ITTIBA’ DENGAN RASULULLAH SAW.
Oleh : Habib Ali Al Jufri
Ketahuilah sesungguhnya awal langkah yang kita ayunkan untuk menuju kepada Allah adalah memperbaiki taubat dan selalu kembali kepada Allah. Inti dari taubat adalah penyesalan. Apabila seseorang sungguh-sungguh menyesal, barulah ia bertaubat kepada Allah. Sedangkan jika tak sempurna penyesalan tersebut, maka taubatnya pun tak sempurna.
Barang siapa yang tak bertaubat kepada Allah, maka ia pun tak akan mendapatkan kedudukan di sisi-Nya. Karena taubat adalah pintu yang sangat agung untuk mendapatkan mahabbah (rasa cinta) dari Allah.
Allah berfirman; "Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang senantiasa bertaubat."
Wahai saudaraku, Ketahuilah bahwa asas menuju kepada Allah adalah melalui ilmu. Dengan ilmulah kita mempunyai kunci dalam mengikuti jejak Rasulullah (ittiba’). Yaitu ilmu yang kita ambil dengan niat untuk diamalkan dan diajarkan.
Makna ittiba’ adalah bagaimana kita selalu mengikuti jejak Rasulullah saw. Sir/rahasia dalam hal ini adalah bagaimana seseorang meninggalkan keinginan hawa nafsunya untuk sibuk melakukan apa-apa yang diinginkan Allah.
Martabat ittiba’ terbagi menjadi 4 tahap, yaitu:
1. Meninggalkan larangan Allah dan menjalankan perintah Allah.
2. Menjaga sunnah dan meninggalkan yang makruh.
3. Mengikuti adab-adab muamalah yang mubah disertai niat untuk meneladani Rasulullah.
4. Sungguh-sungguh bermujahadah dengan memerangi hawa nafsu karena Allah.
Martabat ke-4 ini adalah tahapan yang paling agung. Jika mujahadah ini didasari ketulusan dalam meneladani Rasulullah, maka akan menimbulkan dampak pada hatinya. Yaitu niscaya ia akan merasakan suatu kelezatan setelah sebelumnya menelan kepahitan (ketika bermujahadah).
Sebagaimana Rasulullah bersabda; "Tak beriman seseorang di antara kalian, hingga hawa nafsunya mengikuti apa-apa yang dibawa Allah dan Rasul-Nya".
Sayyidina Anas ra. adalah seseorang yang telah mencapai tahapan yang tertinggi ini. Hatinya telah dipenuhi dengan mahabbah kepada Rasulullah. Hingga ia pun mengikuti semua yang dilakukan Rasulullah. Tak hanya dalam perkara ubudiyah, bahkan sampai makan dan minum Rasulullah pun ia ikuti. Ia berkata; "Aku senantiasa mencintai labu semenjak aku melihat Rasulullah memakannya".
Sumber : pustakamuhibbin
Tiada ulasan:
Catat Ulasan