Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany 3 Ramadhan,tahun 545 H. di Madrasahnya [Bagian 2 – Habis]
MEREKA menyerupai para malaikat, dan para malaikat itu adalah ulama-ulama mereka, melayani mereka dalam menjalankan tugas-tugas dunia akhirat.
Wahai kaumku, bila ucapanku tidak sampai merubah perilakumu, maka dengarkanlah dengan penuh pembenaran dan keimanan dalam hatimu dan batinmu, maka perilaku lahiriyahmu dan batinmu akan terhembusi olehnya, dan duri dalam nafsumu akan hancur karenanya, neraka syahwatmu akan padam karenanya. Kesenangan terburukmu adalah rangsangan duniawimu, dan matamu yang terpejam dari kefakiran, lalu semua itu menghancurkanmu.
Seorang Sufi mengatakan — semoga rahmat Allah Ta’ala melimpah padanya —, “Hakikat taqwa manakala apa yang ada dihatimu engkau kumpulkan, lalu engkau biarkan di tempat terbuka, dan anda membawanya keliling pasar, maka anda pun tidak sama sekali malu dengan kondisi hatimu itu.”
Hai orang bodoh, bagaimana cukup taqwa anda, bahkan ketika dikatakan pada diri anda, “Hai takwalah…!”, malah anda marah. Ketika dikatakan pada anda bahwa anda benar, maka anda baru mendengarkan dan anda merasa lebih mulia. Namun jika dikatakan anda salah, anda berkeras kepala kepadanya, anda memaksa orang itu menghilangkan marah anda.
Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab ra, “Orang yang bertaqwa kepada Allah Swt tidak akan hilang marahnya.” Allah Swt, berfirman dalam hadits Qudsi, “Aku mencintai kalian ketika kalian taat kepadaKu, maka ketika kalian maksiat kepadaKu, Aku marah pada kalian.”
Allah Azza wa-Jalla mencintai kalian, bukan karena butuh kalian, tetapi karena kasih sayangNya pada kalian. Dia mencintai kalian, bukan untuk DiriNya. Dia mencintai ketaatanmu padaNya, karena manfaatnya kembali padamu sendiri. Anda harus aktif dan menghadap Dzat Yang mencintaimu, demi untukmu, dan berpaling dari orang yang mencintaimu demi kepentingan orang itu.
Orang beriman itu lupa segalanya dan mengingat Tuhannya Azza wa-Jalla, sehingga berhasillah taqarrub kepadaNya, dan hidup denganNya, besertaNya, lalu tawakkalnya benar.
Cukuplah di dunia dan akhirat bila tawakkalnya orang beriman, tauhidnya benar, Allah Azza wa-Jalla memberikan amal kepadanya sebagaimana dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim as, memberinya makna dan hakikatnya, bukan panggilan namanya. Allah memberikan makanan dan memberinya minuman dan menempatkan di bilik RumahNya, bukan berarti Allah Azza wa-Jalla memberinya pada wujud tempatnya.
Bila dalam posisi ini, benarlah mengaitkan dengan Nabi Ibrahim as, dari segi maknawinya, bukan dari segi rupa bentuk.
Apa anda tidak malu, ketika anda berhasrat demikian, namun anda mengabdi kegelapan dan memakan makanan haram. Sampai kapan anda makan seperti itu, dan mengabdi pada penguasa? Padahal dalam waktu dekat mereka lengser. Karena itu hendaknya anda mengabdi kepada Allah Azza wa-Jalla yang tidak pernah lengser. Gunakan akal sehatmu, terimalah kehidupan duniamu yang sedikit, hingga anda meraih akhirat lebih banyak.
Raihlah bagianmu dari zuhudmu, hingga upayamu justru menuju di hadapan pintu Tuhanmu Azza wa-Jalla, ada di genggaman KuasaNya, bersamaNya, bukan bersama dunia, bukan bersama tangan-tangan dunia, bukan pula berada di tangan-tangan penguasanya melalui pergaulan naluri nafsu, syetan dan publik.
Bila anda berusaha untuk kehidupan dunia, sedangkan hati anda bersama Tuhan Azza wa-Jalla, maka para malaikat dan ruh-ruh para Nabi ada di sekitar anda. Sungguh jauh berbeda orang yang menyerah pada dunia dan orang yang menyerah kepada Allah Azza wa-Jalla.
Orang sufi yang berakal sehat mengatakan, “Kami tidak makan bagian dunia kami, baik di jalan mauipun di rumah kami. Kami tidak makan kecuali di sisiNya.”
Orang-orang zuhud makan di syurga. Orang arif makan disisiNya, sedang mereka ada di dunia. Para pecintaNya tidak makan di dunia maupun di akhirat. Makan dan minum mereka adalah kemesraan, kedekatannya pada Tuhan mereka, memdang Allah Azza wa-Jalla, Tuhannya dunia maupun Tuhannya akhirat.
Orang yang benar dalam cintanya, menjual dunia dengan akhirat, lalu menjual akhirat dengan hanya demi WajahNya dan hasrat kepadaNya bukan lainNya. Dan ketika jual beli sempurna, kemuliaan menjadi dominan, maka dunia dan akhirat dikembalikan padanya sebagai anugerah, dan perintah untuk meraih keduanya, lalu mereka meraihnya hanya semata memenuhi perintahNya, baik dengan kenyang maupun lapar, tetapi tidak butuh pada keduanya. Mereka ini meraih itu semua sebagai bentuk keselarasan dengan takdir, beradab yang bagus dengan takdir, dan mereka menerima dan meraih, serta menyebutkan:
“Dan sesungguhnya kamu niscaya tahu apa yang Kami kehendaki.” (Huud: 79)
Maksudnya, “kamu tahu, bahwa kami telah ridho padaMu bukan selain Engkau, kami pun ridho dengan lapar, dahaga, compang camping, hina dan dina. Dan agar kami bersimpuh di pintuMu.”
Mereka menegaskan jiwa mereka untuk tenteram padaNya. Allah Azza wa-Jalla memandang mereka dengan pandangan penuh kasih saying, lalu Allah Azza wa-Jalla memuliakan mereka setelah hinhanya, mengkayakan mereka setelah miskinnya, dan menyiapkan taqarrub mereka dunia hingga akhirat.
Orang beriman itu zuhud di dunia, lalu zuhudnya membersihkan kotoran batinnya, lalu ia datangi akhirat, dan hatinya tinggal di sana, lalu yang lain pun dihilangkan dari hatinya, karena yang lain (selain Allah Azza wa-Jalla) itu hijab di hadapanNya Azza wa-Jalla.
Disitulah ia tinggalkan aktivitas dengan makhluk secara total, menjalankan perintah syara’ dan menjaga aturannya ketika bergaul dengan sesama, hingga terbuka matahatinya, lalu melihat cacat-cacat dirinya dan makhluk. Kemudian tidak ada tempat hunian kecuali pada Tuhannya Azza wa-Jalla, tidak pula mendengar dari lainNya, tidak berakal sehat kecuali dariNya, tidak merasa tenteram kecuali pada selain janjiNya, tidak takut selain ancamanNya. Ia tinggalkan aktivitas lain, dan lebih aktif padaNya.
Jika ia telah memenuhinya, maka ia berada dalam “Segala yang tak terbayang mata, takrdengar telinga dan tak pernah terlintas di hati manusia.”
Anak-anak sekalian, aktiflah dengan dirimu, maka akan berguna bagimu baru berguna pada yang lain. Jangan sampai anda masuk pada suatu hal, bersama dirimu hawa nafsumu, karena Allah Azza wa-Jalla apabila berkehendak padamu, Dia menyiapkanmu untukNya. Apabila Dia menghendakimu untuk memberikan manfaat pada sesame, Allah mengembalikanmu pada mereka, dan Dia memberimu keteguhan dan kekuatan bagi mereka, kekuatan untuk menghadapi mereka dengan keleluasaan hatimu untuk sesame, dan luasnya dadamu bagi mereka. Allah Azza wa-Jalla juga memberikan hikmah dalam batin dan rahasia batinmu, sehingga yang ada adalah Dia, bukan anda. Dengarkan firmanNya:
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah di muka bumi. (Shaad: 26)
“Sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah.”
Tapi kamu mengklaim apa yang engkau katakan itu dari dirimu. Kaum sufi tidak punya kehendak, tidak punya pilihan, semata mereka hanya menjalankan perintahNya Azza wa-Jalla, tindakanNya, kehendakNya dan aturanNya.
Hai orang yang terlempar dari Jalan yang Lurus. Janganlah anda berargumentasi dengan sesuatu, karena anda sama sekali tidak memiliki argumen di hadapanmu sendiri. Halal itu jelas, dan haram juga jelas. Apa yang membuatmu menghindar dari Allah Azza wa-Jalla, betapa kecilnya rasa takutmu padaNya, betapa banyak anggapan rendahmu dalam memandangNya. Nabi Saw, bersabda: “Takutlah pada Allah Azza wa-Jalla seakan engkau melihatNya, bila engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Allah Azza wa-Jalla melihatmu.” (Hr. Bukhari).
Orang yang sadar adalah orang senantiasa memandang Allah Azza wa-Jalla melalui hatinya, lalu mengumpulkan yang bercerai berai dalam kesatupaduan, hingga hijab runtuh satu persatu antara dirinya dengan Allah Azza wa-Jalla, bangunan-bangunan ambruk dan yang ada hanya maknawinya, hubungan-hubungan terputus, dan milik menjadi terlepas, tidak ada yang tersisa melainkan hanyalah Allah Azza wa-Jalla, mereka tak bisa bicara, tak bisa gerak, tak ada kesenangan pada sesuatu, hingga benar apa yang dilakukannya. Jika telah benar, sempurnalah kewajibannya. Pertama-tama mereka keluar dari perbudakan dunia, lalu keluar dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla secara total, dan mereka senantiasa dalam amaliyah jiwanya dengan Allah Swt, juga menangani berbagai masalah di rumahnya.
“Dia melihat bagaimana mereka bekerja (beramal).” (Al-A’raaf: 129)
Rahasia batin adalah raja, dan qalbu adalah menteri, nafsu dan lisan sertaanggota badan adalah aparat birokrasinya. Rahasia batin (sir) minum dari lautan Ilahi Azza wa-Jalla. Qalbu minum dari sir. Nafsu yang tenteram minum dari qalbu. Lisan minum dari nafsu yang tenteram. Seluruh badan minum dari lisan. Jika ucapannya benar, hatinya benar. Jika lisannya buruk maka hatinya buruk. Lisanmu butuh kendali taqwa dan taubat dari ucapan yang kotor dan munafik.
Bila lisan bisa langgeng demikian, maka kefasihan lisan akan menjadi kefasihan qalbu. Apabila kefasihan qalbu langgeng akan memancarkan cahaya menuju lisan dan anggota badan. Maka ucapannya adalah ucapan taqarrub, dan bila itu terjadi dalam kedekatan padaNya, ia justru tidak punya ucapan, tidak punya doa dan dzikir. Doa, dzikir dan ucapan menjauh. Dalam kedekatan padaNya hanya diam, tercekam, dan menerima dengan memandang dan menikmati bersamaNya.
Ya Allah jadikan kami termasuk orang yang memandangMu di dunia dengan mata hatinya dan di akhirat dengan mata kepalanya.
Ya Tuhan kami berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat dan lindungi kami dari azab neraka.
MEREKA menyerupai para malaikat, dan para malaikat itu adalah ulama-ulama mereka, melayani mereka dalam menjalankan tugas-tugas dunia akhirat.
Wahai kaumku, bila ucapanku tidak sampai merubah perilakumu, maka dengarkanlah dengan penuh pembenaran dan keimanan dalam hatimu dan batinmu, maka perilaku lahiriyahmu dan batinmu akan terhembusi olehnya, dan duri dalam nafsumu akan hancur karenanya, neraka syahwatmu akan padam karenanya. Kesenangan terburukmu adalah rangsangan duniawimu, dan matamu yang terpejam dari kefakiran, lalu semua itu menghancurkanmu.
Seorang Sufi mengatakan — semoga rahmat Allah Ta’ala melimpah padanya —, “Hakikat taqwa manakala apa yang ada dihatimu engkau kumpulkan, lalu engkau biarkan di tempat terbuka, dan anda membawanya keliling pasar, maka anda pun tidak sama sekali malu dengan kondisi hatimu itu.”
Hai orang bodoh, bagaimana cukup taqwa anda, bahkan ketika dikatakan pada diri anda, “Hai takwalah…!”, malah anda marah. Ketika dikatakan pada anda bahwa anda benar, maka anda baru mendengarkan dan anda merasa lebih mulia. Namun jika dikatakan anda salah, anda berkeras kepala kepadanya, anda memaksa orang itu menghilangkan marah anda.
Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab ra, “Orang yang bertaqwa kepada Allah Swt tidak akan hilang marahnya.” Allah Swt, berfirman dalam hadits Qudsi, “Aku mencintai kalian ketika kalian taat kepadaKu, maka ketika kalian maksiat kepadaKu, Aku marah pada kalian.”
Allah Azza wa-Jalla mencintai kalian, bukan karena butuh kalian, tetapi karena kasih sayangNya pada kalian. Dia mencintai kalian, bukan untuk DiriNya. Dia mencintai ketaatanmu padaNya, karena manfaatnya kembali padamu sendiri. Anda harus aktif dan menghadap Dzat Yang mencintaimu, demi untukmu, dan berpaling dari orang yang mencintaimu demi kepentingan orang itu.
Orang beriman itu lupa segalanya dan mengingat Tuhannya Azza wa-Jalla, sehingga berhasillah taqarrub kepadaNya, dan hidup denganNya, besertaNya, lalu tawakkalnya benar.
Cukuplah di dunia dan akhirat bila tawakkalnya orang beriman, tauhidnya benar, Allah Azza wa-Jalla memberikan amal kepadanya sebagaimana dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim as, memberinya makna dan hakikatnya, bukan panggilan namanya. Allah memberikan makanan dan memberinya minuman dan menempatkan di bilik RumahNya, bukan berarti Allah Azza wa-Jalla memberinya pada wujud tempatnya.
Bila dalam posisi ini, benarlah mengaitkan dengan Nabi Ibrahim as, dari segi maknawinya, bukan dari segi rupa bentuk.
Apa anda tidak malu, ketika anda berhasrat demikian, namun anda mengabdi kegelapan dan memakan makanan haram. Sampai kapan anda makan seperti itu, dan mengabdi pada penguasa? Padahal dalam waktu dekat mereka lengser. Karena itu hendaknya anda mengabdi kepada Allah Azza wa-Jalla yang tidak pernah lengser. Gunakan akal sehatmu, terimalah kehidupan duniamu yang sedikit, hingga anda meraih akhirat lebih banyak.
Raihlah bagianmu dari zuhudmu, hingga upayamu justru menuju di hadapan pintu Tuhanmu Azza wa-Jalla, ada di genggaman KuasaNya, bersamaNya, bukan bersama dunia, bukan bersama tangan-tangan dunia, bukan pula berada di tangan-tangan penguasanya melalui pergaulan naluri nafsu, syetan dan publik.
Bila anda berusaha untuk kehidupan dunia, sedangkan hati anda bersama Tuhan Azza wa-Jalla, maka para malaikat dan ruh-ruh para Nabi ada di sekitar anda. Sungguh jauh berbeda orang yang menyerah pada dunia dan orang yang menyerah kepada Allah Azza wa-Jalla.
Orang sufi yang berakal sehat mengatakan, “Kami tidak makan bagian dunia kami, baik di jalan mauipun di rumah kami. Kami tidak makan kecuali di sisiNya.”
Orang-orang zuhud makan di syurga. Orang arif makan disisiNya, sedang mereka ada di dunia. Para pecintaNya tidak makan di dunia maupun di akhirat. Makan dan minum mereka adalah kemesraan, kedekatannya pada Tuhan mereka, memdang Allah Azza wa-Jalla, Tuhannya dunia maupun Tuhannya akhirat.
Orang yang benar dalam cintanya, menjual dunia dengan akhirat, lalu menjual akhirat dengan hanya demi WajahNya dan hasrat kepadaNya bukan lainNya. Dan ketika jual beli sempurna, kemuliaan menjadi dominan, maka dunia dan akhirat dikembalikan padanya sebagai anugerah, dan perintah untuk meraih keduanya, lalu mereka meraihnya hanya semata memenuhi perintahNya, baik dengan kenyang maupun lapar, tetapi tidak butuh pada keduanya. Mereka ini meraih itu semua sebagai bentuk keselarasan dengan takdir, beradab yang bagus dengan takdir, dan mereka menerima dan meraih, serta menyebutkan:
“Dan sesungguhnya kamu niscaya tahu apa yang Kami kehendaki.” (Huud: 79)
Maksudnya, “kamu tahu, bahwa kami telah ridho padaMu bukan selain Engkau, kami pun ridho dengan lapar, dahaga, compang camping, hina dan dina. Dan agar kami bersimpuh di pintuMu.”
Mereka menegaskan jiwa mereka untuk tenteram padaNya. Allah Azza wa-Jalla memandang mereka dengan pandangan penuh kasih saying, lalu Allah Azza wa-Jalla memuliakan mereka setelah hinhanya, mengkayakan mereka setelah miskinnya, dan menyiapkan taqarrub mereka dunia hingga akhirat.
Orang beriman itu zuhud di dunia, lalu zuhudnya membersihkan kotoran batinnya, lalu ia datangi akhirat, dan hatinya tinggal di sana, lalu yang lain pun dihilangkan dari hatinya, karena yang lain (selain Allah Azza wa-Jalla) itu hijab di hadapanNya Azza wa-Jalla.
Disitulah ia tinggalkan aktivitas dengan makhluk secara total, menjalankan perintah syara’ dan menjaga aturannya ketika bergaul dengan sesama, hingga terbuka matahatinya, lalu melihat cacat-cacat dirinya dan makhluk. Kemudian tidak ada tempat hunian kecuali pada Tuhannya Azza wa-Jalla, tidak pula mendengar dari lainNya, tidak berakal sehat kecuali dariNya, tidak merasa tenteram kecuali pada selain janjiNya, tidak takut selain ancamanNya. Ia tinggalkan aktivitas lain, dan lebih aktif padaNya.
Jika ia telah memenuhinya, maka ia berada dalam “Segala yang tak terbayang mata, takrdengar telinga dan tak pernah terlintas di hati manusia.”
Anak-anak sekalian, aktiflah dengan dirimu, maka akan berguna bagimu baru berguna pada yang lain. Jangan sampai anda masuk pada suatu hal, bersama dirimu hawa nafsumu, karena Allah Azza wa-Jalla apabila berkehendak padamu, Dia menyiapkanmu untukNya. Apabila Dia menghendakimu untuk memberikan manfaat pada sesame, Allah mengembalikanmu pada mereka, dan Dia memberimu keteguhan dan kekuatan bagi mereka, kekuatan untuk menghadapi mereka dengan keleluasaan hatimu untuk sesame, dan luasnya dadamu bagi mereka. Allah Azza wa-Jalla juga memberikan hikmah dalam batin dan rahasia batinmu, sehingga yang ada adalah Dia, bukan anda. Dengarkan firmanNya:
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah di muka bumi. (Shaad: 26)
“Sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah.”
Tapi kamu mengklaim apa yang engkau katakan itu dari dirimu. Kaum sufi tidak punya kehendak, tidak punya pilihan, semata mereka hanya menjalankan perintahNya Azza wa-Jalla, tindakanNya, kehendakNya dan aturanNya.
Hai orang yang terlempar dari Jalan yang Lurus. Janganlah anda berargumentasi dengan sesuatu, karena anda sama sekali tidak memiliki argumen di hadapanmu sendiri. Halal itu jelas, dan haram juga jelas. Apa yang membuatmu menghindar dari Allah Azza wa-Jalla, betapa kecilnya rasa takutmu padaNya, betapa banyak anggapan rendahmu dalam memandangNya. Nabi Saw, bersabda: “Takutlah pada Allah Azza wa-Jalla seakan engkau melihatNya, bila engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Allah Azza wa-Jalla melihatmu.” (Hr. Bukhari).
Orang yang sadar adalah orang senantiasa memandang Allah Azza wa-Jalla melalui hatinya, lalu mengumpulkan yang bercerai berai dalam kesatupaduan, hingga hijab runtuh satu persatu antara dirinya dengan Allah Azza wa-Jalla, bangunan-bangunan ambruk dan yang ada hanya maknawinya, hubungan-hubungan terputus, dan milik menjadi terlepas, tidak ada yang tersisa melainkan hanyalah Allah Azza wa-Jalla, mereka tak bisa bicara, tak bisa gerak, tak ada kesenangan pada sesuatu, hingga benar apa yang dilakukannya. Jika telah benar, sempurnalah kewajibannya. Pertama-tama mereka keluar dari perbudakan dunia, lalu keluar dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla secara total, dan mereka senantiasa dalam amaliyah jiwanya dengan Allah Swt, juga menangani berbagai masalah di rumahnya.
“Dia melihat bagaimana mereka bekerja (beramal).” (Al-A’raaf: 129)
Rahasia batin adalah raja, dan qalbu adalah menteri, nafsu dan lisan sertaanggota badan adalah aparat birokrasinya. Rahasia batin (sir) minum dari lautan Ilahi Azza wa-Jalla. Qalbu minum dari sir. Nafsu yang tenteram minum dari qalbu. Lisan minum dari nafsu yang tenteram. Seluruh badan minum dari lisan. Jika ucapannya benar, hatinya benar. Jika lisannya buruk maka hatinya buruk. Lisanmu butuh kendali taqwa dan taubat dari ucapan yang kotor dan munafik.
Bila lisan bisa langgeng demikian, maka kefasihan lisan akan menjadi kefasihan qalbu. Apabila kefasihan qalbu langgeng akan memancarkan cahaya menuju lisan dan anggota badan. Maka ucapannya adalah ucapan taqarrub, dan bila itu terjadi dalam kedekatan padaNya, ia justru tidak punya ucapan, tidak punya doa dan dzikir. Doa, dzikir dan ucapan menjauh. Dalam kedekatan padaNya hanya diam, tercekam, dan menerima dengan memandang dan menikmati bersamaNya.
Ya Allah jadikan kami termasuk orang yang memandangMu di dunia dengan mata hatinya dan di akhirat dengan mata kepalanya.
Ya Tuhan kami berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat dan lindungi kami dari azab neraka.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan