Sabtu, November 23

Syarah (12)

Bab yang menjelaskan perihal Ibadah Hajji

Ibadah Hajji dan Umrah adalah wajib bagi setiap orang yang mukallaf (Islam dan Dewasa) dan mustati’ yakni mampu untuk melaksanakan keduanya itu, dalam seumur hidupnya satu kali.
Maksudnya mampu disini yaitu ;
1. Memiliki biaya untuk pergi ke Mekkah dan biaya hidup disana serta memiliki biaya yang cukup untuk pulang kembali ke negerinya.
2. Biaya yang dipakai itu bukan dari hutang.
3. Ada nafkah yang cukup untuk keluarganya yang ditinggalkan selama ia pergi hingga sekembalinya.
4. Kuasa untuk melakukan perjalanan ke Mekkah.
5. Tidak ada halangan besar pada perjalanannya itu (mis.ada perang teluk dsb).

Jika lengkap syarat-syarat tersebut, maka itu dinamakan mustati’ dan wajiblah atasnya untuk pergi melakukan ibadah itu.
Adapun jika tidak lengkap padanya akan syarat-syarat yang tersebut, maka tidaklah wajib atasnya melakukan Ibadah Hajji dan Umrah, malahan kepadanya akan menjadi dosa jika ia melakukan kesusahan atas dirinya dan keluarganya, misalnya seperti menanggung hutang atau menyusahkan keluarganya yang ditinggalkan karena kekurangan nafkah.

Ibadah Hajji Bagi Seorang Perempuan:
Jikalau yang hendak melakukan Ibadah Hajji itu perempuan maka dibutuhkan biaya yang lebih besar, karena harus menyewa kamar atau pemondokan yang tidak dapat bercampur dengan laki-laki ijnabi, dan mesti ada mahramnya (orang yang tidak haram atasnya) atau bersama-sama dengan suaminya menunaikan Ibadah Hajji itu.
Maka apabila tidak dengan sebagaimana yang tersebut diatas, Haram hukumnya seorang perempuan menunaikan Ibadah Hajji itu, apalagi jika sampai meninggalkan Shalat (sama saja laki-laki atau perempuan), maka adalah rugi yang teramat besar.
Berkata sebahagian besar ulama bahwa, Pahala seribu kali Ibadah Hajji tidak akan cukup untuk menutupi dosa meninggalkan satu Shalat Fardhu.

Adapun prihal segala amalan-amalan Ibadah Hajji dan Umrah, baik itu rukun-rukun dan syarat-syaratnya serta tata cara berziarah ke makam Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan perihal qiblat dan segala Shalat Qashar Jama’, maka sekalian yang demikian itu telah diuraikan di dalam kitab Manasik Hajji, yang kami buat beserta segala do’a-do’a yang ada di dalamnya secara lengkap dan sempurna.
Maka tidak dijelaskan yang demikian itu pada kitab ini.


Pasal Ke limapuluh delapan
Idh-hiyyah atau Qurban

Idh-hiyyah atau yang biasa disebut qurban hukumnya Sunnah Muakkadah (sunnah-sunnah yang dianjurkan), waktunya adalah dari setelah selesai Shalat Idhul Adha hingga tanggal 13 bulan Zulhijjah.

Binatang yang Sah dibuat idh-hiyyah (qurban) adalah:
1. Unta, Sah dibuat Idh-hiyyah unta yang telah berumur 5 tahun atau lebih.
2. Lembu (sapi) atau kerbau; Sah dibuat Idh-hiyyah yang telah berumur 2 tahun atau lebih.
3. Kambing; Jika kambing ma’jun atau kambing jawa yang telah berumur 2 tahun atau lebih.
Jika kambing Kibas atau do’an maka yang telah berumur 1 tahun atau lebih.
Jika kambing itu sudah kupak (sudah bertumbuh gigi dengan lengkap) walaupun belum cukup umurnya 1 tahun maka sah dibuat idh-hiyyah.

Syarat-syarat binatang/hewan yang di jadikan idh-hiyyah:
1. Janganlah binatang itu terlalu kurus.
2. Jangan yang kuring atau ompong sekalian giginya.
3. Jangan yang terpotong kupingnya atau ekornya atau buta matanya atau bermata sebelah.
Keafdhalan hewan yang di jadikan idh-hiyyah adalah sbb:
1. Jenis hewannya yang paling afdhal adalah Unta, kemudian Lembu (sapi) atau kerbau, Kambing Kibas, Kambing Jawa
2. Warna bulu atau kulit binatang yang dijadikan idh-hiyyah afdhalnya adalah berbulu putih, kemudian berbulu kuning, berbulu Dauk (abu-abu), berbulu merah, berbulu belang (campur) dan berbulu hitam
3. Bertanduk lebih afdhal daripada yang tidak bertanduk.
4. Jenis kelaminnya, lebih afdhal jantan daripada betina.

Adapun seekor daripada Unta, lembu (sapi) atau Kerbau, maka boleh untuk Idh-hiyyah sendiri (seorang) atau boleh juga untuk 7 orang, sedangkan seekor kambing hanya diperbolehkan untuk satu orang.

Wajib niat pada saat menyembelih hewan, dan sunnahnya berlafaz: “sahajaku membuat sunnah idh-hiyyah” bagiku atau bagi si fulan jika ia wakil daripadanya.

Dan sunnah membaca do’a dibawah ini pada saat menyembelih hewan:

بِسْـمِ اللهِ، اَللهُ أَكْبَرُ، أَللَّهُـمَّ هَذَا مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلَهَا مِنِّى يَا كَرِيْمُ.

Artinya:
Dengan Nama Allah, Allah yang Maha Besar. Ya Allah Tuhanku, ini qurban daripada Engkau dan kembali pada Engkau maka kabulkanlah wahai Tuhan yang Maha Murah.

Dan wajib memberi sedekah sedikit daging daripada idh-hiyyah itu daging yang mentah, dan tidak boleh dijual akan sesuatu daripadanya sekalipun kulitnya.

Sunnah membagi daging itu menjadi 3 bagian, dimana:
1. satu bagian di sedekahkan kepada fakir miskin.
2. satu bagian untuk dihadiahkan kepada sahabat dan handai taulan
3. satu bagian lagi untuk makan keluarganya.


Pasal Ke limapuluh sembilan
Prihal Sunnah ‘Aqiqah

Sunnah hukumnya bilamana seorang ayah membuat ‘Aqiqah bagi anaknya pada lingkup waktu antara anaknya itu berumur 60 hari dari semenjak anak tersebut dilahirkan.
Juga sunnah bagi seorang ayah membuat ‘Aqiqah itu dari semenjak anaknya dilahirkan hingga anak itu balligh.
Jika Ayahnya tidak mampu untuk meng-‘aqiqahkan anaknya, maka sunnah bagi ibunya membuatkannya jika ia mampu, atau orang lain yang melakukannya dengan seizin ayah atau ibunya.
Hewan yang sah dibuat ‘Aqiqah sama halnya dengan hewan yang sah dibuat ‘Idh-hiyyah. Dengan segala syarat-syaratnya, wajibnya dan sunnah-sunnahnya.

Afdhalnya menyembelih hewan ‘Aqiqah adalah pada hari ke 7 (tujuh) dari anak tersebut dilahirkan, jika tidak maka pada hari yang ke 14 (empatbelas), jika tidak maka pada hari ke 21 (duapuluh satu).

Sunnah-sunnah dalam ‘Aqiqah:
1. Sunnah mencukur rambut bayi itu pada hari menyembelih hewan ‘aqiqah.
2. Sunnah menimbang rambut bayi itu, dan berat rambutnya di nilai dengan emas atau perak, dan senilai emas atau perak itu disedekahkan kepada fakir miskin.
3. Sunnah memberi nama akan bayi itu dengan nama yang baik, maka afdholnya jika laki-laki menggunakan nama: Abdullah, Abdul Rahman atau seumpamanya. Muhammad, Ahmad atau seumpamanya. Maka yang tersebut itu lebih afdhal dari lainnya.
4. Sunnah di cicipkan pada lidah bayi itu dengan sedikit kurma atau lainnya yang manis-manis.
5. Sunnah diberikan akan paha belakang daripada kambing ‘aqiqah itu kepada dukun beranak yang membantu.
6. Sunnah dimasak daging ‘Aqiqah itu dengan campuran sedikit gula dan dihadiahkan kepada fakir miskin dan kepada sahabat serta handai taulan dan buat makan di rumah. Ulama mengatakan campuran manis itu akan menjadi manis juga perangai anak itu, yakni menjadi baik budi bahasanya dengan taqdir Allah Ta’ala.


Pasal Ke enampuluh
Penutup

وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاصَّحْابِهِ اَجْمَعِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَالسَّلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Di bawah ini adalah do’a dan tasbih yang dinaqol dari kitab “maslikul akhyar”, maka hendaklah dibaca bila hendak mengaji (menuntut ilmu) ilmu syar’I, Insya Allah faedahnya lekas dapat dan faham:

اَللَّـهُمَّ افْتَحْ لَنَاحِكْمَتَكَ وَانْشُرْ عَلَيْنَا رَحْمَتَكَ يَا ذَالْجَلاَ لِ وَ اْلإِكْرَامِ.

Artinya:
Ya Allah Tuhanku, bukakan bagi kami Ilmu daripada Engkau, dan hamburkan atas kami wahai yang mempunyai Kebesaran dan Kemulyaan.

Dibawah ini tasbihnya, maka hendaklah dibaca setiap habis mengaji, Insya Allah faedahnya apa yang sudah di dapat maka tidak akan lupa dan yang belum dapat akan lebih mudah untuk mendapatkannya:

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
عَدَدَ كُلِّ حَرْفٍٍ كُتِبَ أَوْ يُكْتَبَ اَبَدَ اْلآبِدِيْنَ وَ دَهْرَءَ الدَاهِرِيْنَ
Artinya:
Mahasuci Allah dan segala Puji bagi Allah dan tiada Tuhan yang disembah hanya Allah dan Tuhan yang Maha Besar, sebilangan tiap-tiap huruf telah tertulis atau lagi akan tertulis selama-lamanya, artinya bertahun-tahun lamanya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan