Sabtu, November 23

Syarah (3)

Pasal Ke sebelas
Syarat Air Wudhu & Mandi Hadash

Syarat Air Wudhu dan Syarat Mandi Hadash yaitu 8 perkara, yaitu:
1. Beragama Islam
2. Tamyiz, yakni sudah bisa olehnya membedakan mana barang yang suci daripada barang yang keji (najis) dan bisa melakukan makan dan minum sendiri.
3. Suci daripada haid dan nifash.
4. Bahwa tiada ada yang mencegah air kepada anggota seumpama lilin atau getah atau sisik ikan (atau tato, cat dsb).
5. Mengetahui akan segala Fardhu-nya.
6. Jangan meng-I’tiqad-kan (berkeyakinan) bahwa sesuatu daripada segala fardhu-nya itu adalah sunnah.
7. Dengan menggunakan air yang suci dan menyucikan.
8. Jangan ada didalam anggota badannya barang yang merubahkan air (baik merubah rupa, warna, rasa, maupun bau)

Adapun jikalau orang yang mengambil air wudhu itu memiliki hadash daim yakni senantiasa keluar air kencing atau darah (pada kemaluan depan maupun belakang), maka ditambah syaratnya yaitu (mengambil air wudhunya) sudah masuk waktu dan segera (melakukan shalatnya).

Pasal Ke duabelas
Yang Membatalkan Air Wudhu

Yang membatalkan air wudhu 4 perkara, yaitu:
1. Mengeluarkan najis atau angin atau lainnya daripada qubul atau duburnya (kemaluan depan atau belakang).
2. Bersentuhan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan tiada ada dinding (lapisan penghalang) diantara keduanya dan keduanya itu berseru atas digembirahi (dewasa).
3. Bersentuhan akan kemaluan qubul atau dubur dengan telapak tangan.
4. Hilang akalnya karena gila atau ayan atau karena tidur, melainkan tidur yang tetap (dalam posisi) duduk bersila.



Pasal Ke tigabelas
Hukum bagi orang yang Tidak Berwudhu

Apabila batal air wudhunya maka haram hukumnya melakukan shalat, dan haram melakukan tawaf di Ka’bah, dan haram hukumnya memegang Al-Qur’an atau mengangkatnya, melainkan kanak-kanak yang hendak melakukan pengajian.



Pasal Ke empatbelas
Hukum bagi orang yang Hadash Besar

Apabila mendapat hadash besar daripada jima’ (berhubungan seks) atau keluar air mani, maka haram hukumnya yang tersebut itu (pada pasal 13) dan ditambah lagi haram hukumnya membaca Al-Qur’an dengan qasad tilawah (niat membaca) dan haram duduk di Masjid.
Adapun bagi perempuan yang mendapatkan haid atau nifash maka haram hukumnya atas sekalian yang tersebut itu (pasal 13 dan pasal 14) dan ditambah lagi haram hukumnya berjalan di dalam Masjid, dan haram atasnya berpuasa, dan haram melakukan jima’ atau bergurau yakni bercanda (bercumbu) antara pusar sampai lututnya, dan haram hukumnya atas seorang suami menjatuhkan thalaq (perceraian) diwaktu istrinya itu sedang haid, melainkan jika atas permintaan istrinya diwaktu itu.



Pasal Ke limabelas
Perihal Tayammum

Tayammum (bersuci dengan debu) yaitu jikalau ketiadaannya air atau mendapatkan penyakit yang menjadikan darurat (membahayakan) kalau terkena air, maka wajib tayammum sebagai pengganti daripada mengambil air wudhu, atau daripada mandi wajib (hadash besar) atau mandi sunnah.
Adapun syaratnya tayammum adalah:
1. Wajib menggunakan tanah debu yang suci.
2. Sesudah (melakukan) istinja’ (bersuci).
3. Suci daripada najis.
4. Sudah masuk waktu shalat.
5. Sekali tayammum hanya diperbolehkan untuk satu shalat fardhu saja adapun shalat sunnah boleh berkali-kali.

Rukun tayammum adalah sebagai berikut:
1. Memindahkan tanah debu itu ke muka sekali saja, dan kedua tangannya sekali.
2. Berniat “sahjaku mengharuskan bershalat fardhu dengan ini tayammum” maka adalah niat ini wajib berbarengan pada meletakkan kedua telapak tangannya di atas debu itu dan jangan lenyap niat ini hingga menyapu muka dengan debu itu.
3. Menyapu muka sekali.
4. Menyapu kedua tangan hingga sikunya sekali pula. Tidak sunnah dua tiga kali.
5. Tertib, yaitu antara menyapu muka dan menyapu kedua tangannya.

Adapun sunnahnya membaca بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ di permulaan tayammum dan jika telah selesai maka sunnah membaca do’a seperti sesudahnya mengambil air wudhu.
Sedangkan yang membatalkan tayammum yaitu seperti tiap-tiap yang membatalkan air wudhu.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan