Maulana Syaikh Muhammad Hisham Kabbani dalam Encyclopedia of Islamic Doctrine volume 2
Sakhawi berkata,
“Abd Allah bin Amr bin al-As berkata bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda, ‘Bila kamu mendengar suara muadzdzin, ulangilah kata-kata yang diucapkannya, lalu bershalawatlah untukku. Siapa yang bershalawat untukku sekali, Allah akan memberi berkah kepadanya 10 kali. Lalu mintalah agar Allah memberi wasila kepadaku. Itu adalah suatu maqam di Surga yang hanya akan diberikan kepada seorang hamba Allah , dan Aku sangat mengharapkan bahwa Akulah yang menjadi hamba Allah itu. Siapa pun yang memohon agar Allah memberikan wasila kepadaku, maka Aku akan memberikan perantaraanku kepadanya.” (Sakhawi, al-Qawl al-badi (hal.179), bab tentang Shalawat setelah adzan. Dia melanjutkan, “Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dan yang Empat (Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasai) kecuali Ibnu Majah, dan juga oleh Bayhaqi, Ibnu Zanjawayh, dan yang lainnya.”)
Di bagian lain telah dijelaskan secara terperinci bahwa tidak ada hal yang lebih penting daripada banyak melakukan shalawat untuk Rasulullah . Bukti-bukti lain mengenai topik ini disebutkan di sini hanya sebagai pengingat.
Abu Hurayra meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Debu adalah untuk muka orang yang telah kusebutkan sebelumnya, dan dia tidak memohon berkah untukku (shalawat).” (hadits lisan yang diriwayatkan oleh Tirmidzi (hasan gharib) dan al-Hakim)
Abu Hurayra juga menyatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Jika orang-orang berkumpul dalam suatu majelis di mana mereka tidak mengingat Allah dan tidak bershalawat untuk Rasulullah , maka itu akan menjadi penyebab kesedihannya di Hari Pembalasan.” (diriwayatkan oleh Tirmidzi yang menilainya hasan)
Penulis kitab Fath al-allam berkata,
“Hadits ini membuktikan bahwa seseorang mempunyai kewajiban untuk mengingat Allah dan memohon berkah untuk Rasulullah ketika duduk dalam suatu majelis, di mana kata-kata, “penyebab untuk kesedihannya” adalah untuk menunjukkan api neraka atau bentuk siksaan lain yang merupakan hukuman karena melalaikan kewajibannya, atau melakukan hal-hal yang terlarang. Di sini baik dzikir maupun shalawat, keduanya jelas diwajibkan.”
Ibnu Rajab al-Hanbali berkata dalam bukunya mengenai cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasulullah ,
“Cinta kepada Rasulullah ada 2 tingkat, yang pertama adalah suatu kewajiban. Ini adalah cinta yang mengharuskan seseorang menerima semua yang dibawa oleh Rasulullah dari Allah dengan perasaan cinta, senang, sopan, dan pasrah, tanpa perlu mencari bimbingan dari sumber yang lain, apa pun bentuknya… Tingkat kedua adalah cinta yang superior. Jenis cinta ini mengharuskan orang untuk mengikuti suri teladan beliau dengan jalan yang sempurna dan mengikuti sunnahnya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk sikap, tingkah laku, amal, ibadah-ibadah sunnah, makan, minum, berpakaian, bergaul dengan istri-istrinya dengan cara yang baik dan aspek-apek kehidupan lain yang sempurna dan murni. Cinta ini juga termasuk mempelajari kehidupan beliau, hatinya bergetar ketika menyebutkan namanya, sering mengucapkan shalawat untuknya, menghargai dan menghormatinya. Termasuk cinta untuk mendengar kata-katanya dan lebih menyukainya dibanding kata-kata dari seluruh ciptaan-Nya yang lain. Dan salah satu aspek terbesar dari cinta ini adalah untuk mengikutinya dalam ketidakhadirannya di dunia ini, hidup dengan sederhana dan lebih menginginkan dan mengharapkan kehidupan di Hari Kemudian.” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Istinsyaq nasim al-uns min nafahat riyat al-quds)
Berikut ini sekali lagi akan diuraikan manfaat utama yang diperoleh dengan melakukan shalawat sebagaimana yang dikompilasi oleh hafiz al-Sakhawi dalam buku do’anya mengenai topik ini.
Ganjaran bagi orang yang mengucapkan shalawat untuk Rasulullah adalah sebagai berikut:
• Shalawat (berkah) Allah malaikat dan Rasulullah diberikan kepadanya,
• Segala kesalahannya dihapuskan,
• Pekerjaannya disucikan,
• Derajatnya ditinggikan,
• Dosa-dosanya diampuni,
• Shalawatnya sendiri menjadi permohonan ampun baginya,
• Diberikan pahala yang sangat melimpah seperti gunung Uhud,
• Jika dia mencurahkan seluruh shalatnya untuk memohon berkah bagi Rasulullah maka ini akan menjadi kebahagiaan dunia dan akhiratnya,
• Kesalahannya akan dihapuskan lebih banyak daripada yang didapat dari membebaskan seorang budak,
• Penderitaannya akan dihilangkan,
• Bisa menyaksikan Rasulullah sendiri,
• Jaminan atas perantaraan Rasulullah kepadanya,
• Ridha Allah , Rahmat, dan keamanan dari kemurkaan-Nya,
• Izin untuk memasuki bayangan Singgasana untuknya,
• Timbangan amal yang lebih berat,
• Izin untuk minum air dari kolam Rasulullah ,
• Aman dari dahaga dan lepas dari api neraka,
• Kemampuan untuk menyebrangi sirath (jembatan) dengan mudah
• Bisa melihat tempat duduknya sendiri di surga sebelum dia meninggal,
• Mendapatkan bidadari yang banyak di surga,
• Shalatnya lebih berharga dibandingkan dengan 20 penaklukan militer,
• Setara dengan memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan,
• Akan menjadi zakat dan pemurnian baginya,
• Kesejahteraannya akan meningkat karena berkahnya,
• Lebih dari seratus kebutuhannya akan dipenuhi,
• Menata ibadahnya,
• Amal yang paling dicintai Allah ,
• Memperindah suatu pertemuan,
• Membatalkan kemiskinan dan kebutuhan material yang terpaksa,
• Membiarkan dia mengharapkan dan menemukan kebaikan di mana saja,
• Menjadikannya orang yang paling pantas mendapat kebaikan,
• Dia mendapat manfaat dari shalawatnya begitu pula dengan anak-anaknya dan orang-orang yang dituju agar pahalanya diberikan kepada mereka,
• Membuatnya dekat dengan Allah dan Rasulnya,
• Shalawat adalah cahaya yang bisa membantu mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya,
• Membersihkan hatinya dari kemunafikan dan karatan,
• Memerintahkan cinta orang-orang dan bertemu Rasulullah dalam mimpinya,
• Menghindari fitnah (ghiba) terhadap dirinya.
Singkatnya, shalawat adalah perbuatan yang paling diberkahi, berharga dan bermanfaat, baik dalam agama maupun dalam kehidupan duniawi. Shalawat memberikan pahala yang diinginkan bagi orang-orang yang mengerti dan ingin mendapatkan amal yang menjadi penyusun pundi amal mereka dan memanen harapan yang paling bersinar. Mereka melakukannya dengan memfokuskan diri pada perbuatan yang menghasilkan berbagai penghargaan yang luar biasa, bermutu tinggi, dan mencakup segala manfaat yang tidak ditemukan secara bersama-sama. Mereka tidak mengkarakterisasi perbuatan atau ucapan manusia yang lain melainkan ucapan, sallaahu alayhi wa sallama tasliman katsiran—semoga Allah memberkatinya dan menyambutnya secara melimpah. (Al-Sakhawi, al-Qawl al-badi fi al-salat ala al-habib al-syafi, Ceramah yang bersinar mengenai permohonan berkah kepada perantara tercinta).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan