Selasa, Mei 17

AL-AQA'ID ( Aqidah Keyakinan )

 Definisi
Aqa'id adalah perkara-perkara yang hati anda membenarkannya, jiwa anda menjadi tenteram karenanya, dan ia menjadikan rasa yakin pada diri anda tanpa tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
 Tingkatan Keyakinan Manusia
Aqidah, ada yang mentalaqqi aqidah itu begitu saja dan meyakininya karena adat dan tradisi. Model pemahaman semacam ini sangat rawan untuk diserang oleh kebimbangan, terutama jika ia menemui aneka bentuk syubhat. Ada pula yang sampai menganalisa dan berpikir, sehingga dengan itu bertambahlah imannya dan semakin kuat keyakinannya. Sementara itu ada juga yang terus-menerus melakukan analisa dan proses perenungan, berusaha dengan sunguh-sungguh untuk taat kepada Allah, melaksanakan perintah-Nya, dan berupaya membaikkan ibadahnya. Saat itulah lentera hidayah akan memancar dalam kalbunya, sehingga ia bisa memandang dengan cahaya bashirahnya. Maka sempurnalah imannya, paripurnalah keyakinannya, dan semakin teguhlah hatinya. "Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketaqwaannya." (Muhammad: 17)
 Penghargaan Islam Kepada Akal
Asas aqidah islam -sebagaimana keseluruhan hukum-hukum syara' adalah kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya. Kendati demikian, keseluruhan dari aqidah ini mendapat pembenaran dari akal dan dikukuhkan oleh analisa yang benar. Oleh karena itulah, Allah memuliakan akal dengan menjadikannya sebagai salah satu syarat mukallaf (pemikul beban syariat). Islam menjadikannya sebagai faktor adanya taklif (kewajiban menjalankan agama) dan memerintahkannya untuk selalu meneliti, menganalisa, dan berpikir.
Allah swt. Berfirman. "Katakanlah, 'Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orangorang yang tidak beriman. " (Yunus: 101) "Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah). Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan." (Qaaf 6-11). 'Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (Ali Imran: 190)
 Bagian-bagian Aqidah Islamiyah
Aqidah islamiyah itu dibagi menjadi empat bagian pokok, yang setiap bagian mempunyai banyak cabang (yang menjelaskannya).
1. Al-Ilahiyyat. Bagian ini membahas hal-hal yang berhubungan dengan Allah swt. dari segi sifat-sifat, asma', dan perbuatan-perbuatan-Nya, dan ditambah dengan apa yang harus diyakini seorang hamba perihal Tuhannya.
2. An-Nubuwwat. Bagian ini membahas segala sesuatu yang terkait dengan para nabi -semoga Allah memberi shalawat dan salam kepada mereka- dari sisi sifat-sifat, kema'shuman, tugas, dan urgensi kebutuhan kepada risalah mereka. Yang juga termasuk dalam bagian ini adalah apa yang berhubungan dengan para wali, mukjizat dan karamah, serta kitab-kitab samawi.
3. Ar-Ruhaniyyat, Bagian ini membahas apa saja yang berhubungan dengan alam supra. natural, seperti malaikat, jin, dan ruh.
4. As-Sam'iyyaat. Ini berkaitan dengan kehidupan di alam barzakh dan kehidupan akhirat, seperti kondisi di alam kubur, tanda-tanda hari Kiamat, hari Kebangkitan, perhitungan, dan pembalasan.


BAGIAN PERTAMA: AL-ILAHIYYAT
1. Dzat Allah Tabaraka wa Ta'ala
Ketahuilah wahai saudaraku, -semoga Allah menunjukkan kita kepada kebenaranbahwa Dzat Allah itu jauh lebih besar dari yang bisa digambarkan oleh akal manusia, dan lebih besar dari apa yang terbersit dalam pemikiran manusia. Karena, betapapun tinggi dan cerdasnya pengetahuan akal manusia, ia tetap saja terbatas oleh kekuatan dan kemampuannya.
Berpikir tentang Dzat Allah Dari lbnu Abbas ra. bahwa suatu kaum berpikir tentang dzat Allah swt., maka Rasulullah saw. bersabda, "Berpikirlah tentang ciptaan Allah dan jangan memikirkan (dzat) Allah, Karena kalian tidak mungkin akan mampu memperhitungkan kadarnya."
Dikatakan kepada Yahya Bin Mu'adz, "Beritahukan kepadaku tentang Allah!" Beliau menjawab, "Dia adalah Allah, Ilah yang Maha Esa". Dikatakan kepada beliau lagi, "Bagaimana Dia (Allah)?" Beliau menjawab, "Dia Sang Raja diraja Yang Mahakuasa." Beliau ditanya lagi, "Di mana Dia?" Beliau menjawab, Dia benar-benar mengintai." Sang penanya tadi berkata, "Saya tidak menanyakan soal itu," Beliau berkata, 'Apa yang selain itu adalah sifat makhluk, sedangkan sifat-sifat-Nya adalah apa yang telah kuberitahukan kepadamu. Maka batasi keinginanmu untuk mengetahui keagungan Rabbmu dengan cara memikirkan makhluk-makhluk-Nya dan berpegang teguh kepada berbagai konsekuensi dari sifat-sifat-Nya.

2. Asmaul Husna
Dari Abu Hurarirah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Bagi Allah sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Tidaklah seseorang menghafalnya kecuali ia akan masuk surga. Dan Dia itu witr (ganjil) dan mencintai yang ganjil." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi dengan menambahkan, "Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Sang Raja diraja, Mahasuci, Maha Memberi rasa aman, Maha Membenarkan janji, Maha Menguasai, Mahamulia. Mahaperkasa, Mahasombong, Maha Mencipta, Maha Membuat, Maha Pembentuk, Maha Pengampun, Maha Pemaksa, Maha Pemberi, Maha Menganugerahi rezeki, Maha Pembuka (penakluk), Maha Mengetahui, Maha Pencabut, Maha Meluaskan, Maha Menjatuhkan, Maha Mengangkat, Maha Memuliakan, Maha Menghinakan, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Menetapkan hukum, Maha Adil. Maha Halus (lembut), Maha Waspada, Maha Penyantun, Maha Agung, Maha Pengampun, Maha Pembalas (rasa syukur), Mahatinggi, Mahabesar, Maha Memelihara, Maha Pemberi kecukupan, Maha Menjamin, Mahaluhur, Maha Pemurah, Maha Meneliti, Maha Mengabulkan (doa), Mahaluas, Mahabijaksana, Maha Mencinta, Mahamulia, Maha Membangkitkan, Maha Menyaksikan, Mahabenar Maha Memelihara perwakilan, Mahakuat, Mahakokoh, Maha Melindungi, Maha Terpuji, Maha Menghitung, Maha Memulai, Maha Mengulangi, Maha Menghidupkan, Maha Mematikan, Mahahidup, Maha berdiri sendiri, Mahakaya, Mahamulia, Mahaesa, Maha Tempat bergantung, Mahakuasa, Maha Menentukan, Maha Mendahulukan, Maha Mengakhirkan, Mahaawal, Mahaakhir, Mahanyata, Maha Tersembunyi, Maha Menguasai, Mahasuci, Maha Dermawan, Maha Menerima taubat, Maha Penyiksa, Maha Pemaaf, Maha Pengasih, Maha Menguasai kerajaan, Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan, Maha Mengadili, Maha Mengumpulkan, Mahakaya, Maha Pemberi kekayaan, Maha Mencegah, Maha Memberi kemudharatan, Maha Pemberi manfaat, Maha Bercahaya, Maha Pemberi petunjuk, Maha Pencipta yang baru, Mahakekal, Maha Pewaris, Mahalurus, dan Maha Penyabar."

PEMBAHASAN SEPUTAR ASMAUL HUSNA
1. Asma-asma Tambahan dari yang Sembilan Puluh Sembilan
Yang sembilan puluh sembilan ini tidaklah mencakup semua yang terkait dengan asma Allah. Bahkan ada hadits-hadits lain yang mengungkap asma lain selain yang sembilan puluh sembilan tadi. Maka ada hadits lain yang menyebutkan Al-Hannaan (Mahakasih), Mannaan (Maha Memberi Anugerah), AI-Badii' (Maha Mencipta yang baru), juga terdapat asma lain Al-Mughiits (Maha Memberi pertolongan), Al-Kafiil (Maha Melindungi), Dzut Thaul (Memiliki Kekuasaan), Dzul Ma'aarij (Memiliki Tempat-tempat yang tinggi), Dzul FadhI (Yang Memiliki keutamaan), Al-Khallaaq (Yang Memiliki Balasan). Abu Bakar bin Al-Arabi dalam Syarh At-Tirmidzi mengisahkan dari para ulama, ia mengatakan, "Sesungguhnya jika digabungkan asma-asma Allah dari AI-Our'an dan Sunah, maka semuanya berjumlah seribu asma."

2. Hadits-hadits yang di Dalamnya Terdapat Lafal-lafal yang Menunjukkan Asma-asma Allah dalam Bentuk Majaz (Kiasan)
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, "Janganlah kalian mencela masa, karena sesungguhnya Allah itu masa." (HR. Muslim) Juga hadits Aisyah ra., "Biarkan dia merintih, karena sesungguhnya rintihan itu adalah asma Allah yang membuat orang sakit lega karenanya." Disebutkan pula oleh Jalaluddin As-Suyuthi dalam AI-Jami' Ash-Shaghir dari ArRafi'i; dan beliau menyebut hadits itu hasan, bukan riwayat Muslim, juga bukan hadits dari Abu Hurairah, sebagaimana banyak manusia yang salah dalam hal ini.
An-Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan, "Artinya jangan mencela yang menyebabkan terjadinya peristiwa. Jika kalian mencela yang menyebabkan terjadinya peristiwa, maka sama saja celaan itu tertuju pada Allah. Karena Allahlah yang menyebabkan dan menurunkan peristiwa tadi. Sedangkan masa atau zaman, mereka sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanyalah salah satu dari sekian makhluk Allah. Sementara maksud hadist kedua: "Maka sesungguhnya rintihan adalah pengaruh dari kekuasaan Allah yang bisa melegakan orang yang sakit." Demikianlah makna-makna yang menunjukkan bahwa ada makna lain yang menyertainya.

3. At-Tauqif (Menerima Apa Adanya) dalam Asma-asma dan Sifat-sifat-Nya
Ketahuilah bahwa jumhur kaum muslimin bersepakat untuk tidak boleh menentukan nama atau sifat bagi Allah yang tidak tercantum dalam syariat, dengan maksud menjadikannya sebagai asma Allah, meski merasa itu sebuah kesempurnaan. Maka kita tidah boleh mengatakan, 'Allah itu insinyur alam yang agung ini," juga tidak boleh kita katakan, 'Allah itu 'general manajer' bagi semua urusan makhluk." ini tidak boleh, jika nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah itu kemudian dijadikan sebagai istilah baku bagi-Nya dan dianggap sebagai bagian dari asma dan sifat-Nya. Akan tetapi, jika nama-nama itu disebut dalam ungkapan kata untuk lebih mendekatkan kepada pemahaman dalam rangka menjelaskan af'al Allah, maka hal itu tidak menjadi masalah.

4. Alamiyah dan Washfiyyah (Keaslian Nama dan Bentukannya dengan Pensifatan)
Pada Asma-asma Allah Di antara asma-asma yang telah disebut di muka itu ada satu nama yang menunjukkan dzat yang suci yakni lafdhul jalalah 'Allah". Sementara asma-asma lainnya adalah merupakan interpretasi makna sifat-sifat. oleh karena itu, asma-asma tadi bisa menjadi khabar (keterangan) bagi lafdzul jalalah. Namun apakah lafdzul jalalah itu musytaq (terambil dari kata lain) atau tidak? Di sini ada perbedaan pendapat, namun tidak sampai berpengaruh kepada aspek operasional. Cukuplah bagi kita untuk mengetahui bahwa ismudz dzat (nama asal untuk dzat) adalah nama yang satu tadi (baca: Allah) sementara nama-nama yang lain itu terkait dengan pensifatan (kepada-Nya).

5. Karakteristik Asmaul Husna
Sebagian orang mengatakan bahwa setiap asma dari asma-asma Allah itu mempunyai karakteristik dan rahasia-rahasia yang berhubungan dengan penyebutannya secara panjang atau ringkas. Bahkan sebagian ada yang melampaui batas, dalam hal ini sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa setiap asma itu ada khadam spiritual yang selalu membantu siapa saja yang kontinyu dalam berdzikir dengannya.

6. Asma Allah yang Agung
Dalam banyak hadits terdapat asma Allah yang agung, Di antaranya:
1. Dari Buraidah ra. berkata, Nabi Muhammad mendengar seorang laki-laki berdoa seraya. berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu bahwa aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah yang tiada ilah selain Engkau, Yang Mahaesa dan tempat bergantung, Yang tidak berputera dan tidak diputerakan, Dan tidak ada seorang pun yang menyamai-Nya," Buraidah berkata, "Maka Rasulullah bersabda, 'Dan demi Dzat yang Jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh orang itu lelah memohon kepada Allah dengan asma-Nya yang agung. Yang Jika (seseorang) berdoa dengannya Allah akan mengabulkan; dan jika memohon dengannya, Allah akan memberi."
2. Dari Anas Biri Malik ra. berkata, Nabi Muhammad saw. masuk masjid seraya mendapati seseorang telah shalat. orang itu berdoa dan berkata dalam doanya, "Ya Allah, tiada ilah selain Allah, Engkaulah Yang Maha Memberi anugerah, Pencipta langit dan bumi, Pemilik keagungan dan kemuliaan." Maka Rasulullah bersabda, "Tahukah kalian dengan apa ia berdoa kepada Allah? Ia berdoa kepada Allah dengan asma-Nya yang agung, yang jika berdoa dengannya, Allah akan mengabulkan dan jika memohon dengannya Allah akan memberi." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan ibnu Majah)

SIFAT-SIFAT ALLAH TA'ALA
1. Sifat-sifat Allah dalam Pandangan Akal
Secara global, anda akan mendapati jiwa anda dipenuh oleh aqidah dan keyakinan ini, yakni bahwa Pencipta dan Pengatur alam ini memiliki semua sifat kesempurnaan di atas apa saja yang pernah tergambar dalam akal manusia yang lemah ini dan terbebas dari semua sifat kekurangan. Anda juga akan melihat akidah ini sebagai sebuah inspirasi nurani untuk nurani anda dan sebagai insting jiwa untuk jiwa anda,
"Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus." (Ar-Rum: 30)
Berikut beberapa comtoh konkritnya: Pertama, udara yang kita gunakan untuk bernapas ini terdiri dari beberapa unsur. Di antaranya ada dua bagian yang penting, ada yang baik untuk pernapasan manusia yang oleh para ahli kimia disebut oksigen, ada pula yang berbahaya yang disebut karbondioksida. Di antara keterkaitan antar kesatuan di alam wujud yang menakjubkan ini adalah bahwa bagian yang berbahaya bagi manusia, ternyata digunakan untuk bernapas oleh tumbuh-tumbuhan dan itu bermanfaat baginya. Pada saat manusia menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida, tumbuhtumbuhan melakukan hal yang sebaliknya, yakni menghirup karbondioksida dan mengeluarkan oksigen. Coba lihatlah ikatan kerjasama yang rapi antara manusia dengan tumbuh-tumbuban dalam berbagai kebutuhan kehidupan yang terpenting bagi keduanya, yakni bernapas.
Kedua, anda makan makanan. Ternyata makanan itu terdiri dari berbagai unsur nabati dan hewani. oleh para pakar ia dibagi menjadi zat-zat makanan karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Maka anda akan melihat bahwa ludah bekerja untuk meleburkan sebagian protein dan melarutkan zat gula dan apa saja yang membutuhkan pelarutan. Sementara itu, usus besar bekerja mencerna karbohidrat dari daging, nasi, dan yang sejenisnya. Lalu Empedu yang dihasilkan oleh lever bekerja menghaluskan lemak dan membaginya kepada bagian-bagian kecil yang memungkinkan untuk diserap oleh tubuh. Setelah itu tibalah giliran pankreas. Ia mengeluarkan empat enzim (lipase, amilase, tripsin, dan insulin, pent.) yang masing-masing bekerja membantu kesempurnaan dari proses pencernaan ketiga zat tadi (karbobidrat, protein, dan lemak). Sementara enzim yang keempat bekerja mengubah susu menjadi keju. Coba renungkanlah suatu keterikatan kerja yang mengagumkan ini, antara unsur-unsur yang ada dalam tubuh manusia dan zat-zat makanan nabati dan hewani dari beragam jenis makanan yang dimakan oleh manusia.
Ketiga, Anda lihat bunga yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan Lihatlah betapa bunga itu memiliki daun-daun yang indah, menarik, dan berwarna warni. Jika anda bertanya kepada para ahli biologi tentang hikmah dari itu semuanya, niscaya mereka akan menjawab itu semua berfungsi untuk menggoda lebah dan kumbang yang kerjanya menghisap madu bunga- agar mau hinggap di atasnya. Sehingga, tatkala kumbang atau lebah tadi bertengger di atas benang sari yang ada di bunga tadi, ia menjatuhkan serbuk sari yang ada di benang sari ke kepala putik. maka sempurnalah jalannya penyerbukan. Lihatlah bagaimana bunga-bunga yang indah ini bisa menjadikan sebuah rangkaian hubungan yang serasi antara tumbuhtumbuhan dan hewan, sehinggga hewan bisa membantu tumbuh-tumbuhan dalam proses penyerbukan dalam rangka pembuahan.
Setiap yang ada di di alam ini akan memberitahukan kepada anda tentang adanya sebuah hikmah dan iradah yang tinggi, dominasi yang kuat dan hukum-hukum alam pada puncak ketelitian dan proporsionalitas yang berlaku. Tuhan dari hikmah ini, Sang Pemilik keagungan ini, Sang Peletak undang-undang dan hukum-hukum ini tidak lain adalah: Allah.
Allah berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan di antara tandatanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tandatanda bagi kaum yang berpikir Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi serta berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian karunia-Nya. Sesungguhnya terdapat tandatanda bagi kaum yang mendengarkan. Dan di antara tanda-tanda kekuasaannya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya." (Ar-Rum: 20-24)

2. Globalitas Sifat-sifat Allah dalam Al-Qur'an
Ayat-ayat Al-Qur'an telah mengisyaratkan adanya sifat-sifat wajib bagi Allah dan sifat-sifat itu merupakan tuntutan kesempurnaan uluhiyah-Nya.
 Wujud Allah.
Allah berfirman, "Allahlah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan, Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya) menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu. Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan -pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang memikirkan. Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman, dan pohon kurma yang bercabang dan apa yang tidak bercabang. Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (Ar-Ra'd: 2-4)
"Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan, dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur. Dan Dialah yang menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di bumi ini dan kepada-Nyalah kamu akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan dialah yang mengatur pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya?" (AlMukminun: 78-80).
Semua ayat di atas menjelaskan kepada anda tentang sifat wujud bagi Allah. Dan hal itu secara argumentatif dibuktikan dengan af'al-af'al-Nya dalam mengatur urusan alam yang menakjubkan itu.

 Qidam dan Baqa'.
Allah berfirman, "Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al-Hadid: 3).
"Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Baginyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (AIQashash: 88)
"Semua yang ada di bumi itu pasti binasa. Dan tetap kekal dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (ArRahman: 26-27)

 Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri Sendiri)
Allah berfirman, "Hai manusia, kamulah yang berkehendak (butuh) kepada Allah, dan Allahlah Yang Mahakaya lagi Maha Terpuji." (Fathir: 15)
"Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi, dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri, dan tidaklah aku mengambil orangorang yang menyesatkan itu sebagai penolong." (AlKahfi: 51)

 Wahdaniyat
Allah berfirman, 'Janganlah kamu menyembah dua tuhan, sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Mahaesa, maka hendaklah kepadaKu saja kamu takut.' Dan kepunyaanNyalah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan untuk-Nyalah ketaatan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertaqwa kepada selain Allah? Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah (datangnya), dan bila kamu ditimpa kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan." (An-Nahl: 51-53)
"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, 'Bahwa Allah adalah satu dari yang tiga,' padahal sekali-kali tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Mahaesa Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksa yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Maidah: 73-74)
Dan ayat-ayat lain yang menegaskan bahwa Allah itu esa dalam dzat-Nya, esa dalam sifat-sifat-Nya, esa dalam af’al dan perbuatan-Nya. Tidak ada rabb selain Dia dan tiada sesembahan kecuali Dia.

 Qudrah (kemahakuasaan) Allah
Allah berfirman, "Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) sampailah kamu kepada Kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya tidak lagi mengetahui sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat di bumi ini kering, kemudian apabila telah mati kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah serta menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, Dan sesungguhnya hari Kiamat itu pastilah datang, dan tak ada keraguan padanya dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur." (Al-Hajj: 5-7)
"Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan ciri mereka sendiri, dan tidaklah aku mengambil orang-orang Yang menyesatkan itu sebagai penolong." (AlKahfi: 51)
"Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, dari Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. Dan Dia pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu punya keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Makakuasa." (AlFurqan: 53-54)
Dan ayat-ayat lain yang menunjukkan kebesaran qudrah-Nya, kemegahan, dan keagungan-Nya.

 Iradah Allah
Allah berfirman, "Sesungguhnya perintah-Nya apabila menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah,' maka terjadilah ia." (Yasin: 82)
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan di negeri itu. Maka sudah sepantasnya beriaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu dengan sehancur-hancurnya (Al-Isra': 16)
Dan ayat-ayat lain yang mengisyaratkan penegasan akan iradah Allah dan bahwa iradah-Nya berada di atas segala bentuk iradah dan kehendak yang ada. "Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah." (Al-Insan: 30)

 Ilmu Allah
Firman Allah, "Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, serta bagi-Nya segala puji di akhirat. Dan Dialah yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui, Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, dan apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dialah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun." (Saba': 1-2)
"Dia mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang di bumi, mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakanDan Allah Maha Mengetahui segala isi hati." (At-Taghabun: 4)
Berkenaan dengan cerita tentang Luqman yang berwasiat kepada putranya, Allah berfirman, "(Luqman berkata),'Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui." (Luqman: 16)
"Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari AlQur'an serta kamu tidak mengerjakan satu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu walaupun sebesar dzarah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (laun mahfuzh)." (Yunus: 61)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan keluasan ilmu (Kemahatahuan) Allah dan lingkup penguasaanNya akan segala sesuatu, yang sedikit maupun yang banyak, yang kecil maupun yang besar.





 Hayat (Kemahahidupan) Allah
Allah berfirman, "Allah tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur, kepunyaanNya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi." (Al-Baqarah: 255)
"Alif lam mim. Allah tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya, membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil sebelum Al-Qur'an, menjadi petunjuk bagi manusia dan Dia menurunkan AL-Furqan." (Ali lmran: 1-3)
Dan masih banyak lagi ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah tabaraka wa ta'ala memiliki sifat kekekalan hidup yang sempurna, tiada satu pun yang melebihi kesempurnaannya.

 Sama' dan Bashar Allah
Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengarkan soal-jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Al-Mujadilah: 1)
"Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertaqwa? Bagaimana pendapatmu Jika Jika orang yang melarang itu berdusta dan berpaling? Tidakkah ia mengetahui bahwa Allah Maha Melihat atas segala perbuatannya . (Al-Alaq: 9- 14)
Dan ayat-ayat lain yang menunjukkan sifat sama' dan bashar Allah swt.

 Kalam Allah
Allah berfirman, "Dan Allah berbicara kepada Musa dengan langsung." (An-Nisa': 164)
"Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka mengetahui?" (Al-Baqarah: 75). Dan banyak ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat kalam.

Antara Sifat-sifat Allah dan Sifat-sifat Makhluk
Satu hal yang harus dipahami seorang mukmin bahwa makna yang dimaksudkan dalam kandungan lafal pada sifat-sifat Allah berbeda secara diametral dengan makna yang terkandung dalam lafal yang sama pada sifat-sifat makhluk. Maka ketika anda mengatakan bahwa Allah itu 'alim dan ilmu merupakan sifat Allah, anda juga mengatakan fulan 'alim dan ilmu merupakan sifat manusia. Nah, apakah makna yang dimaksud dalarn kalimat ini sama? Sekali-kali tidak akan pernah sama! Sesungguhnya ilmu Allah tidak terhingga kesempurnaannya dan sama sekali tidak bisa diperbandingkan dengan ilmu makhluk.

Dalil-dalil Aqli dan Manthiqi Atas Eksistensi Sifat-sifat Allah
Dalam menetapkan sifat-sifat Allah, para ulama aqidah antara lain bertumpu pada argumen-argumen logika dan analogi dialektika. Hal ini dapat diterima, karena akal merupakan asas ma'rifah dan sebab diturunkannya taklif (kewajiban menjalankan syariat agama). Juga pada syariat yang sama agar tidak ada yang syubhat dan meragukan di dalamnya.
Namun ternyata masalahnya jauh lebih jelas daripada itu. Wujud Allah dan pengukuhan akan sifat-sifat kesempurnaan yang mutlak bagi-Nya adalah deretan aksioma yang pembuktiannya tidak membutuhkan dalil atau argumentasi untuk hal itu, kecuali bagi orang yang sombong dan ada penyakit di hatinya, yang sesungguhnya dalil itu tidak berguna baginya dan hujjah apapun tidak bermanfaat baginya.
Berikut sebagian argumentasi logika, baik yang global maupun yang rinci. Pertama, alam wujud, keagungan, dan keteraturannya menunjukkan wujud sang Pencipta, dengan segala kebesaran dan kesempurnaan-Nya. Kedua, sesungguhnya yang tidak memiliki sesuatu tidak akan bisa memberi. maka jika yang mengadakan alam ini tidak memiliki sifat-sifat kesempurnaan, bagaimana mungkin ada pengaruh dari sifat-sifat itu pada makhluk-Nya? Ketiga, ini lebih khusus bahwa sang Pencipta alam ini esa, tidak berbilang (lebih dari satu). Kalau berbilang, maka itu akan menimbulkan kerusakan, perselisihan, dan perasaan lebih tinggi daripada yang lain. Apalagi permasalahan uluhiyah terletak pada kebesaran dan keagungan, juga apabila salah satu dari yang berbilang itu mendominasi yang lain, maka praktis sifat-sifat yang lainnya tidak berfungsi. Jika mereka bekerja sama, maka sebagian dari sifat mereka akan tidak berfungsi pula. Sementara tidak berfungsinya sifat-sifat uluhiyah itu bertentangan dengan kemuliaan dan keagungan-Nya.
Oleh karena itu, Dia harus esa, tiada tuhan selain Dia. Ini adalah sebagian contoh dari argumen-argumen aqli atas wujud sang Khaliq dan eksistensi dari sifat-sifat-Nya. "Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tidaklah ia mempunyai cahaya sedikit pun." (An-Nur: 40)

Pertanyaan yang Banyak Menghantui Pikiran Manusia
Dalam hadits dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasul Allah saw. telah bersabda, "Terus-menerus manusia itu saling bertanya, sampai mengatakan ini, 'Allah menciptakan makhluk, maka siapa yang menciptakan Allah?' Barangsiapa terbersit (dalam benaknya) hal itu, maka ucapkanlah, 'Aku beriman kepada Allah" (HR, Muslim)
Pertanyaan seperti ini banyak menyelimuti jiwa-jiwa sebagian manusia, dan semoga jawaban ini dapat menjelaskannya, insya Allah.
Jika anda menaruh buku di atas meja yang ada di kamar anda, kemudian anda keluar dari kamar dan sesaat kemudian kembali ke kamar tadi, ternyata anda melihat buku yang semula anda taruh di atas meja tadi tiba-tiba sudah berada di dalam laci. Maka anda sangat yakin bahwa ada seseorang yang memindahkannya ke dalam laci, karena anda tahu di antara sifat buku adalah tidak bisa bergerak dan berpindah sendiri. (Statement I)
Seandainya di dalam kamar anda bersama seseorang yang duduk di atas kursi, kemudian anda keluar sesaat kemudian kembali ke kamar tadi, ternyata anda lihat orang tadi duduk di lantai misalnya. Anda tidak mungkin bertanya kepadanya tentang sebab perpindahannya (dari kursi ke lantai). Anda pun tidak yakin ada orang lain yang memindahkannya, karena anda paham bahwa di antara sifat orang tadi adalah ia bisa berpindah sendiri dan tidak membutuhkan Yang lain untuk memindahkannya. (Statemen kedua)
"Ketika makhluk-makhluk ini semuanya ada dan kita tahu di antara sifat dan tabiatnya adalah ia tidak mungkin ada dengan sendirinya, tetapi pasti ada Yang mengadakan, maka kita tahu bahwa yang membuatnya menjadi wujud ini adalah Allah swt. Kesempurnaan uluhiyah berarti ketidakbutuhan Ilah kepada selain-Nya, bahkan di antara sifat-Nya adalah berdiri sendiri. Maka (dengan begitu) kita tahu bahwa Allah wujud dengan sendiri-Nya dan tidak butuh Yang lain untuk mengadakan-Nya. Jika dua statemen Yang ada di atas tadi anda bandingkan, jelaslah posisi maqam (eksistensi Allah) ini dengan akal manusia Yang lebih terbatas. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari kesalahan. Sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Pendapat-pendapat Para Pakar Ilmu Eksak dalam Pembuktian Wujud dan Sifat-sifat Allah
1. Descartes, seorang ilmuwan Perancis mengatakan, "Sesungguhnya aku beserta pengakuan akan keterbatasan diriku merasakan akan keharusan adanya dzat yang sempurna. Dan aku harus mempunyai keyakinan bahwa perasaan telah menjadikan dalam dzatku akan bertenggernya dzat sempurna yang memiliki semua sifat kesempurnaan. Dia adalah: Allah.
2. Isac Newton, seorang ilmuwan terkenal dari Inggris dan penemu hukum gravitasi berkata, "Janganlah kalian meragukan adanya pencipta, karena sesungguhnya sangat tidak masuk akal pendapat yang mengatakan bahwa alam ini ada dengan tiba-tiba sebagai hukum adanya wujud alam ini."
3. Hertzel, seorang ahli astronomi dari Inggris mengatakan, "Semakin luas lingkup pengetahuan, akan semakin bertambah argumentasi yang kuat dan pasti akan adanya pencipta azali, yang tidak terbatas kekuasaan-Nya dan tidak berkesudahan. Para ahli geologi, matematika, astronomi, dan fisika telah bersepakat untuk mengukuhkan sebuah gema ilmu, yakni gema akan keagungan Allah semata.
4. Lynich, sebagaimana dikutip oleh Caml Phlamrion, seorang ilmuwan Perancis, dalam bukunya 'Allah di Alam ini" mengatakan, 'Allah yang azali, abadi, Maha Mengetahui dan berkuasa atas segala sesuatu, telah tampak di hadapan saya keindahan ciptaan-Nya, sehingga saya terkagum-kagum dibuatnya. Sungguh, alangkah indah kekuasaan, hikmah, dan ciptaan ini, dari yang terkecil hingga yang terbesar. Sesungguhnya manfaat-manfaat yang bisa didapat dari ciptaan-ciptaan ini menunjukkan kebesaran rahmat Allah yang diberikan kepada kita, sebagaimana kesempurnaan dan keserasian satu sama lain yang menunjukkan keluasan hikmah-Nya. Demikian pula pemeliharaan ciptaan-ciptaan tadi dari kepunahan, dan tumbuh-kembangnya membuktikan akan kemuliaan serta keagungan-Nya.
5. Herbert Spencer, seorang ilmuwan Inggris, dalam risalahnya tentang pendidikan mengatakan, "Ilmu itu bertentangan dengan khurafat, tetapi tidak bertentangan dengan agama. Terdapat ruh zindiq (mistik sesat) dalam banyak ilmu pengetahuan alam yang tersebar. Akan tetapi ilmu yang benar, yang melampaui informasiinformasi sepenggal dan masuk kedalaman hakekat yang sesungguhnya, berlepas dari ruh semacam tadi. Ilmu alam tidak bertentangan dengan agama. Konsentrasi kepada (pendalaman) ilmu alam merupakan ibadah dan pengakuan secara tidak langsung, serta penghargaan terhadap ciptaan-ciptaan yang dilihat dan dialami, sekaligus pengakuan akan Penciptanya; bukan hanya sekedar dengan tasbih lisan, tetapi tasbih amal (operasional).
Bukan hanya penghargaan kosong, tetapi penghargaan yang membuahkan pengorbanan waktu, pemikiran, dan amal. ilmu semacam ini tidak meniti jalan feodalisme (baca: pemaksaan) dalam memahamkan manusia akan kemustahilan untuk mengetahui causa prima, yakni Allah. Akan tetapi ia meniti manhaj yang jelas untuk memahamkan kepada kita akan kemustahilan hal itu dan menyampaikan kepada kita akan semua batas yang tidak mungkin bisa dilampaui oleh akal. Kemudian dengan tenang dan penuh keyakinan sampailah pada kesudahan, yakni memperlihatkan kepada kita akan sebuah metodologi yang menunjukkan bahwa kecilnya akal seorang manusia tidak bisa disamakan dengan orang yang melihat (dan bisa menganalisa) setetes air.
Sesuai dengan firman Allah, "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?" (Fushilat: 53)

AYAT-AYAT SIFAT DAN HADITS-HADITSNYA
Di dalam Al-Qur'an dan Sunah ada sejumlah ayat dan hadits yang tampak secara lahir mempersamakan dzat Allah swt. dengan makhluk-Nva dalam beberapa sifat mereka.
Beberapa Contoh Ayat Sifat
1. Allah swt. berfirman, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (ArRahman: 26-27), juga ayat-ayat lain, yang menyebut kata "wajah", maka kata itu dinisbatkan kepada Allah swt. Maksudnya adalah dzat-Nya. Berkata Zamakhsyari, "Kata 'wajah' itu mengungkapkan maksud keseluruhan dan eksistensi. Orang-orang miskin Makkah berkata, 'Manakah wajah-wajah Arab yang dermawan itu, yang akan menyelamatkan diriku dari kematian?'" Maksudnya, ia terdidik di bawah asuhan dan penjagaan-Ku.

2. Allah swt. berfirman, "Dan sesungguhnya Kami lelah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu sesuatu yang dilihamkan. Yaitu, 'Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuhKu dan musuhnya.'Dan Aku lelah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku, dan supaya kamu diasuh di bawah mata (pengawasan)-Ku-" (Thaha: 37-39)

3. Allah swt. berfirman, "Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. Barangsiapa melanggar janjinya, maka akibat dari ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar." (Al-Fath: 10)
Dan Firman-Nya, "Orang-orang Yahudi berkata, 'Tangan Allah terbelenggu,' sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang lelah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua tangan22) Allah terbuka Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki." (Al-Maidah: 64)
Maksudnya "dengan pengawasan-Ku. " Berkata Rabi' bin Anas, "Dengan pengawasan dari-Kami, pengawasan dzat yang Maha Melihat." Berkata Ibnu Abbas, "Dengan penjagaan Kami." Maksudnya, Allah mengawasi bai'at mereka lalu membalasnya dengan pahala-Nya. Tangan terbelenggu dan terbuka, sebuah kiasan akan sifat kikir dan dermawan. Maksudnya, Allah mencipta semua itu sendirian, tanpa sekutu dan penolong.

Dalam Memahami Masalah ini, Lahirlah Beberapa Kelompok
1. Sekelompok orang mengambil lahirnya teks sebagaimana adanya. Mereka mempersamakan wajah Allah dengan wajah-wajah makhluk-Nya, tangan Allah dengan tangan-tangan mereka, tawa Allah dengan tawa mereka, begitulah seterusnya sampai mereka mengasumsikan Tuhan sebagai sesosok syaikh (orang tua) dan sebagian yang lain mengasumsikan-Nya sebagai seorang pemuda. Mereka itulah yang disebut sebagai musyabbihah (penyerupaan) atau mujassimah (personifikasi). Mereka sama sekali tidak memahami Islam, dan kata-kata mereka jauh dari kebenaran. Untuk menolak mereka, cukuplah dengan ayat berikut. "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura: 11) Dan firman-Nya, "Katakanlah, Dialah Allah Yang Mahaesa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya." (Al-lkhlash: 1-4)

2. Sekelompok orang ada yang menafikan makna-makna yang terkandung dalam lafal-lafal di atas dalam segala bentuknya. Dengan demikian, mereka ingin menghapuskan kandungan maknanya dari sisi Allah swt. Allah swt. -bagi mereka- tidak berbicara, tidak mendengar, dan tidak melihat. mereka hakekatnya meniadikan sifat-sifat Allah dengan alasan menyucikan dzat-Nya. Mereka itulah yang disebut dengan al-mu'athilah. Sebagian ulama aqidah menyebutnya sebagai al-jahmiyah. Seseorang yang memiliki akal pikiran tidak akan bisa membenarkan kata-kata dan logika berpikir yang rancu ini. Bukankah telah banyak terbukti bahwa ucapan, pendengaran, dan penglihatan pada sebagian makhluk terjadi tanpa adanya alat pengindera? Bagaimana mungkin kalam dzat yang Maha Benar tergantung kepada alat pengindera? Mahasuci Allah dari semua penyifatan itu. Itulah dua kelompok yang tidak perlu diperbincangkan lebih banyak lagi.

MADZHAB ULAMA SALAF DALAM MEMAHAMI AYAT DAN HADITS SIFAT
Adapun ulama salaf (semoga Allah meridhai mereka), mereka berkata, "Kita beriman kepada ayat-ayat dan hadits-hadits sebagaimana adanya dan menyerahkan penjelasan tentang maksudnya kepada Allah swt. Lagi pula Rasulullah saw, lelah melarang kita dari itu dalam sabdanya, "Berpikirlah kalian tentang ciptaan Allah dan jangan berpikir tentang dzat Allah, karena kalian tidak bakal menjangkaunya."
Berkata Al-Iraqi, diriwayatkan dari Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah dengan sanad lemah, diriwayatkan oleh Al-Asbahani dalam At-Targhib war Tarhib dengan sanad lebih baik dari itu, juga diriwayatkan oleh Abu Syaikh, dengan kesepakatan di antara mereka semoga Allah meridhai mereka- akan penafian adanya persamaan antara apa yang ada pada Allah dan apa yang ada pada makhluk-Nya.
a. Abul Qasim AI-Lalikai dalam Ushulus Sunnah dari Muhammad bin Al-Hasan, sahabat Abu Hanifah -semoga Allah meridhai mereka- berkata, "Para ahli fiqih, seluruhnya; dari Timur hingga Barat, sepakat tentang keimanan kepada ayat-ayat Qur'an dan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh para rawi terpercaya dari Rasulullah saw, tentang sifat Allah tanpa tafsir (interpretasi), washf (mensifati, dalam pengertian menetapkan sifat yang tidak pada tempatnya), dan tasybih. Barangsiapa melakukan interpretasi -saat ini- tentang sebagian darinya, ia telah keluar dari jalan yang dahulu ditempuh oleh Nabi saw. dan telah pula keluar dari jamaah. Demikian itu karena mereka tidak pernah melakukan penyifatan dan interpretasi atasnya. Mereka berfatwa dengan apa-apa yang terdapat pada Kitabullah dan Sunah Rasul, lalu diam."
b. Al-Khallal menyebutkan dalam buku As-Sunnah dari Hanbal, dan Hanbal juga menuturkannya dalam buku-bukunya, seperti buku As-Sunnah wal Mihnah, "Saya (Hanbal) bertanya kepada Abdullah tentang hadits-hadits yang meriwayatkan bahwa Allah swt. turun ke langit dunia 'atau Allah menyaksikan...' atau Allah meletakkan telapak kaki-Nya' atau hadits-hadits lain semisalnya. Berkata Abdullah, "Kita beriman kepadanya dan membenarkannya; tanpa bertanya bagaimana, apa maknanya, dantanpa menolak sesuatu pun darinya. Kita tahu bahwa apa yang datang kepada Rasulullah saw. itu haq (jika dengan sanad yang shahih), kita tidak menolak firmanfirman-Nya dan tidak pula menyifati Allah lebih dari apa yang Dia sifatkan untuk diri-Nya, tanpa batas dan tanpa ujung. Tiada sesuatu pun yang menyamai-Nya. "
c. Diriwayatkan dari Abu Bakr Al-Atsram, Abu Amr, dan Abu Abdullah bin Abu Salamah Al-Majisyun, dengan kalimat yang panjang tentang tema ini, lalu mengakhirinya dengan mengatakan, 'Apapun yang Allah sifatkan untuk diri-Nya dan yang disifati oleh lisan Rasul-Nya, kita menyifatinya dengan itu juga. Kita tidak membebani diri dengan sifat-sifat lain selainnya; tidak ini tidak juga itu. Kita tidak menolak kata yang dipakai untuk menyifati dan tidak juga mencari-cari pengertian yang tidak dituturkan." Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa keterlindungan dalam agama adalah jika engkau berhenti (dalam pembahasan) pada suatu titik di mana engkau dihentikan dan tidak melampaui suatu batas yang telah ditetapkan untukmu. Pilar agama ini, sesungguhnya adalah pengenalan atas yang ma'ruf dan pengingkaran atas yang munkar. Keterangan apapun tentang sifat Allah yang telah dibentengi dengan ma'rifah; telah memuaskan benak dan hati nurani; yang aslinya dinukil dari Kitab dan Sunah; dan diwarisi pengetahuannya oleh umat, janganlah takut untuk menyebut dan menyifatinya selama sesuai dengan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya dan janganlah mencari-cari interpretasi dengan mengandalkan kemampuan berpikirmu semata. Sedangkan apapun yang diingkari olehmu, tidak kau dapatkan dalam Kitab Tuhanmu, dan tidak pula dalam hadits Nabimu, janganlah engkau membebani dirimu untuk mencari-cari kandungan maknanya dengan pikiranmu dan jangan kau sifati ia dengan lisanmu. 'Diamlah' tentang sesuatu yang Tuhanmu juga 'diam' tentangnya.

MAZHAB ULAMA KHALAF DALAM MEMAHAMI AYAT DAN HADITS SIFAT
Adapun ulama khalaf, mereka berkata, "Kami menetapkan bahwa makna-makna kata dalam ayat-ayat dan hadits-hadits ini tidak dikehendaki lahirnya. Atas dasar itu, ia boleh-boleh saja dita'wil, dan tidak ada larangan. Mereka pun menta'wil 'wajah' dengan dzat, 'tangan' dengan kekuasaan, dan semisalnya, dengan tujuan memalingkannya dari tasybih.
Berikut adalah contoh-contohnya:
1. Berkata Abu Farj bin Al-jauzi A]-Hanbali dalam bukunya Daf'u Syu'batit Tasybih, Allah berfirman, "Dan tataplah wajah Tuhanmu." (Ar-Rahman: 27). Berkata para ahli tafsir, "Yakni tataplah Tuhanmu." Mereka juga berkata tentang firman Allah, "Mereka menginginkan wajah-Nya," (Al-An'am: 52) sebagai "Menginginkan-Nya". Berkata Adh-Dhahhak dan Abu Ubaidah tentang ayat, "Segala sesuatu itu hancur kecuali wajah-Nya," (Al-Qashash: 88) bahwa ia berarti: "Segala sesuatu hancur, kecuali Dia". Ringkasan dari apa yang dikatakan adalah, "Pengambilan makna ayat secara tekstual adalah sikap, tajsim dan tasybih, karena pengertian tekstual ayat itulah pengertian dasar yang dimaksud. Tidak ada makna hakiki atas kata 'tangan' kecuali anggota tubuh yang berupa tangan. Demikian seterusnya. Adapun ulama salaf, mereka sebenarnya tidak mengambil makna ayat secara tekstual, namun mereka hanya diam tanpa komentar terhadapnya.
2. Berkata Fakhruddin Ar-Razi dalam bukunya Asasut Taqdis, "Ketahuilah bahwa teksteks Al-Qur'an tidak mungkin dipahami secara tekstual karena beberapa hal: Pertama, seperti firman Allah swt., "Dan supaya kamu diasuh di mata (di bawah pengawasan)-Ku," (Thaha: 39) jika dipahami secara tekstual mengandung makna bahwa Musa berada dan menempel di mata Allah itu dan bahkan mengungguli-Nya. Tentu saja pengertian ini tidak dipahami oleh seorang pun yang berakal sehat. Kedua, firman-Nya, "Dan buatlah bahtera itu dengan banyak mata (pengawasan) dan petunjuk Kami," (Hud: 37) mengandung pengertian bahwa alat untuk menciptakan bahtera itu adalah mata itu sendiri. Ketiga, bahwa penetapan kata "a'yun" (banyak mata) untuk satu wajah adalah buruk sekali. oleh karenanya harus dita'wil, yakni dengan mencari kemungkinan -bagi kata ini- dengan kata yang lain, secara sangat hati-hati.
3. Berkata Imam Ghazali di juz pertama dari bukunya Ihya' Ulumuddin, tatkala berbicara tentang penisbatan ilmu zhahir kepada ilmu bathin dan pembagian apa-apa yang diakibatkan olehnya, juga tentang ta'wil dan bukan ta'wil. Pembagian yang ketiga adalah sesuatu yang jika disebut secara apa adanya, dapat dipahami dan tidak ada bahayanya. Namun demikian, ia dikiaskan untuk menimbulkan kesan makna lebih nyata dan agar kejadiannya dapat ditangkap oleh benak pendengar secara. lebih transparan. Misalnya sabda Rasulullah saw., "Sesungguhnya masjid itu mengkerut karena dahak, sebagaimana mengkerutnya kulit karena api. "35) Artinya, masjid yang dimensi ruhnya demikian agung akan terkotori dengan dahak. Makna kesucian masjid yang dikotori oleh dahak diibaratkan sebagai kulit yang terbakar api. Sementara engkau melihat bahwa lantai masjid tetaplah utuh dengan adanya dahak itu. juga sebagaimana sabdanya yang lain, "Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah akan mengubah kepalanya dengan kepala keledai. "36) Tentu, dari dimensi bentuk ia tidaklah berubah sama sekali, namun dari dimensi makna bisa saja terjadi. Karena kepala keledai di sini tidaklah yang sebenarnya, tetapi yang dimaksud adalah karakternya; yakni pandir dan bodoh. jadi, barangsiapa mengangkat kepalanya sebelum imam, kepalanya seperti kepala keledai dalam pengertian karakter bodoh dan pandirnya. Yang dimaksud di sini adalah kandungan, bukan bentuknya. Kita memahami Iahiriyah makna kata dengan pemahaman lain harus dengan dahi syar'i dan dalil logika. Secara logika, sering kita memahami kandungan lahirnya suatu kata yang tidak mungkin, sebagaimana sabda Rasul saw., "Hati seorang mukmin itu ada di antara dua jari dari jari-jari (Allah) yang Rahman. '37) Karena jika kita periksa hati orang mukmin, jelas tidak ada di sana jari Allah itu. Dengan begitu kita tahu bahwa ia adalah kiasan dari qudrah (kekuasaan), yang ia adalah rahasia dan ruh jari yang tersembunyi. Dikiaskannya kekuasaan dengan jari karena yang demikian adalah realitas yang paling mudah untuk dipahami tentang totalitas kekuasaan.

Antara salaf dan Khalaf Engkau telah mengetahui bahwa mazhab salaf mengenai ayat-ayat dan hadits-hadits yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah swt. adalah mengikuti saja apa yang disebutkan tentangnya, tanpa tafsir dan ta'wil. Sedangkan mazhab khalaf, mereka menta'wilnya dengan sesuatu yang tidak menodai kesucian Allah, seperti menyamakanNya dengan makhluk.
Berikut ini penjelasannya dari berbagai sudut:
Pertama, kedua kelompok ini sepakat dalam hal menyucikan Allah dari penyamaan dengan makhluk-Nya. Kedua, semua sepakat bahwa maksud dari kata-kata dalam teks Al-Qur'an maupun hadits Nabi tentang hak-hak Allah bukanlah apa yang tersurat di lahirnya, sebagaimana jika dinisbatkan kepada makhluk. Hal ini berpengaruh kepada sikap sepakat mereka untuk menafikan tasybih. Ketiga, semua pihak mengetahui bahwa lafal itu diletakkan untuk mengungkapkan sesuatu yang membersit dalam benak dari hal-hal yang berhubungan dengan pemilik bahasa.
Perbedaan di antara keduanya hanya bahwa khalaf menambahkan pembatasan makna yang dikandung dengan tetap menjaga kesucian Allah dengan maksud menjaga aqidah orang awam dari keterjerumusan dalam tasybih. Perbedaan semacam ini sebenarnya tidak sampai melahirkan guncangan.
Ringkasnya, ulama khalaf dan salaf telah sepakat bahwa kandungan maksud itu bukan lahirnya lafal sebagaimana yang dikenal untuk disandarkan kepada makhluk. Ia adalah ta'wil secara global. Mereka juga sepakat bahwa semua bentuk ta'wil, jika bertentangan dengan ushul syari'ah itu tidak boleh. Perbedaan hanya terbatas pada perbedaan lafal yang masih dibenarkan oleh syara’. Persoalan penting yang semestinya harus ditegakkan oleh kaum muslimin sekarang adalah tauhidush shufuf (penyatuan barisan) dan jam'ul kalimah (menghimpun kata) sedapat yang bisa kita lakukan.

***

Ya Allah…
Berkahilah ilmu yang Kau beri, tanamkanlah pemahaman yang benar kepada kami terhadap agama ini… Dan izinkan kami mempersembahkan ilmu yang Kau beri untuk dedikasi tertinggi pada peradaban teragung dan termulia ini, Islam yang kami cintai…
Lingkaran Cahaya, Juli 2010
=Habibah Habibillah=

Tiada ulasan:

Catat Ulasan