Sejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang tanpa bisa dicegah oleh Baginda, sejak saat itu pula Baginda ingin menangkap Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara. Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda, maka tak disangsikan lagi ia akan mendapat hukuman. Baginda tahu Abu Nawas amat takut kepada beruang.
Suatu hari Baginda memerintahkan prajuritnya menjemput Abu Nawas agar bergabung dengan rombongan Baginda Raja Harun Al Rasyid berburu beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar tetapi ia, tidak berani menolak titah Baginda. Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah menjadi mendung. Baginda memanggil Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat Abu Nawas mendekati Baginda.
"Tahukah mengapa engkau aku panggil?" tanya Baginda tanpa sedikit pun senyum di wajahnya.
"Ampun Tuanku, hamba belum tahu." kata Abu Nawas
"Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Hutan masih jauh dari sini. Kau kuberi kuda yang lamban. Sedangkan aku dan pengawal-pengawalku akan menunggang kuda yang cepat. Nanti pada waktu santap siang kita berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering. Sekarang kita berpencar."
Baginda menjelaskan. Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak. Abu Nawas kini tahu Baginda akan menjebaknya. Ia harus mancari akal. Dan ketika Abu Nawas sedang berpikir, tiba-tiba hujan turun. Begitu hujan turun Baginda dan rombongan segera memacu kuda untuk mencapai tempat perlindungan yang terdekat. Tetapi karena derasnya hujan, Baginda dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap siang tiba Baginda segera menuju tempat peristirahatan.
Belum sempat baju Baginda dan para pengawalnya kering, Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang lamban. Baginda dan para pengawal terperangah karena baju Abu Nawas tidak basah. Padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa mencapai tempat berlindung yang paling dekat. Pada hari kedua Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin ditunggangi Baginda Raja. Kini Baginda dan para pengawal-pengawalnya mengendarai kuda-kuda yang lamban.
Setelah Abu Nawas dan rombongan kerajaan berpencar, hujan pun turun seperti kemarin. Malah hujan hari ini lebih deras daripada kemarin. Baginda dan pengawalnya langsung basah kuyup karena kuda yang ditunggangi tidak bisa berlari dengan kencang. Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba di tempat peristirahatan lebih dahulu dari Baginda dan pengawalnya. Abu Nawas menunggu Baginda Raja. Selang beberapa saat Baginda dan para pengawalnya tiba dengan pakaian yang basah kuyup.
Melihat Abu Nawas dengan pakaian yang tetap kering Baginda jadi penasaran. Beliau tidak sanggup lagi menahan keingintahuan yang selama ini disembunyikan. "Terus terang begaimana caranya menghindari hujan , wahai Abu Nawas." tanya Baginda.
"Mudah Tuanku yang mulia." kata Abu Nawas sambil tersenyum.
"Sedangkan aku dengan kuda yang cepat tidak sanggup mencapai tempat berteduh terdekat, apalagi dengan kuda yang lamban ini." kata Baginda.
"Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan.Tetapi begitu hujan turun hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu mendudukinya. Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti." Diam-diam Baginda Raja mengakui kecerdikan Abu Nawas.
Kisah Abu Nawas Asal-Usul Ayam dan telur
Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barang siapa yang bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan. Satu pundi penuh uang emas: Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang menjadi akibatnya.
Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas. Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri.
Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya, "Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?"
"Telur." jawab peserta pertama.
"Apa alasannya?" tanya Baginda. "Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur." kata peserta pertama menjelaskan. "Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?" sanggah Baginda.
Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. Ia tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian peserta kedua maju. Ia berkata, "Paduka yang mulia, sebenamya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan."
"Bagaimana bisa bersamaan?" tanya Baginda. "Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila telur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami." kata peserta kedua dengan mantap.
"Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bingung. Ia pun dijebloskan ke dalam penjara. Lalu giliran peserta ketiga. Ia berkata, "Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur."
"Sebutkan alasanmu." kata Baginda. "Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina." kata peserta ketiga meyakinkan. "Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada." kata Baginda memancing.
"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri." peserta ketiga berusaha menjelaskan.
"Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?" Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. Ia pun dimasukkan ke penjara. Kini tiba giliran Abu Nawas. Ia berkata, "Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam."
"Coba terangkan secara logis." kata Baginda ingin tahu
"Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat. Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak bisa menyanggah alasan Abu Nawas dan terpaksa harus memberi uang dalam jumlah besar sebagai hadiah untuk Abu Nawas
Kisah Abu Nawas memindah Istana ke Gunung
Baginda Raja baru saja membaca kitab tentang kehebatan Raja Sulaiman yang mampu memerintahkan, para jin memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat istananya. Baginda tiba-tiba merasa tertarik. Hatinya mulai tergelitik untuk melakukan hal yang sama. Mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang amat cerdik di negerinya.
Tanpa membuang waktu Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah Abu Nawas dihadapkan, Baginda bersabda, "Abu Nawas engkau harus memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?" tanya Baginda sambil melirik reaksi Abu Nawas.
Abu Nawas tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak hingga keningnya berkerut. Tidak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin dihukum. Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi, permintaan dari Baginda, pekerjaan itu harus selesai hanya dalam waktu sebulan. Abu Nawas pulang dengan hati masgul.
Setiap malam ia hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari dilewati dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari ini. Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana. Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. Ia menghadap Baginda untuk membahas pemindahan istana. Dengan senang hati Baginda akan mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas.
"Ampun Tuanku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti." kata Abu Nawas.
"Apa usul itu?"
"Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi."
"Kalau hanya usulmu, baiklah." kata Baginda.
"Satu lagi Baginda..." Abu Nawas menambahkan.
"Apa lagi?" tanya Baginda.
"Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada para fakir miskin." kata Abu Nawas. "Usulmu kuterima." kata Baginda menyetujui. Abu Nawas pulang dengan perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindahkan istana Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak gunung, ke dasar samudera pun Abu Nawas sanggup.
Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pemah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya. Namun ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini. Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondong-bondong menuju lapangan untuk melakukan sholat Hari Raya Idul Qurban.
Dan seusai sholat, sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera dibagikan kepada fakir miskin. Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu. Abu Nawas berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu Nawas bertanya kepada Baginda Raja, "Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?"
"Tidak ada." jawab Baginda Raja singkat. Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana. Ia berdiri sambil memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolah-olah ada yang ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar.
"Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?" tanya Baginda Raja.
"Hamba sudah siap sejak tadi Baginda." kata Abu Nawas. "Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu apa yang engkau tunggu?" tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.
"Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah Paduka." Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas masih bisa keluar dari lubang jarum.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan