Syeikh Ahmad ar-Rifa’y (PENGASAS TAREKAT RIFAIYYAH)
Riwayat dari
Irman bin Hashin, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda:
“Dari ummatku bakal masuk syurga tujuh puluh ribu orang tanpa hisab.” Mereka bertanya, “Siapakah mereka itu wahai
Rasulullah?” Rasulullah saw, bersabda, “Mereka itu adalah orang yang tidak pernah melakukan ruqyah, tidak pernah meramal, tidak pernah berbekam, dan mereka senantiasa tawakkal kepada Allah.” (Hr. Muslim)
Rasulullah saw, memposisikan “ramalan” di urutan kedua, setelah berupaya untuk tidak berobat yang merupakan derajat murni sejati, yang tergolong ahli fana’, dan mereka senantiasa dalam Kehendak Allah swt.
Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka. Namun betapa sedikit jumlah mereka dalam setiap periode. Karena derajat mereka adalah mewujudkan hakikat tawakkal kepada Allah swt. Kepasrahan total yang meliputi seluruh instrument sebab akibat dan kehendak. Merekalah kaum ‘Arifin Billah yang sesungguhnya, semoga Allah meridloi mereka.
Amboi, jika orang ‘Alim itu terbagi dua:
1.) Satu golongan yang membuatku terbebas dari keraguan.
2.) Satu golongan yang menggunting-gunting diriku dari gunting neraka. Tak lebih dan tak kurang mereka itu, dimataku.
Anak-anak sekalian…Ketahuilah orang ‘arif kepada Allah swt dengan ma’rifat yang benar, senantiasa terhanguskan hasratnya di bawah keceriaan dalam WahdaniyahNya. Dan tak ada keceriaan mulai dari Arasy sampai muka bumi yang lebih besar ketibang kegembiraan ma’rifat kepada Allah swt.
Syurga seisinya itu dibanding sisi kegembiraan mereka kepada Allah swt, nilainya sangat kecil, lebih kecil dibanding atom, ketika mereka tahu bahwa ma’rifat adalah kegembiraan paling agung dari segala kegembiraan mana pun.
Siapa yang bertemu Allah swt, maka mana yang tak bisa ditemukan? Kesibukan apalagi yang akan dilakukan setelah bertemu denganNya? Bukankah melihat selain Allah itu tak lebih dari keliaran nafsu belaka? Hasrat yang rendah? Dan minimnya ma’rifat kepada Allah Ta’ala?
Adakah pakaian yang lebih baik dibanding baju Islam? Apakah ada mahkota yang lebih agung ketimbang mahkota ma’rifat? Atau adakah hamparan yang lebih mulia ketimbang hamparan taat?
Allah swt berfirman:
“Katakan, dengan karunia Allah dan dengan rahmatNya, maka dengan karunia dan rahmat itulah kalian semua bergembira…”
Dalam sebagian munajatnya Ibrahim bin Adham ra mengatakan:
“Illahi, Engkau Maha Tahu syurga dan seisinya, rasanya tak melintas padaku walau sesayap nyamuk setelah Engkau beri aku ma’rifat kepadaMu, dan kemesraanku kepadaMu, dan Engkau telah membuatkan mencurah untuk tafakkur atas keagunganMu, serta Engkau telah menjanjikan padaku untuk memandang WajahMu.”
Memang. Sesungguhnya derajat terendah kaum ‘arifin itu, manakala Allah memasukkannya ke dalam neraka yang diliputi adzab, maka hatinya malah tambah cinta kepadaNya, semakin mesra sukacita padaNya, dan semakin rindu kepadaNya.
Ibnu Sirin ra, berkata, “Jika aku harus memilih antara syurga dan sholat dua rakaat, aku memilih sholat dua rakaat. Karena dalam dua rakaat ada ridlonya Allah swt, taqarrub kepadaNya. Sedang dalam syurga yang ada kesenangan nafsu dan kesenangan manusia.”
Ketika Nabi Ibrahim as, dilemparkan ke dalam api, “Mereka mengatakan, bakarlah dia, dan mintalah pertolongan pada Tuhan kalian!” kata mereka.
Nabi Ibrahim as, menjawab, “Cukuplah bagiku Tuhanku dan Dialah sebaik-baik tenmpat berserah diri, sebaik-baik Tuhan dan sebaik-sebaik Penolong.”
Kemudian Allah swt, berfirman, “Wahai api jadilah dirimu dingin sejuk dan menyelamatkan atas Ibrahim.”
Berserah diri Diriwayatkan, ketika Allah swt berfirman kepada Nabi Ibrahim as, “Wahai Ibrahim, engkaulah sahabat dekatKu, dan Aku sahabat dekatmu. [pagebreak]
Maka jangan berpaling dariKu, yang menyebabkan putusnya hubungan kesahabatan antara diriKu dan dirimu, karena orang yang benar-benar mengaku sahabat dekatKu jika dibakar oleh api, hatinya sama sekali tidak bergeser dariKu, karena menghormati kebesaranKu.”
Allah swt juga menyebutkan dalam Al-Qur’an, :
“Ketika Tuhannya berkata kepada Ibrahim, “Islamlah”! Ibrahim menjawab, “Aku Islam kepada Tuhannya Semesta Alam.”
Allah swt mengetahui kepasrahan totalnya (Islam) sampai kemudian ia dilempar dalam api.
Abu Abdullah bin Muqotil ra bermunajat:
“Ilahi, janganlah Engkau masukkan diriku ke dalam neraka, karena api pun bisa menjadi dingin padaku karena cintaku kepadaMu.”
Abu Ayyub As-Sikhtiyani ra berkata, “Neraka itu ditakui, bagi mereka yang lupa akan Tuhannya. Lalu dikatakan pada mereka yang lupa itu: “Rasakan semua atas kelalaianmu dalam pertemuan harimu ini…” dengan segenap balasan amalnya.”
Abu Hafsh ra menegaskan, “Saya sangat khawatir atas ma’rifat sebagian orang, yang sudah ditulis di jubah mereka, “Orang-orang merdekanya Allah setelah dikeluarkan dari neraka…” Namun mereka memohon agar tanda tulisan itu dihapus dari mereka. Jika aku jadi mereka, aku sangat memohon agar tanda itu ditulis di seluruh anggota badanku, dan membuatku cukup bangga: “Akulah dari golongan orang yang dimerdekakan dari neraka…!”
Menurutku, apa yang diraih ahli syurga dalam syurganya adalah Robb Ta’ala, kedekatan padaNya, dan memandangNya serta mendengarkan KalamNya.
Ingat isteri Firaun ketika bermunajat:
“Tuhanku, bangunkan rumah bagiku di sisiMu dalam syurga.”
Sebagaimana disebutkan, “Tetangga dulu, baru rumah.”
Ibrahim bin Adham ra, mengatakan, “Aku sangat malu jika tujuan utamaku adalah makhluk, padahal Allah swt telah berfirman kepada sebagian para NabiNya, “Siapa yang berkehendak pada Kami, ia tak ingin selain diri Kami…”
Sebagian Syeikh Sufi mengatakan, “Aku pernah melihat seorang pemuda di Masjidil Haram sedang dalam kondisi menderita dan kelaparan, saya sangat kasihan padanya. Aku punya seratus dinar dalam kantong, lalu kudekati dia. “Hai sayang, ini buat kebutuhan-kebutuhanmu…”
Pemuda itu tidak menoleh sama sekali padaku, dan aku terus mendesaknya. Pemuda itu berkata, “Hai Syeikh, dinar ini sesuatu yang tidak bias aku jual dengan syurga dan seisinya. Syurga itu negeri keagungan, asal sumber keteguhan dan keabadian. Bagaimana aku menjualnya dengan harga yang hina?”
Abu Musa ad-Daylaby, - pelayan Abu Yazid - semoga Allah merahmati keduanya, berkata, “Aku pernah mendengar seorang Syeikh di Bistham mengatakan, “Aku bermimpi, sepertinya Allah swt berfirman: “Kalian semua sedang mencari sesuatu dariKu – selain Abu Yazid – sesungguhnya dia mencariKu dan menghendakiKu, dan Aku pun menghendakiNya.”[pagebreak]
Abu badullah ra, mengatakan, “Jadikan Allah itu sebagai majlis dan tempat kemesraan. Disiplinlah khidmah pada Tuhanmu. Maka dunia akan datang kepadamu dalam keadaan merana, dan kau diburu akhirat, dan akhirat begitu rindu…”
“Hai pemburu dunia, tinggalkan dunia, maka dunia memburumu!”, lanjutnya.
Abu Said al-Kharraz ra, mengatakan, “Suatu hari aku di tempat wuquf, lalu aku ingin memohon kepada Allah swt sesuatu kebutuhan. Lantas muncul bisikan lembut tanpa suara kepadaku.”Di hadapanmu Allah, kamu masih mencari selain Allah?”
Ada seseorang menulis surat kepada saudaranya, “Amma Ba’du: “Tamparlah muka para penghasrat dunia dengan dunianya, tamparlah pencari akhirat pada wajah pemburunya. Bermesralah dengan Robbul ‘alamin. Wassalam.”
Abu Abdullah an-Nasaj r.a. mengatakan, “Janganlah menumpuk banyak syurga bagi orang beriman, karena Allah akan memberikan kelayakan yang lebih banyak disbanding syurga, yaitu ma’rifat.”
Seseorang sholat jenazah dengan lima kali takbir. Ditanya kenapa sampai lima kali? “Empat takbiranku untuk si mayit. Dan satu untuk dua rumah (dunia-akhirat)…” katanya.
Kisah terjadi ketika ayat Al-Qur’an dibacakan pada Abu Yazid, “Diantara kalian ada yang berharap dunia, dan diantara kalian ada yang berharap akhirat…” Lalu Abu Yazid berkata, “Mana yang berharap kepada Tuhan?”
Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib kw, berkata kepada Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. : “Wahai Khalifah Rasulullah saw, bagaimana anda meraih posisi derajat ini hingga mendahului kami?”
Abu Bakr Shiddiq ara, menjawab, “Dengan lima perkara:”
Pertama : Aku dapatkan manusia dua kelompok; pemburu dunia dan pemburu akhirat, sedangkan aku pemburu Tuhan.
Kedua : Sejak aku masuk Islam, aku tak pernah kenyang dengan makanan dunia.
Ketiga : Aku tak pernah segar minum minuman dunia.
Keempat : Jika muncul di hadapanku dua pilihan amaliah: amal dunia dan amal akhirat, aku pasti memilih amal akhirat.
Kelima : Aku berguru (bersahabat) pada Nabi saw, dan aku senantiasa bersahabat yang sebaik-baiknya.
“Dari ummatku bakal masuk syurga tujuh puluh ribu orang tanpa hisab.” Mereka bertanya, “Siapakah mereka itu wahai
Rasulullah?” Rasulullah saw, bersabda, “Mereka itu adalah orang yang tidak pernah melakukan ruqyah, tidak pernah meramal, tidak pernah berbekam, dan mereka senantiasa tawakkal kepada Allah.” (Hr. Muslim)
Rasulullah saw, memposisikan “ramalan” di urutan kedua, setelah berupaya untuk tidak berobat yang merupakan derajat murni sejati, yang tergolong ahli fana’, dan mereka senantiasa dalam Kehendak Allah swt.
Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka. Namun betapa sedikit jumlah mereka dalam setiap periode. Karena derajat mereka adalah mewujudkan hakikat tawakkal kepada Allah swt. Kepasrahan total yang meliputi seluruh instrument sebab akibat dan kehendak. Merekalah kaum ‘Arifin Billah yang sesungguhnya, semoga Allah meridloi mereka.
Amboi, jika orang ‘Alim itu terbagi dua:
1.) Satu golongan yang membuatku terbebas dari keraguan.
2.) Satu golongan yang menggunting-gunting diriku dari gunting neraka. Tak lebih dan tak kurang mereka itu, dimataku.
Anak-anak sekalian…Ketahuilah orang ‘arif kepada Allah swt dengan ma’rifat yang benar, senantiasa terhanguskan hasratnya di bawah keceriaan dalam WahdaniyahNya. Dan tak ada keceriaan mulai dari Arasy sampai muka bumi yang lebih besar ketibang kegembiraan ma’rifat kepada Allah swt.
Syurga seisinya itu dibanding sisi kegembiraan mereka kepada Allah swt, nilainya sangat kecil, lebih kecil dibanding atom, ketika mereka tahu bahwa ma’rifat adalah kegembiraan paling agung dari segala kegembiraan mana pun.
Siapa yang bertemu Allah swt, maka mana yang tak bisa ditemukan? Kesibukan apalagi yang akan dilakukan setelah bertemu denganNya? Bukankah melihat selain Allah itu tak lebih dari keliaran nafsu belaka? Hasrat yang rendah? Dan minimnya ma’rifat kepada Allah Ta’ala?
Adakah pakaian yang lebih baik dibanding baju Islam? Apakah ada mahkota yang lebih agung ketimbang mahkota ma’rifat? Atau adakah hamparan yang lebih mulia ketimbang hamparan taat?
Allah swt berfirman:
“Katakan, dengan karunia Allah dan dengan rahmatNya, maka dengan karunia dan rahmat itulah kalian semua bergembira…”
Dalam sebagian munajatnya Ibrahim bin Adham ra mengatakan:
“Illahi, Engkau Maha Tahu syurga dan seisinya, rasanya tak melintas padaku walau sesayap nyamuk setelah Engkau beri aku ma’rifat kepadaMu, dan kemesraanku kepadaMu, dan Engkau telah membuatkan mencurah untuk tafakkur atas keagunganMu, serta Engkau telah menjanjikan padaku untuk memandang WajahMu.”
Memang. Sesungguhnya derajat terendah kaum ‘arifin itu, manakala Allah memasukkannya ke dalam neraka yang diliputi adzab, maka hatinya malah tambah cinta kepadaNya, semakin mesra sukacita padaNya, dan semakin rindu kepadaNya.
Ibnu Sirin ra, berkata, “Jika aku harus memilih antara syurga dan sholat dua rakaat, aku memilih sholat dua rakaat. Karena dalam dua rakaat ada ridlonya Allah swt, taqarrub kepadaNya. Sedang dalam syurga yang ada kesenangan nafsu dan kesenangan manusia.”
Ketika Nabi Ibrahim as, dilemparkan ke dalam api, “Mereka mengatakan, bakarlah dia, dan mintalah pertolongan pada Tuhan kalian!” kata mereka.
Nabi Ibrahim as, menjawab, “Cukuplah bagiku Tuhanku dan Dialah sebaik-baik tenmpat berserah diri, sebaik-baik Tuhan dan sebaik-sebaik Penolong.”
Kemudian Allah swt, berfirman, “Wahai api jadilah dirimu dingin sejuk dan menyelamatkan atas Ibrahim.”
Berserah diri Diriwayatkan, ketika Allah swt berfirman kepada Nabi Ibrahim as, “Wahai Ibrahim, engkaulah sahabat dekatKu, dan Aku sahabat dekatmu. [pagebreak]
Maka jangan berpaling dariKu, yang menyebabkan putusnya hubungan kesahabatan antara diriKu dan dirimu, karena orang yang benar-benar mengaku sahabat dekatKu jika dibakar oleh api, hatinya sama sekali tidak bergeser dariKu, karena menghormati kebesaranKu.”
Allah swt juga menyebutkan dalam Al-Qur’an, :
“Ketika Tuhannya berkata kepada Ibrahim, “Islamlah”! Ibrahim menjawab, “Aku Islam kepada Tuhannya Semesta Alam.”
Allah swt mengetahui kepasrahan totalnya (Islam) sampai kemudian ia dilempar dalam api.
Abu Abdullah bin Muqotil ra bermunajat:
“Ilahi, janganlah Engkau masukkan diriku ke dalam neraka, karena api pun bisa menjadi dingin padaku karena cintaku kepadaMu.”
Abu Ayyub As-Sikhtiyani ra berkata, “Neraka itu ditakui, bagi mereka yang lupa akan Tuhannya. Lalu dikatakan pada mereka yang lupa itu: “Rasakan semua atas kelalaianmu dalam pertemuan harimu ini…” dengan segenap balasan amalnya.”
Abu Hafsh ra menegaskan, “Saya sangat khawatir atas ma’rifat sebagian orang, yang sudah ditulis di jubah mereka, “Orang-orang merdekanya Allah setelah dikeluarkan dari neraka…” Namun mereka memohon agar tanda tulisan itu dihapus dari mereka. Jika aku jadi mereka, aku sangat memohon agar tanda itu ditulis di seluruh anggota badanku, dan membuatku cukup bangga: “Akulah dari golongan orang yang dimerdekakan dari neraka…!”
Menurutku, apa yang diraih ahli syurga dalam syurganya adalah Robb Ta’ala, kedekatan padaNya, dan memandangNya serta mendengarkan KalamNya.
Ingat isteri Firaun ketika bermunajat:
“Tuhanku, bangunkan rumah bagiku di sisiMu dalam syurga.”
Sebagaimana disebutkan, “Tetangga dulu, baru rumah.”
Ibrahim bin Adham ra, mengatakan, “Aku sangat malu jika tujuan utamaku adalah makhluk, padahal Allah swt telah berfirman kepada sebagian para NabiNya, “Siapa yang berkehendak pada Kami, ia tak ingin selain diri Kami…”
Sebagian Syeikh Sufi mengatakan, “Aku pernah melihat seorang pemuda di Masjidil Haram sedang dalam kondisi menderita dan kelaparan, saya sangat kasihan padanya. Aku punya seratus dinar dalam kantong, lalu kudekati dia. “Hai sayang, ini buat kebutuhan-kebutuhanmu…”
Pemuda itu tidak menoleh sama sekali padaku, dan aku terus mendesaknya. Pemuda itu berkata, “Hai Syeikh, dinar ini sesuatu yang tidak bias aku jual dengan syurga dan seisinya. Syurga itu negeri keagungan, asal sumber keteguhan dan keabadian. Bagaimana aku menjualnya dengan harga yang hina?”
Abu Musa ad-Daylaby, - pelayan Abu Yazid - semoga Allah merahmati keduanya, berkata, “Aku pernah mendengar seorang Syeikh di Bistham mengatakan, “Aku bermimpi, sepertinya Allah swt berfirman: “Kalian semua sedang mencari sesuatu dariKu – selain Abu Yazid – sesungguhnya dia mencariKu dan menghendakiKu, dan Aku pun menghendakiNya.”[pagebreak]
Abu badullah ra, mengatakan, “Jadikan Allah itu sebagai majlis dan tempat kemesraan. Disiplinlah khidmah pada Tuhanmu. Maka dunia akan datang kepadamu dalam keadaan merana, dan kau diburu akhirat, dan akhirat begitu rindu…”
“Hai pemburu dunia, tinggalkan dunia, maka dunia memburumu!”, lanjutnya.
Abu Said al-Kharraz ra, mengatakan, “Suatu hari aku di tempat wuquf, lalu aku ingin memohon kepada Allah swt sesuatu kebutuhan. Lantas muncul bisikan lembut tanpa suara kepadaku.”Di hadapanmu Allah, kamu masih mencari selain Allah?”
Ada seseorang menulis surat kepada saudaranya, “Amma Ba’du: “Tamparlah muka para penghasrat dunia dengan dunianya, tamparlah pencari akhirat pada wajah pemburunya. Bermesralah dengan Robbul ‘alamin. Wassalam.”
Abu Abdullah an-Nasaj r.a. mengatakan, “Janganlah menumpuk banyak syurga bagi orang beriman, karena Allah akan memberikan kelayakan yang lebih banyak disbanding syurga, yaitu ma’rifat.”
Seseorang sholat jenazah dengan lima kali takbir. Ditanya kenapa sampai lima kali? “Empat takbiranku untuk si mayit. Dan satu untuk dua rumah (dunia-akhirat)…” katanya.
Kisah terjadi ketika ayat Al-Qur’an dibacakan pada Abu Yazid, “Diantara kalian ada yang berharap dunia, dan diantara kalian ada yang berharap akhirat…” Lalu Abu Yazid berkata, “Mana yang berharap kepada Tuhan?”
Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib kw, berkata kepada Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. : “Wahai Khalifah Rasulullah saw, bagaimana anda meraih posisi derajat ini hingga mendahului kami?”
Abu Bakr Shiddiq ara, menjawab, “Dengan lima perkara:”
Pertama : Aku dapatkan manusia dua kelompok; pemburu dunia dan pemburu akhirat, sedangkan aku pemburu Tuhan.
Kedua : Sejak aku masuk Islam, aku tak pernah kenyang dengan makanan dunia.
Ketiga : Aku tak pernah segar minum minuman dunia.
Keempat : Jika muncul di hadapanku dua pilihan amaliah: amal dunia dan amal akhirat, aku pasti memilih amal akhirat.
Kelima : Aku berguru (bersahabat) pada Nabi saw, dan aku senantiasa bersahabat yang sebaik-baiknya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan