Dakwahkan,"Isa Alaihissalam bukan Tuhan"
Written by Admin
Saturday, 20 December 2008 03:38
Tiap kali 25 Desember tiba, ummat Islam terbagi-bagi dalam menyikapinya. Ada yang mengucapkan selamat Natal (bahkan ikut dalam perayaan Natal bersama), dengan alasan toleransi beragama,kerukunan hidup beragama, atau imbal balik atas ucapan selamat Idul Fitri. Ada pula yang tegas menolak dan tak mau mengucapkan selamat Natal, dengan alasan bahwa perayaan Natal terkait dengan prinsip akidah, dan bahwa MUI jelas-jelas sudah mengeluarkan fatwanya tentang haramnya mengikuti perayaan Natal bersama (fatwa tahun 1981) . Banyak pula yang merasa kikuk: Kalau tak mengucapkan selamat Natal, merasa "tak enak dengan tetangga".
Lebih dari duapuluh tahun sejak MUI mengeluarkan fatwa haramnya bagi ummat Islam untuk mengikuti perayaan Natal bersama; hari ini di tahun 2008, kita masih saja terus bergulat dengan definisi “toleransi beragama”. Masih saja ada media massa yang mempromosikan opini, bahwa toleransi beragama tidak mengenal batas dan dapat dicampur adukkan dengan toleransi akidah: mengikuti perayaan Natal bersama, adalah bagian wajar dari upaya untuk menyuburkan keharmonisan hubungan antar ummat beragama. Sedangkan ulama'pun sudah menyatakan bahwa, -jangankan menghadiri perayaan Natal mengucapkan selamat Natalpun haram hukumnya .
Haram mengucapkan selamat Natal? Ah, tidakkah ini berlebihan? Mengapa hanya sekedar turut menyampaikan rasa gembira –sebagai wujud dari rasa hormat dan cinta- kepada umat Kristen yang tengah bersuka cita merayakan kelahiran Yesus saja dilarang? Kalau begini caranya, alangkah gersangnya hidup kebersamaan bertetangga. Alangkah tak adilnya, ketika mereka dengan tulus mengucapkan selamat lebaran, kita diam saja dan menolak untuk membagi salam Natal....
Sesungguhnya, ketika kita mengucapkan selamat Natal teriring senyuman, tuluskah hati kita berpartisipasi dalam kesuka citaan umat Kristen menyambut Natal? Di satu pihak,kita meyakini bahwa Isa AlaihiSalam hanyalah seorang Nabi dan bukan Tuhan (QS 4:171; QS 19:30; QS 43:59),bahwa kita dilarang menyembahnya (QS 5:116), bahwa Isa tidak mati disalib (QS 4:157), dan bahwa kafirlah orang-orang yang menyatakan bahwa Isa itu Tuhan (QS 5:73).
Dengan demikian, seberapa jujur, tulus, dan gembira kita mengucap selamat Natal kepada umat Kristen, ketika kita tahu bahwa Alloh Subhanahu Wata’ala menjanjikan siksaan pedih bagi mereka yang memuja Trinitas? “Selamat Natal, selamat jalan ke neraka,” begitukah kita hendak menyalami orang-orang yang belum paham dengan kekeliruannya? Diamnya mulut kita yang tak mau mengucapkan salam Natal, penolakan kita untuk mengikuti perayaan Natal bersama, adalah wujud kepedulian kita yang sejati sebagai ummat Islam terhadap orang-orang Kristen agar tidak terus menerus mabuk dalam ilusi tentang “Tuhan Yesus”.
25 Desember, adalah momentum bagi ummat Islam menyapa kaum kerabatnya yang masih beragama Kristen, dan berusaha menyadarkan, bahwa Yesus tidak dilahirkan pada tanggal 25 Desember. Kepercayaan Natal 25 Desember –sebagaimana halnya dengan dogma Trinitas- merupakan hasil sinkretisme dari ajaran Paulus dengan berbagai kepercayaan kuno, antara lain Mithraisme. Yesus bukanlah Tuhan. Bahwa kepercayaan Trinitas merupakan hasil evolusi panjang dari pergumulan -dan bahkan pertentangan- yang keras dan kotor di kalangan pendeta dan pengikut Kristen awal (al. perseteruan antara Arius yang pro monotheisme versus Athanasius yang pro Trinitas), dan bukan berasal dari ajaran Yesus sendiri.
Perdebatan tentang siapakah Yesus itu: Tuhan atau manusia, bahkan tidak selesai sampai sekarang. Upaya-upaya para sarjana Kristen untuk menemukan Yesus historis membentur kenyataan, bahwa hanya 16-18% dari Bibel –satu-satunya sumber sejarah bagi mereka tentang Yesus- yang dapat dianggap berasal dari Yesus (baik ucapan mau pun perbuatan).
Bahwa pendiri agama Kristen sesungguhnya bukanlah Yesus, tetapi seseorang bernama Paulus dari Tarsus: Paulus yang semula merupakan musuh hebat dari para pengikut Yesus, tapi kemudian berbalik sepenuhnya menjadi “pengikut setia” Yesus, yang kemudian menyebarkan ajaran atas nama Yesus,sekalipun tidak pernah bertemu dengan Yesus, dan tidak pernah menjadi muridnya. Paulus inilah yang memutar balik ajaran Yesus dan murid-muridnya, dari sebuah ajaran yang asal muasalnya terbatas hanya untuk kalangan Yahudi menjadi ajaran untuk orang-orang non Yahudi (Gentile) .
Yesus datang untuk meneguhkan pelaksanaan hukum-hukum Taurat (Matius 5:17), sedangkan Paulus merubahnya. Para pengikut Yesus yang sejati, yang dipimpin oleh Yakobus saudara Yesus, masih mempertahankan hukum-hukum Taurat seperti bersunat, menghindar dari makanan-makanan haram tertentu, dan berqurban, sementara Paulus menghapusnya agar adaptif bagi cita rasa pemeluk Kristen dari kalangan non Yahudi/ Romawi. Pauluslah juga yang merubah citra Yesus yang semula adalah manusia biasa dari Nazareth, seorang Nabi, menjadi Tuhan Romawi. Itu sebabnya terjadi pertentangan keras antara pengikut Yesus yang asli (Gereja Jerusalem/ Gereja Sunat) dengan Paulus (Gereja Gentile) yang antara lain tercermin dalam satu-satunya surat Yakobus di dalam kitab Perjanjian Baru . Paulus dianggap sebagai penghianat dan murtad.
Sayangnya, ajaran pengikut Yesus yang asli lama-kelamaan hilang dari panggung sejarah, sementara ajaran distortif Kristen versi Paulus yang dipengaruhi tradisi Hellenistik-Yunani-Romawi justru berkembang pesat, bahkan menjadi agama resmi negara Romawi dan seluruh wilayah jajahannya sejak era Kaisar Konstantin. Yang menarik, sisa-sisa pengikut Arianisme (merujuk pada Arius, seorang pemimpin gereja abad 4 M, yang menentang pendapat tentang ketuhanan Yesus, dan dengan demikian agak lebih dekat kepada ajaran Tauhid) seperti gereja Unitarian, masih bertahan hingga sekarang, meskipun harus melalui berbagai persekusi gereja Kristen.
Keberadaan minoritas pengikut Arianisme di dalam tubuh umat Kristen ini menunjukkan bukti akan sisa-sisa ajaran Yesus yang asli .
Tidakkah kita berkewajiban mengungkap semua fakta itu kepada kaum kerabat kita ummat Kristen? 25 Desember adalah saat yang tepat untuk “hari dakwah” dengan membagi-bagikan informasi tentang Yesus historis, seorang Nabi yang sesungguhnya membawa ajaran Islam; dalam bentuk seminar-seminar, menulis opini di media massa, menyebar pamflet, atau sekedar mengobrol santai.
Barangkali aksi-aksi seperti ini lebih jujur daripada basa-basi akrab semu salam-salaman Natal atas nama kerukunan dan toleransi beragama, tetapi hakekatnya menutup-nutupi kebenaran, dan membiarkan umat Kristen terus bergelimang di dalam kekeliruan akidah dan sejarah.
Sumber :www.eramuslim.com
http://wimakassar.org/buletin-al-balagh/2-buletin/30-edisi-58-dzulhijjah-1429-h.html
Tiada ulasan:
Catat Ulasan