggi
Mua’allim
Guru yang memberikan ilmu
Mudarris
Pengajar atau pengurus satu pengajian
Muaddib
Guru yang mengajar adab atau tatasusila.
Manusia dipanggil ‘adib’ dalam hubungan dengan
Khaliq (Penciptanya)

Kandungan
Page 17
Mengenal Tasawuf dan Tarekat
188

Ustaz
Gelaran biasa bagi seorang guru. Ia lazim sekali
digunakan dalam rantau sebelah sini, terutama di
Singapura, Malaysia dan Brunei. Tetapi di Indone-
sia sering ustaz itu dipanggil kiyai.
Nussak
Orang yang mengerjakan segala amal dan perintah
agama
Ubbad
Orang yang ahli dan ikhlas mengerjakan segala
ibadah
Imam
Pemimpin bukan sahaja dalam soal ibadah, bahkan
juga dalam sesuatu aliran keyakinan
Sadah
Bererti Penghulu. Gelaran ini juga kadangkala
diberikan kepada seorang guru sebagai
penghormatan atau orang yang dihormati dan
diberi kuasa yang penuh.

2. Murid atau Salik
Pengikut sesuatu tariqah itu dinamakan murid, iaitu orang
yang menghendaki pengetahuan dalam segala amal ibadahnya.
Murid itu terdiri dari lelaki dan perempuan, tua mahupun muda.
Dalam tariqah, seorang murid itu tidak hanya berkewajipan
mempelajari segala sesuatu yang diajarkan atau melakukan segala
sesuatu yang dilatihkan guru kepadanya yang merupakan pokok
asal dari ajaran-ajaran sesuatu Tariqah. Bahkan ia harus patuh
dan beradab kepada syeikhnya, dirinya sendiri mahupun terhadap
saudara-saudaranya setariqah serta orang Islam yang lain. Segala
sesuatu yang bertalian dengan itu, diperhatikan dengan sungguh-
sungguh oleh Mursyid sesuatu tariqah, kerana kepada
keperibadian murid-muridnya itulah bergantung yang terutama
berhasil atau tidak perjalanan suluk tariqah yang ditempuhnya.
Pelajaran-pelajaran kesufian dan latihan-latihan tariqah itu akan
kurang faedahnya, jika ianya tidak meninggalkan perubahan budi
pekerti dan peningkatan amaliah murid-murid itu.

3. Talqin dan Bai’ah
Talqin dalam istilah Tasawuf adalah pengajaran dan
peringatan yang diberikan oleh seorang Mursyid kepada muridnya
yang hendak mempelajari beramal mengikut perjalanan
tariqahnya. Manakala Bai’ah pula bererti perjanjian (‘ahad)
kesanggupan kesetiaan seorang murid di hadapan gurunya untuk
mengamal dan mengerjakan segala amalan dan kebajikan yang
diperintahkan oleh gurunya.
Talqin dan bai’ah dalam perlaksanaan adalah sesuatu yang
asas dan menjadi pokok pengamalan dalam tariqah. Seorang
murid sebelum mengamal, terlebih dahulu harus mendapatkan
Bai’ah dan berjanji dengan gurunya dengan penuh kesetiaan.
Dengan menjalani proses perjanjian ini, ia akan dapat
memberi kesan yang mendalam kepada orang yang menerima
pengajaran itu dan dapat menguatkan tali ikatan perguruan dan
persaudaraan kukuh yang tidak akan putus antara seorang murid
dan gurunya juga meninggalkan pengertian yang sangat mendalam
dan cara-cara serta adab yang akan ditinggalkan dalam ingatan
kedua belah pihak.
Kebiasaannya, seorang Syeikh atau Mursyid akan
memberikan pengajaran Zikrullah kepada muridnya sebagai
amalan pokok dalam tariqah. Zikrullah yang diajarkan berupa
kalimah Tauhid ‘La Ilaha Illallah’ diajarkan kepada murid dengan
cara pengamalan yang khusus, terutama melafazkan kalimah ini
dengan lafaz yang bersuara dan juga di dalam hati.
Inilah cara yang pernah dipelajari dan diambil oleh Sayidina
Abu Bakar As Siddiq ra dan Sayidina Ali Bin Abi Thalib ra
daripada Rasulullah saw sehingga melaksanakan zikir dengan
kalimah ini dapat meresap teguh sampai ke dalam hati. Terdapat
banyak hadis yang menerangkan peristiwa Nabi Muhammad saw
mengambil ‘ahad (perjanjian) pada waktu membai’atkan para
sahabatnya, secara perseorangan dan berjamaah.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tabrani dari Syaddad Bin Aus
bahawa Rasulullah saw pernah mentalkin sahabat-sahabat beliau
secara berjamaah dan perseorangan. Pada suatu hari ketika kami berada
dekat Nabi saw dan beliau bersabda, “Adakah di antara kamu orang
asing?” (yakni Ahli Kitab). Maka saya menjawab: ‘Tidak ada’. Lalu
Rasulullah saw berkata, “Angkatlah tanganmu dan ucapkanlah La
Ilaha Illallah”. Lantas beliau menyambung, “Segala puji bagi Allah
wahai Tuhanku, Engkau telah mengutus aku dengan kalimah ini dan
Engkau menjadikan dengan ucapannya kurnia syurga kepadaku dan
bahawa Engkau tidak sekali-kali memungkiri janji”. Kemudian beliau
bertanya: “Ketahuilah, gembiralah. Sesungguhnya Allah swt telah
mengampuni kamu sekelian.”
Terdapat juga sesetengah kumpulan tariqah yang menjalankan
proses perjanjian dan talqin dengan cara yang berlainan iaitu
dengan Wasiat, Ijazah dan Khirqah.
Ijazah dan Wasiatmerupakan kekuasaan seorang guru dalam
bentuk surat keterangan yang memberi kekuasaan kepada seorang
murid untuk mengamalkan sesuatu atau selanjutnya mengajarkan
pengamalan tariqah itu kepada orang lain.
Manakala Khirqah pula berupa sepotong kain atau pakaian
yang pada kebiasaannya dari bekas pakaian seorang guru yang
diberikan kepada murid atau memakainya sebagai mengikat ikatan
perguruan dalam pengamalan tariqah. Ini akan menghasilkan
keberkahan dan dianggap suci dan menjadi kenang-kenangan bagi
seorang murid.

4. Silsilah
Silsilah bagi seorang Syeikh atau Mursyid merupakan sesuatu
yang penting untuk mengajar dan memimpin sesuatu tariqah.
Mereka yang menggabung diri kepada sesuatu tariqah, hendaklah
mengetahui benar-benar nisbah atau hubungan guru-gurunya yang
sambung-menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi
Muhammad saw. Ini dianggap perlu dan sesuatu yang darurat
kerana ia memberikan petunjuk kepada seorang murid.

Bantuan kerohanian yang diambil guru-gurunya itu harus benar, dan jika
tidak berhubungan sampai kepada Nabi Muhammad saw, maka
bantuan itu dianggap terputus dan tidak merupakan warisan
daripada Nabi saw. Seorang murid dalam tariqah hanya membuat
perjanjian dengan gurunya dan tidak menerima Bai’ah, Talqin,
Ijazah, Wasiat atau Khirqah tanda kesanggupan dan kesetiaan,
kecuali kepada Mursyid yang mempunyai silsilah yang baik dan
benar.
Silsilah itu merupakan hubungan nama-nama yang panjang
yang satu bertalian dengan yang lain, dari kedudukan Mursyid
hingga kepada Rasulullah saw. Barangsiapa yang tidak ada
hubungan dengan Nabi sawia dianggap terputus limpahan cahaya
dan tidak menjadi waris Rasulullah saw. Orang yang demikian
tidak dibolehkan mengambil Bai’ah daripadanya dan ia tidak boleh
memberi atau diberi Ijazah. Barangsiapa yang mengamalkan
tariqah tetapi tidak mengenal nenek moyangnya (silsilah) dari
para Masyaikh, ia ditolak dan tidak diakui.
Setiap orang yang tidak mempunyai syeikh (Mursyid) yang
memberi bimbingan kepada jalan keluar dari sifat sifat tercela,
maka dia dianggap maksiat kepada Allah dan RasulNya kerana
dia tidak dapat petunjuk mengenai jalan mengubatinya.
Walaupun ia mengamalkan segala perkara yang bersifat aktif
ataupun menghafal seribu buku tidaklah bermanfaat dengan tidak
berguru atau mempunyai Syeikh.

TARIQAH-TARIQAH YANG MU’TABARAH

Tariqah sebagaimana telah diakui dalam Ilmu Tasawuf sebagai jalan yang memberi petunjuk dan membawa seseorang itu kepada Tuhannya dengan pengabdian sebenarnya. Justru demikian, jalan untuk menyampaikan kepada maksud dan tujuan itu terbentang
luas dan banyak sekali. berbagai tariqah yang wujud dan bermacam jenis, warna dan pengajarannya tetap kembali kepada tujuan yang satu yaitu Taqarrub kepada Allah swt dan akhirnya mancapai Makrifatullah.

Tariqah-tariqah sejak awal kewujudannya telah berkembang pesat dan diamalkan sehingga ke hari ini Bilangannya banyak sekali. Ada tariqah-tariqah yang merupakan tariqah asas yang dibentuk oleh ahli-ahli Tasawuf, dan ada juga tariqah-tariqah yang
merupakan perpecahan daripada tariqah asas, telah dipengaruhi oleh pendapat para masyaikh tariqah asas, telah dipengaruhi oleh pendapat para masyaikh tariqah yang mengamalkannya di belakangnya atau oleh keadaan setempat, keadaan bangsa yang menganut tariqah-tariqah itu. Banyak diantara perpecahan tariqah- tariqah itu disusun atau diberi istilah-istilah yang sesuai dengan tempat perkembangannya.

Dr Syeikh H.Jalaluddin, seorang pakar ilmu Tasawuf dan
seorang ahli tariqah,telah banyak menulis tentang perkembangan
tariqah-tariqah, antara lain tariqah-tariqah yang telah diakui
kesahihannya. Beliau menerangkan tariqah-tariqah tersebut ialah:-

1 Tariqah Qadiriyah
2 Tariqah Naqsyabandiyyah
3 Tariqah Syaziliyyah
4 Tariqah Ahmadiyyah
5 Tariqah Rifaiyyah
6 Tariqah Dasukiyyah
7 Tariqah Akbariyyah
8 Tariqah Maulawiyyah
9 Tariqah Qurabiyyah
10 Tariqah Suhrawardiyyah
11 Tariqah Khalwatiyyah
12 Tariqah Jalutiyyah
13 Tariqah Bakdasiyyah
14 Tariqah Ghazaliyyah
15 Tariqah Rumiyyah
16 Tariqah Jastiyyah
17 Tariqah Sya’baniyyah
18 Tariqah Kaisaniyya
19 Tariqah Hamzawiyyah
20 Tariqah Sya’baniyya
21 Tariqah ‘Alawiyyah
22 Tariqah ‘Usyaqiyyah
23 Tariqah ‘Umariyyah
24 Tariqah ‘Uthmaniyyah
25 Tariqah ‘Aliyyah
26 Tariqah Bakriyyah
27 Tariqah ‘Abbasiyyah
28 Tariqah Haddadiyyah
29 Tariqah Maghribiyyah
30 Tariqah Ghaibiyyah
31 Tariqah Hadiriyyah
32 Tariqah Syattariyyah
33 Tariqah Bayumiyyah
34 Tariqah ‘Aidrusiyyah
35 Tariqah Sanbliyyah
36 Tariqah Malawiyyah
37 Tariqah Anfasiyyah
38 Tariqah Sammaniyyah
39 Tariqah Sanusiyyah
40 Tariqah Idrisiyyah
41 Tariqah Badawiyyah

Sebagai contoh, kami bawakan diantara sejarah dan
perkembangan ringkas beberapa tariqah yang tercatit di atas
berupa tariqah yang masih diamalkan sehingga ke hari ini dan
termasyhur di rantau nusantara ini.

Tariqah Syaziliyyah
Nama pendiri tariqah ini ialah Abul Hassan Ali As-Syazili
dalam sejarah keturunannya dihubungkan dengan keturunan
Sayidina Hassan putera Sayidina Ali Bin Abi Thalib ra. Lahir di
Amman, salah sebuah desa kecil di Afrika, berdekatan desa
Mansiyyah, dimana hidup seorang wali Sufi besar, As-Syeikh
Abul Abbas Al-Mursi, seorang yang namanya tidak asing dalam
dunia Tasawuf. Kedua-dua desa itu terletak di daerah Maghribi.
As-Syazili lahir pada tahun 573H. Beliau terkenal sebagai
seorang yang memiliki perwatakan yang baik, wajah yang
menunjukkan keimanan dan keikhlasan. Warna kulitnya sedang
serta badannya agak panjang dengan bentuk wajahnya yang agak
memanjang. Menurut Ibnu Sibagh, bentuk badannya itu
menunjukkan bentuk seorang yang penuh dengan rahsia-rahsia
hidup. Menurut Abdul ‘Aza’im pula, As-Syazili adalah seorang
yang ringan lidahnya, baik segala ucapannya sehingga segala
ucapan yang keluar dari mulutnya mengandungi hikmah dan
pengertian yang besar dan mendalam.
Tariqah Syaziliyyah dibentuk dengan menisbah kepada nama
pengasasnya. Ia merupakan tariqah yang silsilahnya sambung-
menyambung sampai kepada Hassan Bin Ali Bin Abi Thalib ra
dan terus sampai kepada Rasulullah saw. Salah sebuah tariqah
yang dikatakan termudah mengenal ilmu dan amal, mengenal
ahwal dan maqam, ilham dan maqal dengan mudah dapat membawa pengikut-pengikutnya kepada jazab, mujahadah, hidayah, rahsia dan karamah.
Menurut kitab-kitabnya, Tariqah Syaziliyyah tidak meletakkan syarat-syarat yang berat kepada Syeikh tariqah, kecuali mereka harus meninggalkan segala perbuatan maksiat, memelihara segala ibadah-ibadah sunnah semampunya, zikir kepada tuhan sebanyak mungkin, sekurang-kurangnya seribu kali sehari semalam, istighfar sebanyak seratus kali sehari semalam, serta beberapa zikir yang lain. Kitab Syaziliyyah meringkaskan
sebanyak dua puluh adab, lima sebelum memulakan zikir. Dua
belas dalam mengucapkan zikir dan tiga sesudah selesai berzikir.

Tariqah Qadiriyyah
Tariqah ini didirikan oleh seorang wali sufi yang agung, As-
Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani. Beliau seorang yang alim dan
zahid, diberi gelaran Qutbul Aqtab. Seorang ahli fiqeh Mazhab
Hambali yang terkenal, kemudian beralih kecenderungannya
kepada ilmu tariqah dan menyelami alam kesufian. Sejarah
tentang kehidupan As-Syeikh dengan segala macam karamahnya
banyak tercatit dalam kitab-kitab Manaqib As-Syeikh Abdul
Qadir Al-Jailani.
Ibnu Batutah menceritakan bahawa dalam zamannya sudah
mulai dipergunakan orang tempat melakukan latihan-latihan suluk,
dan latihan-latihan yang dilakukan di Baghdad itu menurut ajaran-
ajaran As-Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani. Sehingga dengan
demikian, ajarannya itu lama kelamaan merupakan satu mazhab
Sufi dan setiap murid yang telah menamatkan ajarannya sudah
beroleh ijazah khirqah dan berjanji akan meneruskan dan
menyiarkan ajarannya itu. Demikianlah diceritakan As-
Suhrawardi dalam kitabnya ‘Awariful Ma’arif’ yang tertulis pada
hujung kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazzali.
Tariqah mula berkembang pada awalnya di tanah Arab. Ali
Bin Al-Haddad semasa waktu hidup As-Syeikh telah mula
menyebarkan tariqah ini di Yaman. Muhammad Batha’ berasal dari Balbek, pula menyebarkan tariqah ini di Syria. Begitu juga Muhammad Al-Yunani terkenal sebagai seorang penyair Tariqah Qadiriyyah di Balbek dan juga Muhammad bin Abdus Samad
yang mewakli As-Syeikh Abdul Qadir sendiri untuk
mengembangkan tariqahnya di Mesir.
Demikianlah seterusnya ajaran Tariqah Qadiriyyah
disebarkan luas ke negara-negara lain. Ke Makkah, Turki, tersiar
juga ke Afrika Tengah, ke Asia sehingga membawa ke rantau
nusantara kita ini.
Tariqah Qadiriyyah mempunyai zikir-zikir, wirid dan hizib- hizib yang tertentu. Wirid-wirid Tariqah Qadiriyyah termuat dalam kitab ‘Al-Fuyudat Ar-Rabbaniyyah’ karangan Abdullah Bin Muhammad Al-Ajami, juga seorang sufi yang alim yang telah
mencapai umur 183 tahun (527–721 H)
Pokok dasar Tariqah Qadiriyyah sama banyaknya dengan
Tariqah Syaziliyyah iaitu terdiri dari lima asas yang penting. Asas
Tariqah Syaziliyyah itu terdiri dari lima perkara:-

1) Taqwa kepada Tuhan zahir dan bathin
2) Mengikut sunnah dalam perkataan dan perbuatan
3) Menjauhkan diri dari makhluk di depan dan di belakang.
4) Rela terhadap Tuhan dalam pemberiannya yang sedikit atau banyak
5) Kembali kepada Tuhan dalam waktu susah dan senang

Manakala asas pengajaran Tariqah Qadiriyyah pula ada lima
perkara;
Tinggi cita-cita, Memelihara kehormatan, Memelihara hikmah, Melaksanakan maksud, Mengagungkan nikmat dan keseluruhan ini semua
ditujukan hanya kepada Allah swt semata-mata Barangsiapa yang cita-citanya tinggi, maka tinggilah martabatnya. Barangsiapa yang memelihara kehormatan Allah,
maka Allah akan memelihara kehormatannya.
Barangsiapa yang memperbaiki khidmat, maka ianya wajib memperolehi rahmat.
Barangsiapa berusaha mencapai tujuan dan cita-citanya, maka ianya akan selalu memperolehi hidayat.
Barangsiapa yang membesarkan nikmat Allah bererti bersyukur kepadaNya.
Barangsiapa bersyukur kepada Allah, akan memperolehi tambahan nikmat yang dijanjikan Allah swt.

Tariqah Rifa’iyyah
Pengasas Tariqah Rifaiyyah adalah seorang sufi yang bernama
Rifa’I, pendiri tariqah ini. Tidak banyak lembaran sejarah yang
menulis tentang riwayat hidp As-Syeikh ini. Begitu juga Ibnu
Khalikan tidak banyak menulis tentang sejarah hidupnya. Lebih
banyak diutarakan beberapa catatan mengenai hidupnya dalam
kitab tarikh Islam karangan Az-Zahabi, dalam Kitab Tanwirul Absar dan juga Qiladatul Jawahir.
Dari sejarah hidupnya, dapat kita ketahui bahwa tatkala ia berumur tujuh tahun, ayahnya meninggalkan Baghdad pada tahun 419H. Lalu ia diasuh oleh bapa saudaranya Mansur Al-Bathaihi
yang tinggal di Basrah. Menurut Imam Sya’rani dalam kitabnya Lawaqihul Anwar, bapa saudaranya itu adalah seorang Syeikh tariqah yang kemudian dinamakan menurut nama Ahmad Rifa’iyyah. Ia pernah menuntut juga dari bapa saudaranya yang
lain, Abul Fadhl Ali Al-Wasithi mengenai hukum-hukum Islam
dalam mazhab Syafie. Ia belajar dengan giat dalam segala bidang
ilmu hingga ke umur 27 tahun. Ia mendapat ijazah dari Abul
Fadhl dan Khirqah dari Mansur, yang telah menetap di Umm
Abidah dan kemudian meninggal di sana pada tahun 540H.
Ahmad tidak melepaskan keluarga ini dan banyak bergaul dengan
anak-anak Mansur yang kesemuanya ahli tariqah.
Tariqah Rifaiyyah ini yang pada awal-awalnya bermula di Iraq, kemudian tersiar luas ke Basrah, sampai ke Damshiq dan Istanbul di Turki. Cabang-cabangnya yang terdapat di Syria ialah Hariyah, Sa’diyah dan Sayyadiyah. Cabangnya yang terdapat di Mesir pula ialah Baziyah, Malikiyah dan Habibiyah. Cabang Sa’diyah diSyria didirikan oleh Sa’duddin Jibawi (wafat 1335H) yang bercabang pula, masing-masing didirikan oleh Abdus Salamiyah
dan Abdul Wafaiyah, Hariri cabang di Syria (wafat 1247 H).

KESIMPULAN
Keperibadian manusia telah disemai sebagai sebaik-baik
penciptaan yang Allah swt mengutamakan atas segala penciptaan
yang lain. Kecemerlangan penciptaan yang dinamakan insan ini
memerlukan panduan yang sebaik-baiknya baik mengharungi
buaian gelora dunia. Tujuannya tiada lain melainkan supaya
insan ini akan pulang ke pangkuan Tuhannya dalam keadaan
sebaik-baiknya sepertimana keadaannya ketika dalam mula-mula
kejadian. Dengan motif mencapai kesempurnaan disisi Allah
inilah, ilmu Tasawuf dan jalan Tariqah, para sufi mengutamakan.
Tiada lain melainkan keredhaan Ilahi yang diharapkan, supaya
kepulangannya membawa kepada pengucapan salam dari
Penciptanya.
Dengan ini kami akhiri pembentangan suatu khazanah Islam
yang unggul ini dengan harapan ianya menjadi wasilah bagi
mencerminkan segelintir isi kandungan yang terkandung didalam
ilmu yang besar ini. Semoga ianya menjadi alat bagi
mendatangkan fahaman kepada ajaran Tasawuf dan Tariqah.
Dengannya kami mengharapkan maghfirah dan hasanah dari Sang
Pencipta, yang menjadi tujuan atas segala tujuan

99 Langkah Menuju Keimanan Sejati


01. Bersyukur apabila mendapat nikmat;
02. Sabar apabila mendapat kesulitan;
03. Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
04. Ikhlas dalam segala amal perbuatan;
05. Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;
06. Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
07. Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
08. Jangan usil dengan kekayaan orang;
09. Jangan hasad dan iri atas kesuksessan orang;
10. Jangan sombong kalau memperoleh kesuksessan;
11. Jangan tamak kepada harta;
12. Jangan terlalu ambitious akan sesuatu kedudukan;
13. Jangan hancur karena kezaliman;
14. Jangan goyah karena fitnah;
15. Jangan berkeinginan terlalu tinggi yang melebihi kemampuan diri.
16. Jangan campuri harta dengan harta yang haram;
17. Jangan sakiti ayah dan ibu;
18. Jangan usir orang yang meminta-minta;
19. Jangan sakiti anak yatim;
20. Jauhkan diri dari dosa-dosa yang besar;
21. Jangan membiasakan diri melakukan dosa-dosa kecil;
22. Banyak berkunjung ke rumah Allah (masjid);
23. Lakukan shalat dengan ikhlas dan khusyu;
24. Lakukan shalat fardhu di awal waktu, berjamaah di masjid;
25. Biasakan shalat malam;
26. Perbanyak dzikir dan do’a kepada Allah;
27. Lakukan puasa wajib dan puasa sunat;
28. Sayangi dan santuni fakir miskin;
29. Jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah;
30. Jangan marah berlebih-lebihan;
31. Cintailah seseorang dengan tidak berlebih-lebihan;
32. Bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah;
33. Berlatihlah konsentrasi pikiran;
34. Penuhi janji apabila telah diikrarkan dan mintalah maaf apabila karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi;
35. Jangan mempunyai musuh, kecuali dengan iblis/syaitan;
36. Jangan percaya ramalan manusia;
37. Jangan terlampau takut miskin;
38. Hormatilah setiap orang;
39. Jangan terlampau takut kepada manusia;
40. Jangan sombong, takabur dan besar kepala;
41. Berlakulah adil dalam segala urusan;
42. Biasakan istighfar dan taubat kepada Allah;
43. Bersihkan rumah dari patung-patung berhala;
44. Hiasi rumah dengan bacaan Al-Quran;
45. Perbanyak silaturrahim;
46. Tutup aurat sesuai dengan petunjuk Islam;
47. Bicaralah secukupnya;
48. Beristeri/bersuami kalau sudah siap segala-galanya;
49. Hargai waktu, disiplin waktu dan manfaatkan waktu;
50. Biasakan hidup bersih, tertib dan teratur;
51. Jauhkan diri dari penyakit-penyakit bathin;
52. Sediakan waktu untuk santai dengan keluarga;
53. Makanlah secukupnya tidak kekurangan dan tidak berlebihan;
54. Hormatilah kepada guru dan ulama;
55. Sering-sering bershalawat kepada nabi;
56. Cintai keluarga Nabi saw;
57. Jangan terlalu banyak hutang;

58. Jangan terlampau mudah berjanji;
59. Selalu ingat akan saat kematian dan sedar bahawa kehidupan
dunia adalah kehidupan sementara;
60. Jauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
seperti mengobrol yang tidak berguna;
61. Bergaul lah dengan orang-orang soleh;
62. Sering bangun di penghujung malam, berdoa dan beristighfar;
63. Lakukan ibadah haji dan umrah apabila sudah mampu;
64. Maafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita;
65. Jangan dendam dan jangan ada keinginan membalas kejahatan
dengan kejahatan lagi;
66. Jangan membenci seseorang karena pahaman dan pendiriannya;

67. Jangan benci kepada orang yang membenci kita;
68. Berlatih untuk berterus terang dalam menentukan sesuatu pilihan
69. Ringankan beban orang lain dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan.
70. Jangan melukai hati orang lain;
71. Jangan membiasakan berkata dusta;
72. Berlakulah adil, walaupun kita sendiri akan mendapatkan kerugian;
73. Jagalah amanah dengan penuh tanggung jawab;
74. Laksanakan segala tugas dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan;
75. Hormati orang lain yang lebih tua dari kita
76. Jangan membuka aib orang lain;
77. Lihatlah orang yang lebih miskin daripada kita, lihat pula orang yang lebih berprestasi dari kita;
78. Ambilah pelajaran dari pengalaman orang-orang arif dan bijaksana;
79. Sediakan waktu untuk merenung apa-apa yang sudah dilakukan;
80. Jangan sedih karena miskin dan jangan sombong karena kaya;
81. Jadilah manusia yang selalu bermanfaat untuk agama,bangsa dan negara;
82. Kenali kekurangan diri dan kenali pula kelebihan orang lain;
83. Jangan membuat orang lain menderita dan sengsara;
84. Berkatalah yang baik-baik atau tidak berkata apa-apa;
85. Hargai prestasi dan pemberian orang;
86. Jangan habiskan waktu untuk sekedar hiburan dan kesenangan;
87. Akrablah dengan setiap orang, walaupun yang bersangkutan tidak menyenangkan.
88. Sediakan waktu untuk berolahraga yang sesuai dengan norma-norma agama dan kondisi diri kita;
89. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan fisikal atau mental kita menjadi terganggu;
90. Ikutilah nasihat orang-orang yang arif dan bijaksana;
91. Pandai-pandailah untuk melupakan kesalahan orang dan pandai-pandailah untuk melupakan jasa kita;
92. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain terganggu dan jangan berkata sesuatu yang dapat menyebabkan orang lain terhina;
93. Jangan cepat percaya kepada berita jelek yang menyangkut teman kita sebelum dipastikan kebenarannya;
94. Jangan menunda-nunda pelaksanaan tugas dan kewajiban;
95. Sambutlah huluran tangan setiap orang dengan penuh keakraban dan keramahan dan tidak berlebihan;
96. Jangan memforsir diri untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuan diri;
97. Waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tentangan. Jangan lari dari kenyataan kehidupan;
98. Yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan dan setiap kejahatan akan melahirkan kerusakan;
99. Jangan sukses di atas penderitaan orang dan jangan kaya dengan memiskinkan orang

11 prinsip thariqat Naqhbandi

Asas-asasnya 'Abd al-Khaliq al ghujduwani adalah:

1. Hush dar dam: "sadar sewaktu bernafas". Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar di antara keduanya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa atau kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orang jauh dari Allah (al-Kurdi).

2. Nazar bar qadam: "menjaga langkah". Sewaktu berjalan, sang murid haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)-nya tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.

3. Safar dar watan: "melakukan perjalanan di tanah kelahirannya". Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. [Atau, dengan penafsiran lain: suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid yang sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrah dan dialah yang akan menjadi perantaranya dengan Allah (Gumusykhanawi)].

4. Khalwat dar anjuman: "sepi di tengah keramaian". Berbagai pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa dekat pada konsep "innerweltliche Askese" dalam sosiologi agama Max Weber. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai "menyibukkan diri dengan terus menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang"; yang lain mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut kepada Allah saja dan selalu wara'. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu kepada asas ini.

5. Yad kard: "ingat", "menyebut". Terus-menerus mengulangi nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha illallah), atau formula dzikir lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, dzikir itu tidak dilakukan sebatas berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus-menerus, agar di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.

6. Baz gasyt: "kembali", " memperbarui". Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), sang murid harus membaca setelah dzikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta maqsudi wa ridlaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridlaan-Mulah yang kuharapkan). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari kalimat ini haruslah senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang halus kepada Tuhan semata.

7. Nigah dasyt: "waspada". Yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tauhid, untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memlihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai dengan makna kalimat tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim): "Kujaga hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua puluh tahun."

8. Yad dasyt: "mengingat kembali". Penglihatan yang diberkahi: secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga. Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah: itulah derajat ruhani tertinggi yang bisa dicapai.

Asas-asas Tambahan dari Baha al-Din Naqsyabandi:

1. Wuquf-i zamani: "memeriksa penggunaan waktu seseorang". Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam dalam dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterimakasih kepada Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya.

2. Wuquf-i 'adadi: "memeriksa hitungan dzikir seseorang". Dengan hati-hati beberapa kali seseorang mengulangi kalimat dzikir (tanpa pikirannya mengembara ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam jumlah hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Wuquf-I qalbi: "menjaga hati tetap terkontrol". Dengan membayangkan hati seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir ditempatkan) berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah, dan dengan demikian perhatian seseorang secara sempurna selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj al-Din menganjurkan untuk membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di atasnya