Selasa, September 24

Cinta


Berkata Sariy as Saqathy r.a. Pada suatu malam aku tak dapat tidur sedikit pun juga, padahal aku baru saja memberati diriku dengan mengerjakan sembahyang tahajjud serta memperbanyak tafakkur.

Setelah selesai bersembahyang Subuh keluarlah aku dari rumah, tanpa maksud dan tujuan tertentu, seraya kataku dalam hati :
Alangkah baiknya aku menemui juru nasehat atau para pengajar, kalau-kalau hatiku bisa mendapat ketenangan dengan nasehat dan anjurannya. Akan tetapi setelah aku sampai kesana, tiadalah yang kudapatkan kecuali kegelisahan, keresahan dan kekerasan hati yang semakin bertambah. Kata hatiku sekali lagi : "Cobalah aku pergi kerumah
penjara untuk mengambil i'tibar dengan orang-orang
hukuman." Demi setelah aku sampai pula kesana, masih juga hatiku seperti biasa, tiada berobah sedikit juga.
Kemudian itu hatiku berkata lagi : "Lebih baik aku pergi kerumah sakit jiwa saja, karena disana aku dapat mengambil i'tibar dengan orang-orang yang sedang mengalami cobaan. Demi setelah aku sampai di rumah sakit itu, tiba-tiba hatiku menjadi sadar dan teruslah aku masuk kedalam. Setibanya didalam terlihatlah olehku seorang wanita Jariyah (Hamba sahaya) yang sedang duduk diatas sebuah ranjang. Wanita itu amatlah cantiknya, berpakaian indah dan daripadanya
aku mencium bau-bauan yang sangat harumnya. Dia
menundukkan kepalanya kebawah, sedang kedua kaki dan tangannya dibelenggu. Setelah ia melihat akan daku, bercucuranlah air matanya seraya ia bersyair katanya :

Aku berlindung dengan engkau
janganlah engkau belenggu
tangan kaki tak berdosa itu
engkau belenggu sampai leherku
padahal ia tak mencuri tak menghianat.

Di sekitar dadaku terasalah olehku panas api
yang membakar hatiku namun ...
walaupun itu kau jadikan sepotong-sepotong
demi hakmu tak kan kumundur sedikit jua.

Berkata Sariyus Saqthy rahimahullah : " Setelah
kudengar syair wanita itu, bertanyalah aku kepada
penjaga rumah sakit itu". Mengapa wanita ini dititipkan disini? Jawab penjaga : "Wanita ini gila. Oleh tuan pemiliknya dititipkan disini, agar ia sadar dan sembuh kembali".
Kata Sariy as Saqathy selanjutnya : Maksudku ingin
mendekati wanita itu tetapi sipenjaga menghalangiku, seraya katanya Jangalah tuan coba-coba mendekatinya karena penyakit wanita ini amatlah kuatnya. Mendengar kata-kata penjaga yang demikian itu, semakin deraslah air mata wanita itu mengalir, seraya bersyair:

Wahai manusia bukanlah aku gila
namun aku mabuk dengan hati sadar
aku mabuk karena mencintai kekasih
nan tak kuasa aku menjauhinya.

Kebaikan yang kupandang sebagai kebinasaan
itulah dia kebaikanku
tak kan berdosa orang mencintai
tuan dari segala yang dipertuan.

Setelah kudengar syair wanita itu sesak rasa dadaku sehingga aku menangis. Demi ia melihat aku menangis, berkatalah ia kepadaku: Tangisan itu hanya disebabkan mengingat sifatnya semata, betapa kalau sekiranya engkau kelak dapat mengenalnya?

Kemudian ia menangis lagi seraya bersyair :
Engkau pakaikan aku pakaian rindu
alangkah sedapnya pakaian itu
engkau adalah Tuhan dari sekalian manusia
dan Tuhan yang haq pada mulanya

Hatiku penuh aneka warna cita-cita
namun, setelah melihat Mu dengan nyata
bersatulah cinta dan cintaku padanya seorang

Orang yang kubenci kini menjelma
menjadi orang pendengkiku, namun
aku menjadi yang dipertuan
setelah engkau menjadi tuanku.

Kutinggalkan manusia dunia dan agama mereka
karena masygul oleh cintamu
wahai dunia dan agamaku, kerinduan dalam
hati dan jiwaku
Kesemuanya adalah dari padaku
sedang cinta dan kekasihku
telah menguasai seluruh diriku.

Berkata Sariy as Saqathy selanjutnya : Kemudian itu bertanyalah aku kepada wanita itu : Hai wanita". "Labbaik hai Sariy", Jawabnya.
Aku termangu keheranan karena ia mengenal akan daku (namaku). Lalu aku bertanya: "Darimana engkau mengenal aku, padahal tiada pernah aku
melihatmu?" Jawabnya Tuhan yang mengetahui segala yang gaib, itulah yang telah mengenalkan aku dengan engkau.

Sebab apakah engkau dipenjarakan disini, padahal
demikian tinggi ma'rifat dan keikhlasanmu dalam
mencintai Dia?, tanyaku. Jawabnya : Mereka mengira aku gila, padahal merekalah yang lebih layak disebut gila.

Kemudian itu ia menangis tersedu-sedu Siapa namamu? tanyaku. "Tuhfah" Jawabnya.
Lalu kataku kepada penjaga rumah sakit itu. Lepaskanlah belenggu itu dari tangan dan kakiknya. Maka dilepaskanlah. Kemudian itu
kami bercakap-cakap beberapa saat, datanglah tuan
pemilik jariyah itu. Setelah ia melihat akan kami, ia memberi salam penuh hormat akan daku, lalu aku berkata kepadanya.

Wanita itu lebih berhak mendapat kehormatan. Mengapa tuan berbuat begini dan apakah yang tiada menyenangkan tuan dari keadaan wanita ini? Ia menjawab "ia selalu menangis tiada putus putusnya siang malam, tiada mau tidur sama sekali dan kamipun tak dapat tidur pula karenanya. Demi Allah wanita ini adalah barang daganganku, yang kubeli dengan harga lima ratus dinar". Apa pekerjaannya ? tanyaku. 'Dia ahli gambus" jawabnya.
Aku bertanya lagi Bagaimana asal mulanya menjadi begini? Ia menjawab : Ketika ia menyanyi sambil memetik gambus dengan syairnya :

Penuh jiwa ragaku oleh kerinduan
betapa kan kudapat berkata
bercakap dan berjalan demi hakmu,
janji itu tak kan dilenyapkan zaman
wahai orang yang tiada Tuhan melainkan Dia
relakah engkau kiranya melihatku
sebagai seorang hamba bagi sesama manusia.

Tiba-tiba gambus itu dilemparkannya sehingga menjadi pecah dan hancur. Demikianlah asal mulanya ia menjadi gila, sebagaimana tuan saksikan sekaang ini.

Mendengar cerita tuannya yang demikian itu, Tuhfah
bersyair lagi katanya :
Bercakaplah Alhaq dengan daku dalam hati
menjadilah ia penganjurku dalam hati
Ia mendekatkan daku setelah menjauhkan,
dan menjadikan daku pilihanNya
Kuperkenankan panggilan memanggilku
Kusambut dengan taat dengan patuh.

Berkatalah Sariy as Saqathy kepada pemilik wanita jariyah itu : "Lepaskanlah dia itu dan besok akan saya beri kepada tuan lima ratus dinar insya Allah, sebagai ganti harganya."

Biarlah ia tetap tinggal disini dahulu, sehingga uang itu saya terima dari tuan jawabnya. Setelah itu aku pulang kembali kerumah dengan hati pilu. Setelah dipertengahan malam itu datnglah seorang mengetuk pintu rumahku, Tiba-tiba kudapatkan lima orang laki-laki maka segera kutanyakan pada mereka apakah maksud kedatangan saudara-saudara sekalian kemari ditengah malam ini?. Salah seorang diantara mereka menjawab Kawan-kawan dijalan Allah sama datang berkunjung kemari dengan izin Allah, sesuatu hal yang amat pentingnya, semoga sudilah tuan memberi izin kepada kami, masuk kedalam rumah tuan.
Setelah mereka mamsuk terlihat olehku, masing-masing ada membawa kantong yang berisikan dinar. Salah seorang diantara mereka bertanya kepadaku, katanya Adakah tuan mengenal akan saya? tidak kenal jawabku. Saya bernama Ahmad Ibnul Muthanna. Ketika saya sedang tidur, terdengarlah olehku suara gaib, katanya: Hai Ibnul Muthanna, maukah engkau berbuat sesuatu kebaikan untuk Allah? Alangkah gembira hati saya, bila Allah mengizinkan saya untuk itu, jawabku Bawalah lima ratus dinar kepada Sariyus Saqthy untuk menebus Thuhfah, karena dia telah kupilih sebagai waliku yang mendapat inayah pertolonganku. Dan ketahuilah bahwa tuan pemilik Thuhfah itu, akan dimudahkan Allah rezkinya dengan tak usah bersusah payah lagi.
Kata Ibnul Muthanna selanjutnya: Maka setelah saya bangun segeralah saya datng kemari untuk memenuhi apa yang telah diperintahkan kepada saya. Ini dia uang itu, ada saya bawa kepada tuan.
Berkata Sariyus Saqthy: Maka bersujudlah aku karena bersyukur kepada Allah atas karunia ni'matnya yang telah kuterima itu. Damikianlah setelah fajar menyingsing segera aku tegak bersembahyang subuh, kemudian aku keluar menuju rumah sakit itu, kulihat si penjaga sudah tegak berdiri setelah melihat aku datang, bertanyalah ia kepadaku, katanya: Tuan datang kemari untuk urusan Tuhfah bukan? Ya, jawabku dan seterusnya lalu kuceritakan kepadanya apa yang telah terjadi antara aku dengan Ibnul Muthanna semalam dan segera aku masuk kerumah sakit, bersama dengan penjaga itu. Demi setelah Thuhfah melihat aku datang, menangislah ia dengan air mata yang bercucuran seraya bersyair :
Telah cukup kusabarkan diriku
karena menciantai Mu tapi
kini kesabaran itupun rupanya
telah dekat masanya meninggalkan daku

Tak akan sembunyi bagimu
segala urusanku ini
wahai harapan
Dan tempat kupohon

Kuharapkan Engkau melepaskan
beban kebudakan dan
jadikanlah aku manusia Merdekayang terlepas dari tawanan.

Ketika kami sedang duduk datanglah tuan pemilik wanita jariyah itu dengan muka cemas serta bercucuran air matanya. Lalu aku berkata kepadanya: Tak usah tuan menangis, Allah telah memberi kelapangan, uang pun telah siap sedia, seperti yang tuan harapkan malahn kalau perlu boleh tuan meminta tambahnya. walaupun sampai lima ribu dinar.
Demi Allah, jawabnya Tidak akan saya terima uang tebusan itu, walaupun dengan emas dan perak sepenuh bumi. Hai tuan kataku, bukankah tuan telah berjanji dengan saya kemarin itu? Bukanlah begitu ya tuan, katanya tuan tiada tahu apa yang terjadi dari beberapa macam cercaan atas diriku dan suara "katuf" (gaib) yang telah saya dengar semalam. Ketahuilah bahwa wanita ini telah kumerdekanan karena Allah Taala. Bahkan segala milik dan kekayaanku telah kusedekahkan semuanya untuk Allah Taala.
Kata Sariyus Saqthy : Aku menoleh kebelakang tahu-tahu Ibnul Muthanna sedang menagis dibelakangku dengan sekuat-kuatnya, lalu aku bertanya kepadanya Apakah yang tuan tangiskan itu? Jawabnya : Kalau begini kejadiannya itulah suatu tanda bahwa Allah tiada ridha kepadaku. Bukanlah begitu kataku pahala telah dicatat karena niat tuan yang baik itu, sedang niat itu adalah lebih baik dari pada amalnya.
Kemudian berkatalah Ibnul Muthanna Hai Sariyus Saqthy, uang itu telah saya keluarkan untuk Allah Azza wa Jalla, maka tak boleh dikembalikan lagi. Jadi uang itu dan sisa uang saya yang ada, kesemuanya itu telah saya sedekahkan, begitu juga segala budak sahaya yang ada pada saya, telah saya merdekakan semuanya karena Allah Taala.
Kini saya kembali kepada Allah dan bertaubat dari dosa saya. Tiba-tiba Tuhfah tegak berdiri dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang terbuat dari bulu serta pergilah ia bersama-sama kami, seraya bersyair katanya :
Wahai kesenangan hati, Engkaulah
pujaan hati dan kesenangan ku,
Engkau adalah harapan dan tujuanku
Cahaya dari segala cahaya

Beberapa banyak kulihat pencinta
bersabar diri karena cinta dan
berapa lama cinta berdiam
bersinggasana dalam dada.

Kemudian itu ia menjerit dan mengeluh katanya : Wahai alangkah lamanya kesedihan ini. Setelah itu, berpisahlah kami dan Thuhfah pergi seraya syairnya :
Aku menangis karena Nya
dan aku lari daripada Nya kepada Nya
demi hak Nya harapan itu
tak'kan kutinggalkan selamanya
hingga tercapai olehku
cita-cita yang kupinta daripada Nya.

Berkata Sariyus Saqthy: Sejak itulah ia meninggalkan kami. Pada suatu tahun pergilah aku beserta tuannya (pemilik Thuhfah) menunaikan ibadah haji ke Mekkah, ketika kami sedang mengerjakan tawaf dengan beberapa jamaah, terdengarlah olehku suara duka dari seorang wanita yang memanggilku dengan suara yang sangat nyaring. Setelah wanita itu melihat kami, ia bersyair :
Bercinta Allah di alam dunia
senantiasa menderita dan ber sakit-sakit
ia tak putus-putus dengan penyakit
yang dari itu juga sakit sembuhnya
ia rindu karena cintanya
nan tak mengharapkan kasih lainnya
demikianlah tiap pencinta
mengeluh merintih hingga berjumpa.

Kemudian ia jatuh pingsan. Setelah siuman ia bersyair lagi katanya
Aku kan mati, namun cintaku
tetap tak kan berobah Jiwakupun tak kan merasa puas
selamanya oleh rasa cinta kepada Mu.
Wahai harapan dari segala harapan
hanya engkaulah harapanku
tempat kerinduan dan rahasiaku
bukanlah engkau penunjuk jalan
bagi yang sesat dalam perjalanan
penolong bagi mereka yang jatuh ke jurang.

Aku maju mendekati wanita itu, kata Sariyus Saqthy, kuketahui ia Thuhfah. Aku bertanya kepadanya : Apakah pepmberian Allah kepadamu, setelah engkau putuskan hubunganmu dengan makhluk?
Ia menjawab : Dia menjadikan aku didekatnya dan menghindarkan aku dari gangguan makhluk Nya.
Kemudian kataku lagi kepadanya :
Thuhfah, Achmad Ibnul Muthanna telah meninggal. Maka jawabnya L Semoga Allah mengasihani dan mengampuninya. kuharapkan dari pada Allah segala kebaikan dan kenikmatan untuknya dan semoga Allah membalasnya dari uang yang ia nafkahkan dijalan Allah itu dengan tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih daripada itu.

Kemudian itu ia berdoa: Wahai Tuhan dan penghuluku, aku mohon kepadaMu dengan cahaya wajahMu yang telah menerangi segala kegelapan dan menjadi baik karenanya segala urusan dunia dan akherat,agar supaya engkau mencabut rohku kembali kepadaMu. Sampai bilakah aku mesti tinggal di dunia dengan penuh derita ini? Ilahi cukup lama aku merindui Mu, maka segerakanlah oleh Mu rohku Engkau panggil kembali, Wahai Tuhan yang lebih kasih dari segala pengasih, Tuhan yang memperkenankan doa orang yang sedang dalam kesempitan.

Kemudian itu ia menghadap kiblat dan membca dua kalimat syahadat lalu meninggallah ia menemui Tuhannya.
Maha suci Allah yang hidup yang tiada mati.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan