Khamis, Januari 30

7Tipu daya.




Tipu daya syaitan terhadap manusia supaya meninggalkan ibadat kepada Allah ada tujuh perkara :

Pertama, syaitan melarang manusia taat kepada Allah. Sedangkan golongan yang dipelihara oleh Allah akan menolak ajakannya dan mengatakan : “Aku mengharapkan pahala dari Allah. Untuk itu, aku harus mempunyai bekalan di dunia ini demi akhirat yang kekal.”
Kedua, syaitan sentiasa memujuk manusia agar tidak mentaati Allah. Dia menghasut manusia dengan mengatakan : “Nanti sahajalah, kalau sudah tua nanti barulah, masa masih panjang dan kita masih muda atau sebagainya lagi.” Golongan yang terpelihara akan menolaknya dengan mengatakan : “Kematianku bukan berada di tanganmu. Jika aku menundakan amalanku hari ini untuk esok, sehingga amal hari esok perlu aku kerjakan. Sedangkan setiap hari aku mempunyai amal yang berlainan.”

Ketiga, syaitan sentiasa mendorong manusia untuk bersegera dalam melakukan amalan kebaikan. Kata syaitan : “Cepatlah beramal agar engkau dapat mengejar dan mengerjakan amalan-amalan lain.” Golongan yang selamat akan menolaknya dengan mengatakan : Amal yang sedikit tetapi sempurna lebih baik daripada amalan yang banyak tetapi tidak sempurna.”

Kemudian, syaitan akan menyuruh manusia untuk menjalankan amalan yang baik secara sempurna agar tidak dicela oleh orang lain. Mereka yang dipelihara oleh Allah akan mengatakan : “Bagi saya, penilaian cukup hanya dari Allah taala dan tidak ada manfaatnya beramal kerana manusia (orang lain).

Setelah itu, syaitan membisikkan pujian kepada orang yang beramal : “Betapa tinggi darjatmu kerana dapat beramal soleh dan betapa cerdik dan sempurnanya dirimu.” Mendengar pujian ini, orang yang baik akan mengatakan bahawa :“Semua keagungan dan kesempurnaan itu hanyalah kepunyaan Allah dan bukan kekuatan atau kekuasaanku. Allah yang melimpahkan taufik kepadaku untuk beramal sehingga Dia meredhai dan memberikan pahala besar. Sekiranya tanpa kurniaanNya, apalah erti amalanku ini, jika dibandingkan dengan nikmat Allah yang telah diberikan kepadaku, di samping dosaku yang bertimbun pula.”

Dengan gagalnya jalan kelima, syaitan akan menerapkan cara yang keenam. Cara ini lebih berat jika dibandingkan dengan cara-cara yang terdahulu dan manusia tidak akan menyedarinya kecuali mereka yang yang cerdik dan berfikir. Syaitan berbisik dalam hati manusia : “Bersungguh-sungguhlah engkau beramal dengan sir (bisikan), jangan sampai diketahui oleh orang lain kerana Allah jualah yang akan memberitahu orang lain bahawa engkau adalah seorang hamba Allah yang ikhlas.” Begitulah syaitan mencampur-baurkan amalan seseorang dengan penipuannya yang sangat tersembunyi. Dengan ucapannya itu syaitan bermaksud untuk memasukkan sedikit perasaan riak. Orang-orang yang dipelihara Allah akan menolak ajakannya dengan mengatakan: “Hai malaun (yang dilaknat), engkau tidak henti-henti menggodaku dan merosakkan amalanku dengan pelbagai cara. Dan kini, kau berpura-pura seolah-olah akan memperbaiki amalanku, padahal engkau bermaksud merosakkannya. Aku adalah hamba Allah dan Allah yang menjadikanku. Jika berkehendak, Allah akan menjadikan aku mulia atau hina. Semuanya itu adalah urusan Allah. Aku tidak khuatir, amalanku diperlihatkan atau tidak kepada orang lain, sebab itu bukan urusan manusia.”

Gagal dengan cara itu, syaitan akan meneruskan godaannya dengan cara lain lagi. Dia mengatakan: “Hai manusia, janganlah engkau menyusahkan diri sendiri dengan beramal ibadat kerana jika Allah telah menetapkan kamu sebagai orang yang berbahagia pada hari azali kelak, maka meninggalkan ibadat pun tidak akan memberikan sebarang mudharat. Engkau tetap menjadi orang yang berbahagia dan sebaliknya jika Allah menetapkan kamu sebagai seorang yang celaka, maka tidak ada gunanya engkau beribadat kerana engkau tetap akan celaka.” Orang-orang yang dipelihara oleh Allah sudah pasti akan menolak godaan itu dengan mengatakan:

“Aku hanyalah hamba Allah. Wajib bagiku menuruti perintahNya. Allah Maha Mengetahui, menetapkan sesuatu dan berbuat apa sahaja sesuai dengan kehendakNya. Walau bagaimanapun keadaanku, amalanku tetap bermanfaat. Jika aku ditetapkan sebagai orang yang berbahagia, aku akan tetap beribadat untuk memperbanyakkan pahala. Sebaliknya, jika aku ditetapkan sebagai orang yang celaka, aku akan tetap meneruskan perbuatan ibadat agar tidak menjadi sebuah penyesalan bagiku. Sekiranya aku masuk neraka, padahal aku taat, itu adalah lebih aku sukai daripada aku masuk neraka kerana melakukan maksiat. Tetapi tidak akan demikian akibatnya kerana janji Allah pasti terbukti dan firmanNya pasti benar.”

Allah telah menjanjikan pahala kepada sesiapa sahaja yang taat kepadaNya. Barangsiapa mati dalam keadaan beriman dan taat kepada Allah, dia tidak akan dimasukkan ke dalam neraka, melainkan syurgalah tempatnya. Jadi, masuknya seseorang ke dalam syurga bukan kerana kekuatan amalan yang telah didirikan, tetapi kerana janji Allah yang suci murni dan pasti!!

Kelak, orang-orang yang berbahagia dan beruntung akan mengatakan:

“Segala puji bagi Allah yang membuktikan janjiNya dengan syurga.”

Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada kita. Sesungguhnya dalam mentaati Allah, terlalu banyak godaan dan tipu daya syaitan yang perlu kita lalui. Bandingkan segala permasalahan dan perbuatan kepada keadaan tersebut dan pohonlah perlindungan Allah Ta’ala agar terlindung dan terpelihara dari kejahatan syaitan. Sesungguhnya segala sesuatu itu berada di bawah kekuasaan Allah dan kepadaNyalah kita mengharapkan taufik dan keredhaan.

“Tiada daya untuk meninggalkan maksiat dan tidak ada kekuatan untuk mengerjakan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.”

(Dipetik dari Kitab Minhajul Abidin karangan Imam Ghazali)

Isnin, Disember 16

Berlari Menuju Allah Azza wa-Jalla

Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany
3 Ramadhan, tahun 546 H. di Madrasahnya

Wahai kaumku, larilah kalian menuju Allah Azza wa-Jalla, larilah dari makhluk, dunia, dan segala selain Dia, secara total jadikan hatimu bagiNya. Tidakkah kalian dengar firman Allah Azza wa-Jalla:
“Ingatlah, segala perkara kembali kepada Allah.” (Asy-Syuro 53)
Anak-anak sekalian, janganlah anda memandang makhluk dengan mata keabadian, tapi pandanglah dengan mata kefanaan. Janganlah anda memandang mereka dengan pandangan derita dan manfaat.  Lihatlah mereka dengan pandangan lemah dan hina. Satukan hatimu pada Allah Azza wa-Jalla dan berserahlah padaNya.
Janganlah anda mengigau terhadap sesuatu yang kosong. Dunia dan segala yang muncul di dalamnya adalah kosong. Makhluk dengan segala masalahnya adalah kosong. Hati orang beriman kosong dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla, apalagi bila ia tidak terlibat dalam aktivitas dunia. Bila aktivitas dunia dan keluarganya muncul, ia menolong mereka dan memberikan konsumsi menurut kadar keperluannya, maka hatinya dalam segala situasi dan kondisi tetap kosong dari segalanya selain Allah Azza wa-Jalla.
Ia sama sekali tak terpengaruh oleh apa pun. Tidak pula menuntut perubahan dan pergantian. Karena ia tahu apa yang sudah ditentukan oleh Allah Azza wa-Jalla, tak akan berubah. Bagian baginya sudah selesai, tidak lebih juga tidak kurang, tidak pula minta lebih dan minta kurang, tidak pula minta disegerakan bagiannya atau ditunda bagiannya, tidak pula ingin cepat-cepat datangnya. Sebab  ia tahu bahwa waktu sudah ditentukan. Ia dan hamba sepadannya adalah orang-orang yang sehat akalnya.
Sedangkan mereka yang mencari tambah dan minta dikurang, minta dipercepat maupun minta ditunda adalah orang-orang gila. Padahal siapa yang ridho terhadap yang datang dari Allah Azza wa-Jalla, ia mendapatkan pertolongan dalam segala perilaku, stiuasi maupun kondisi, senantiasa ia dicintaiNya dan dikenalNya, lalu sepanjang sisa usianya Allah Azza wa-Jalla menyertainya, dalam menempuh hasrat untuk berserasi denganNya, lalu Dia memberikan pertolongan dan mendekatkan padaNya, dan Dia berfirman: “Akulah Tuhanmu.” (Qs. Thoha 12) di saat ia bimbang dan terputus, sebagaimana firmanNya pada Nabi Musa as, “Akulah Tuhanmu.”
Allah Azza wa-Jalla berfirman kepada Nabi Musa as, secara dzahir, dan berfirman kepada sang arif ini melalui qalbunya secara batin yang bisa didengar sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang, serta bentuk kemuliaan  bagi NabiNya as.
Mu’jizat para Nabi as, itu nyata secara dzahir, sedangkan karomah para wali itu tersembunyi dalam batin. Merekalah pewaris para Nabi yang terus menerus menegakkan agama Allah Azza wa-Jalla, menjaganya dari syetan manusia dan jin.
Betapa bodohnya kamu terhadap Allah Azza wa-Jalla, lewat para RasulNya anda pun masih tidak mengerti. Hati orang munafik, para Sufi tidak seperti itu. Anda membaca Al-Qur’an tapi tidak mengerti. Apa yang anda baca, amalkan, apa yang anda mengerti amalkan. Jangan sampai di dunia ini anda tanpa akhirat. Apalagi setelah itu anda kontra dengan mereka.
Pakailah akal sehat, beradablah, bertobatlah dan bertanamlah. Anda saat ini tidak punya apa-apa di sisi Allah Azza wa-Jalla, begitu pula di hadapan para RasulNya dan para WaliNya, di hadapan ilmu anda sendiri  dan di hadapan makhlukNya.
Disiplinlah dalam bertaubat, diam, tafakkur tentang kematianmu dan situasimu dalam kubur, sampai anda benar-benar mengenal pengetahuan. Amalkan ilmu itu bersama Allah Azza wa-Jalla hingga cahayaNya menerangimu dunia dan akhirat. Terimalah apa yang kukatakan dan seriuslah menjalaninya. Tinggalkan bergantung pada hal-hal yang sudah ditentukan, karena bisa membuatmu bingung. Tinggalkan argumen para pemalas.
Kita tak berdaya dengan ketentuan yang sudah ada. Namun kita tidak lebih dari sekadarnya, berusaha dan beramal, kita tidak mengatakan, Dia berkata dan kami mengatakan, kenapa dan bagaimana. Sungguh kita tidak memasuki pengetahuan Allah Azza wa-Jalla, kita berusaha dan Allah bertindak terhadap apa yang dikehendakiNya. Allah Azza wa-Jalla berfirman:
“Dia tidak ditanya atas apa yang dilakukan, (namun) merekalah yang ditanya (apa yang mereka lakukan)” (Al-Ambiya’ 23)
Bila perkaramu sudah tuntas, dan Allah Azza wa-Jalla mendekatkan hatimu padaNya, zuhudmu di dunia ini dan kecintaanmu pada akhirat benar, maka anda akan menemukan  namamu akan tertulis di pintu kedekatanmu pada Tuhanmu Azza wa-Jalla, bahwa si Fulan bin Fulan adalah tergolong hamba Allah yang dimerdekakan. Itu tidak akan berubah, berkurang dan bertambah, hingga syukurmu semakin tambah pada Tuhanmu Azza wa-Jalla, bertambah tindakanmu untuk kebajikan dan kepatuhan di hadapanNya, dan pada saat yang sama anda tidak meninggalkan rasa takut dari hatimu dan tidak pula melemahkan KuasaNya, dan bacalah firmanNya Azza wa-Jalla:
"Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan. Dan di sisiNya adalah Ummul Kitab” (Q.s. Ar-Ra’d: 39) dan  “Dia tidak ditanya atas apa yang dikakukan (namun) merekalah yang ditanya (apa yang mereka lakukan )” (Al-Ambiya’: 23)
Janganlah anda terpaku pada yang termaktub, karena Sang Maha Kuasa bisa menghapusnya, Dia juga Kuasa merusaknya. Jadilah orang terus taat, takut, malu, waspada, sampai mati, dan anda tergolong orang yang selamat dari dunia menuju akhirat. Maka disinilah anda aman dari perubahan dan pergantian hai orang yang dipenuhi oleh kebodohan, kemunjafikan, dan ambisi duniawi.
Hai pemakan barang haram bagaimana anda ingin meraih cahaya qalbu dan kebeningan rahasia qalbu, bicara dengan penuh hikmah? Kaum sufi itu berbicara karena harus bicara, tidurnya karena ketiduran, makannya seperti makannya orang sakit, hingga maut menjemputnya. Mereka ini menyerupai malaikat, seperti yang difirmankan oleh Allah Azza wa-Jalla:
“Mereka tidak pernah maksiat kepada Allah atas apa yang diperintahkan pada mereka, dan mereka menjalankan apa yang diperintahkan itu.“ (Qs. At-Tahrim 6).
(bersambung)

Allah mencintaimu, bukan untuk DiriNya

Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany  3 Ramadhan,tahun 545 H. di Madrasahnya [Bagian 2 – Habis]
MEREKA menyerupai para malaikat, dan para malaikat itu adalah ulama-ulama mereka, melayani mereka dalam menjalankan tugas-tugas dunia akhirat.
Wahai kaumku, bila ucapanku tidak sampai merubah perilakumu, maka dengarkanlah dengan penuh pembenaran dan keimanan dalam hatimu dan batinmu, maka perilaku lahiriyahmu dan batinmu akan terhembusi olehnya, dan duri dalam nafsumu akan hancur karenanya, neraka syahwatmu akan padam karenanya. Kesenangan terburukmu adalah rangsangan duniawimu, dan matamu yang terpejam dari kefakiran, lalu semua itu menghancurkanmu.
Seorang Sufi mengatakan — semoga rahmat Allah Ta’ala melimpah padanya —, “Hakikat taqwa manakala apa yang ada dihatimu engkau kumpulkan, lalu engkau biarkan di tempat terbuka, dan anda membawanya keliling pasar, maka anda pun tidak sama sekali malu dengan kondisi hatimu itu.”
Hai orang bodoh, bagaimana cukup taqwa anda, bahkan ketika dikatakan pada diri anda, “Hai takwalah…!”, malah anda marah. Ketika dikatakan pada anda bahwa anda benar, maka anda baru mendengarkan dan anda merasa lebih mulia. Namun jika dikatakan anda salah, anda berkeras kepala kepadanya, anda memaksa orang itu menghilangkan marah anda.
Amirul  Mu’minin Umar bin Khaththab ra, “Orang yang bertaqwa kepada Allah Swt tidak akan hilang marahnya.” Allah Swt, berfirman dalam hadits Qudsi, “Aku mencintai kalian ketika kalian taat kepadaKu, maka ketika kalian maksiat kepadaKu, Aku marah pada kalian.”
Allah Azza wa-Jalla mencintai kalian, bukan karena butuh kalian, tetapi karena kasih sayangNya pada kalian. Dia mencintai kalian, bukan untuk DiriNya. Dia mencintai ketaatanmu padaNya, karena manfaatnya kembali padamu sendiri. Anda harus aktif dan menghadap Dzat Yang mencintaimu, demi untukmu, dan berpaling dari orang yang mencintaimu demi kepentingan orang itu.
Orang beriman itu lupa segalanya dan mengingat Tuhannya Azza wa-Jalla, sehingga berhasillah taqarrub kepadaNya, dan hidup denganNya, besertaNya, lalu tawakkalnya benar.
Cukuplah di dunia dan akhirat bila tawakkalnya orang beriman, tauhidnya benar, Allah Azza wa-Jalla memberikan amal kepadanya sebagaimana dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim as, memberinya makna dan hakikatnya, bukan panggilan namanya. Allah memberikan makanan dan memberinya minuman dan menempatkan di bilik RumahNya, bukan berarti Allah Azza wa-Jalla memberinya pada wujud tempatnya.
Bila dalam posisi ini, benarlah mengaitkan dengan Nabi Ibrahim as, dari segi maknawinya, bukan dari segi rupa bentuk.
Apa anda tidak malu, ketika anda berhasrat demikian, namun anda mengabdi kegelapan dan memakan makanan haram. Sampai kapan anda makan seperti itu, dan mengabdi pada penguasa? Padahal dalam waktu dekat mereka lengser. Karena itu hendaknya anda mengabdi kepada Allah Azza wa-Jalla yang tidak pernah lengser. Gunakan akal sehatmu, terimalah kehidupan duniamu yang sedikit, hingga anda meraih akhirat lebih banyak.
Raihlah bagianmu dari zuhudmu, hingga upayamu justru menuju di hadapan pintu Tuhanmu Azza wa-Jalla, ada di genggaman KuasaNya, bersamaNya, bukan bersama dunia, bukan bersama tangan-tangan dunia, bukan pula berada di tangan-tangan penguasanya melalui pergaulan naluri nafsu, syetan dan publik.
Bila anda berusaha untuk kehidupan dunia, sedangkan hati anda bersama Tuhan Azza wa-Jalla, maka para malaikat dan ruh-ruh para Nabi ada di sekitar anda. Sungguh jauh berbeda orang yang menyerah pada dunia dan orang yang menyerah kepada Allah Azza wa-Jalla.
Orang sufi yang  berakal sehat mengatakan, “Kami tidak makan bagian dunia kami, baik di jalan mauipun di rumah kami. Kami tidak makan kecuali di sisiNya.”
Orang-orang zuhud makan di syurga. Orang arif makan disisiNya, sedang mereka ada di dunia. Para pecintaNya tidak makan di dunia maupun di akhirat. Makan dan minum mereka adalah kemesraan, kedekatannya pada Tuhan mereka, memdang Allah Azza wa-Jalla, Tuhannya dunia maupun Tuhannya akhirat.
Orang yang benar dalam cintanya, menjual dunia dengan akhirat, lalu menjual akhirat dengan hanya demi WajahNya dan hasrat kepadaNya bukan lainNya. Dan ketika jual beli sempurna, kemuliaan menjadi dominan, maka dunia dan akhirat dikembalikan padanya sebagai anugerah, dan perintah untuk meraih keduanya, lalu mereka meraihnya hanya semata memenuhi perintahNya, baik dengan kenyang maupun lapar, tetapi tidak butuh pada keduanya. Mereka ini meraih itu semua sebagai bentuk keselarasan dengan takdir, beradab yang bagus dengan takdir, dan mereka menerima dan meraih, serta menyebutkan:

“Dan sesungguhnya kamu niscaya tahu apa yang Kami kehendaki.” (Huud: 79)

Maksudnya, “kamu tahu, bahwa kami telah ridho padaMu bukan selain Engkau, kami pun ridho dengan lapar, dahaga, compang camping, hina dan dina. Dan agar kami bersimpuh di pintuMu.”
Mereka menegaskan jiwa mereka untuk tenteram padaNya. Allah Azza wa-Jalla memandang mereka dengan pandangan penuh kasih saying, lalu Allah Azza wa-Jalla memuliakan mereka setelah hinhanya, mengkayakan mereka setelah miskinnya, dan menyiapkan taqarrub mereka dunia hingga akhirat.
Orang beriman itu zuhud di dunia, lalu zuhudnya membersihkan kotoran batinnya, lalu ia datangi akhirat, dan hatinya tinggal di sana, lalu yang lain pun dihilangkan dari hatinya, karena yang lain (selain Allah Azza wa-Jalla) itu hijab di hadapanNya Azza wa-Jalla.
Disitulah ia tinggalkan aktivitas dengan makhluk secara total, menjalankan perintah syara’ dan menjaga aturannya ketika bergaul dengan sesama, hingga terbuka matahatinya, lalu melihat cacat-cacat dirinya dan makhluk. Kemudian tidak ada tempat hunian kecuali pada Tuhannya Azza wa-Jalla, tidak pula mendengar dari lainNya, tidak berakal sehat kecuali dariNya, tidak merasa tenteram kecuali pada selain janjiNya, tidak takut selain ancamanNya. Ia tinggalkan aktivitas lain, dan lebih aktif padaNya.
Jika ia telah memenuhinya, maka ia berada dalam “Segala yang tak terbayang mata, takrdengar telinga dan tak pernah terlintas di hati manusia.”
Anak-anak sekalian, aktiflah dengan dirimu, maka akan berguna bagimu baru berguna pada yang lain. Jangan sampai anda masuk pada suatu hal, bersama dirimu hawa nafsumu, karena Allah Azza wa-Jalla apabila berkehendak padamu, Dia menyiapkanmu untukNya. Apabila Dia menghendakimu untuk memberikan manfaat pada sesame, Allah mengembalikanmu pada mereka, dan Dia memberimu keteguhan dan kekuatan bagi mereka, kekuatan untuk menghadapi mereka dengan keleluasaan hatimu untuk sesame, dan luasnya dadamu bagi mereka. Allah Azza wa-Jalla juga memberikan hikmah dalam batin dan rahasia batinmu, sehingga yang ada adalah Dia, bukan anda. Dengarkan firmanNya:
“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah di muka bumi. (Shaad: 26)

“Sesungguhnya Kami jadikan dirimu sebagai khalifah.”

Tapi kamu mengklaim apa yang engkau katakan itu dari dirimu. Kaum sufi tidak punya kehendak, tidak punya pilihan, semata mereka hanya menjalankan perintahNya Azza wa-Jalla, tindakanNya, kehendakNya dan aturanNya.
Hai orang yang terlempar dari Jalan yang Lurus. Janganlah anda berargumentasi dengan sesuatu, karena anda sama sekali tidak memiliki argumen di hadapanmu sendiri. Halal itu jelas, dan haram juga jelas. Apa yang membuatmu menghindar dari Allah Azza wa-Jalla, betapa kecilnya rasa takutmu padaNya, betapa banyak anggapan rendahmu dalam memandangNya. Nabi Saw, bersabda: “Takutlah pada Allah Azza wa-Jalla seakan engkau melihatNya, bila engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Allah Azza wa-Jalla melihatmu.” (Hr. Bukhari).

Orang yang sadar adalah orang senantiasa memandang Allah Azza wa-Jalla melalui hatinya, lalu mengumpulkan yang bercerai berai dalam kesatupaduan, hingga hijab runtuh satu persatu antara dirinya dengan Allah Azza wa-Jalla, bangunan-bangunan ambruk dan yang ada hanya maknawinya, hubungan-hubungan terputus, dan milik menjadi terlepas, tidak ada yang tersisa melainkan hanyalah Allah Azza wa-Jalla, mereka tak bisa bicara, tak bisa gerak, tak ada kesenangan pada sesuatu, hingga benar apa yang dilakukannya. Jika telah benar, sempurnalah kewajibannya. Pertama-tama mereka keluar dari perbudakan dunia, lalu keluar dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla secara total, dan mereka senantiasa dalam amaliyah jiwanya dengan Allah Swt, juga menangani berbagai masalah di rumahnya.
“Dia melihat bagaimana mereka bekerja (beramal).” (Al-A’raaf: 129)

Rahasia batin adalah raja, dan qalbu adalah menteri, nafsu dan lisan sertaanggota badan adalah aparat birokrasinya. Rahasia batin (sir) minum dari lautan Ilahi Azza wa-Jalla. Qalbu minum dari sir. Nafsu yang tenteram minum dari qalbu. Lisan minum dari nafsu yang tenteram. Seluruh badan minum dari lisan. Jika ucapannya benar, hatinya benar. Jika lisannya buruk maka hatinya buruk. Lisanmu butuh kendali taqwa dan taubat dari ucapan yang kotor dan munafik.
Bila lisan bisa langgeng demikian, maka kefasihan lisan akan menjadi kefasihan qalbu. Apabila kefasihan qalbu langgeng akan memancarkan cahaya menuju lisan dan anggota badan. Maka ucapannya adalah ucapan taqarrub, dan bila itu terjadi dalam kedekatan padaNya, ia justru tidak punya ucapan, tidak punya doa dan dzikir. Doa, dzikir dan ucapan menjauh. Dalam kedekatan padaNya hanya diam, tercekam, dan menerima dengan memandang dan menikmati bersamaNya.
Ya Allah jadikan kami termasuk orang yang memandangMu di dunia dengan mata hatinya dan di akhirat dengan mata kepalanya.
Ya Tuhan kami berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat dan lindungi kami dari azab neraka.

    Kecintaan Sang Wali

    Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany, 17 Ramadhan, tahun 545 H. di Madrasahnya
    Ada keharusan ujian dan cobaan, terutama bagi mereka yang mengklaim dan mengaku-aku. Tanpa adanya cobaan dan ujian, banyak orang mengaku jadi wali. Oleh sebab itu, salah satu Sufi mengatakan, “Ujian diberikan dalam kewalian, agar tidak diaku-aku (kewalian itu)”.
    DIANTARA tanda kewalian adalah kesabarannya menghadapi derita dari makhluk, dan memaafkan mereka. Para wali itu bahkan membutakan diri dari apa yang dipandang publik, dan menulikan diri dari apa yang terdengar dari hiruk pikuk mereka. Mereka telah menyerahkan harga dirinya pada publik.
    Rasulullah Saw, bersabda: “Cintamu pada sesuatu telah membutakan dan menulikanmu”.
    Para wali itu mencintai Allah Azza wa-Jalla, lalu mereka buta dan tuli dari selainNya.  Mereka berjumpa dengan orang lain melalui ucapan yang bagus, kasih sayang dan peduli. Namun kadang mereka marah karena kecemburuan Allah Azza wa-Jalla pada mereka, kemarahan sebagai manifestasi keserasian dengan kemarahanNya.
    Mereka adalah para dokter, bahwa setiap penyakit itu ada obatnya. Seorang dokter tidak mengobati setiap pasien dengan satu obat. Mereka ini mengobati menurut penyakit hati masing-masing dan kondisi batin mereka di hadapan Al-Haq Azza wa-Jalla, seperti Ashabul Kahfi, dimana Jibril as, membalik situasi hati mereka. Dan para  kekasih pun merupakan tangan Kuasa, Rahmat dan Kasih Sayang.
    Tangan cinta telah membalik hati mereka dan mentransformasi dari kondisi batin ruhani menuju kondisi ruhani yang lain. Dunia mereka, justru mereka bagi untuk orang yang butuh dunia, akhirat mereka diberikan kepada yang butuh akhirat, karena mereka hanya  bagi Allah Azza wa-Jalla. Mereka tidak sama semakin pelit jika dunianya diminta, bahkan kalau pahala akhiratnya diminta pun diberikan semuanya. Mereka berikan dunianya bagi para fakir miskin, dan pahala akhiratnya diberikan pada mereka yang menginginkan akhirat. Yang berupa makhluk diberikan pada makhluk pula, dan Sang Khaliq hanya bagi diri mereka. Mereka serahkan semua yang kulit, karena selain Allah Azza wa-Jalla hanyalah kulit belaka. MencariNya dan dekat padaNya, itulah isi.
    Sebagian mereka –semoga rahmat Allah Azza wa-Jalla melimpah pada mereka– mengatakan, “Tak ada yang tersenyum dalam menghadapi orang fasik, kecuali orang yang ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla.” Memang dia memerintah dan melarangnya dan menanggung beban deritanya, dan tak ada yang mampu kecuali orang yang Arif Billah Azza wa-Jalla.
    Sedangkan ahli zuhud dan ahli ibadah serta para penempuh tidak akan mampu. Bagaimana para arifun tidak menyayangi ahli maksiat? Sedangkan mereka inilah tempatnya rahmat, tempatnya taubat dan pengakuan dosa. Orang arif itu diciptakan Allah Azza wa-Jalla dari Akhlaq Allah Azza wa-Jalla, ia akan berusaha keras dalam membersihkan dosa ahli maksiat dari kekuasaan syetan dan hawa nafsu.
    Bila salah satu kalian anaknya ada yang ditahan oleh orang kafir, bukankah kalian berusaha keras membebaskannya? Begitu pula sang arif.  Semua manusia seperti anak sendiri. Ia menasehati makhluk  dengan ucapan hikmah, lalu mengasihi mereka, karena pengetahuan mereka, sehingga mereka melihat tindakan-tindakan Allah Azza wa-Jalla pada makhluk-makhluk itu, dengan memandang adanya ketentuan dan takdir yang keluar dariNya dari pintu hukum dan pengetahuan. Namun ia merahasiakannya, lalu ia menasehati manusia dengan hokum yang merupakan perintah dan larangan, namun tidak menasehati dengan pengetahuan rahasianya.
    Allah Azza wa-Jalla mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, memperingatkan, memotivasi semata karena membangun argumentasi terhadap makhluk dan mengajari mereka. Janganlah anda menentangnya, karena didalamnya ada pemberhentian.  Di dalamnya ada ketetapan ilmu, yang butuh ketetapan aturan yang berintegrasi dengan dirimu dan yang lain. Dan kamu pun butuh pengetahuan khusus untukmu saja.
    Bila salah satu dari kalian  mengamalkan ilmu lahiriyah, Rasulullah Saw, menyuapimu dengan ilmu batin, menyuapi hukum batin sebagaimana burung menyuapi anak-anaknya. Itu dilakukan semata agar dibenarkan dan diamalkan melalui ucapannya yang bersifat lahiriyah, berupa syariatnya.
    Manusia,  bila benar, maka tidak ada kebenaran yang sebanding. Jika bersih tak ada bersih yang sebanding dengannya. Jika dekat kepadaNya tak ada yang sebanding dengan dekatnya.
    Manusia bodoh, memandang dengan mata kepalanya. Sedang manusia cerdas memandang dengan mata akal sehatnya. Sang arif memandang dengan mata hatinya penuh dengan mutiara pengetahuan, maka demi menegakkan makhluk dengan  total yang membuatnya sirna dari semua makhluk, kecuali hanya ada Allah Azza wa-Jalla. Maka disinilah Allah Swt berfirman:
    “Dialah Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Maha Dzahir dan Maha Batin.”
    Ia konsentrasikan dirinya, dhahirnya, batinnya, awalnya dan akhirnya, rupa dan maknanya, hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, dan karena itu abadilah cintanya padaNya, dunia hingga akhirat berserasi denganNya dalam seluruh tingkah laku jiwanya.
    Ia lebih memilih ridhoNya, dan ia tak mau yang lain nya, sama sekali tidak tercederai oleh cacian para pencaci, sebagaimana sebagian mereka mengatakan, “Berserasilah dengan Allah Azza wa-Jalla dalam bergaul dengan makhluk, dan jangan berserasi dengan makhluk dalam berhubungan dengan Allah Azza wa-Jalla.”
    Runtuhlah orang yang runtuh dan terdesaklah orang yang terdesak. Syetanmu, hawa nafsumu, watakmu dan teman-teman burukmu, sesungguhnya adalah musuh-musuhmu. Waspadalah agar kalian tidak terjerumus dalam kehancuran. Belajarlah sampai kalian tahu bagaimana menghadapi musuh-musuhmu itu, lalu kalian waspada, lantas kamu mengerti bagaimana kamu beribadah kepada Tuhanmu Azza wa-Jalla. Sedangkan orang bodoh, tidak akan  diterima ibadahnya. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “
    “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan cara  yang bodoh, maka ibadahnya akan lebih banyak merusaknya dibanding memperbaiki dirinya.”
    Orang yang bodoh sama sekali ibadahnya tidak baik, bahkan malah menjurus pada kerusakan dan kegelapan total. Sedangkan ilmu itu pun tidak akan berguna melainkan jika diamalkan. Amal tidak ada gunanya kecuali dengan ikhlas. Setiap amal tanpa keikhlasan pelakunya, tidak akan berguna dan tidak diterima. Namun bila anda mengetahui tetapi tidak mengamalkan, justru ilmu anda akan menuntut anda nantinya. Dalam sabda Nabi Saw:
    “Orang yang bodoh hanya disiksa sekali, tetapi orang alim disiksa tujuh kali.”
    Karena orang bodoh tidak mau belajar, sedangkan orang pandai mau belajar tapi tidak mengamalkan ilmunya. Belajarlah, dan amalkan, lalu ajarkan. Karena semua itu adalah padual total dari kebajikan. Bila anda belajar, lalu mengamalkan, kemudian mengajarkan, anda mendapatkan dua pahala. Pahala ilmu dan pahala belajar. Dunia ini gelap, sedangkan ilmu adalah cahayanya. Siapa yang tidak berilmu akan tertutup di dunia ini, dan kerusakannya lebih banyak dibanding kebaikannya.
    Wahai orang yang mengaku berilmu, janganlah anda meraihnya dengan tangan nafsumu, watakmu, syetanmu, wujudmu, jangan kau ambil dengan tangan riya’mu dan kemunafikanmu. Secara lahir anda tampak zuhud, tapi batinmu kosong. Itulah zahid yang batil. Anda menyiksa diri di hadapan Allah Azza wa-Jalla, Dia Maha Tahu apa yang ada dalam dirimu ketika engkau sendiri, ketika engkau bersama publik, ketika engkau dengan hatimu. Di hadapanNya, tak ada sunyi, terang-terangan atau tirai. Katakan, “Duh, betapa malunya, betapa susahnya, betapa terhinanya, bagaimana Allah Azza wa-Jalla melihat seluruh perbutanku  malam dan siang. Dia melihat tapi aku tidak malu dari pandanganNya.”
    Taubatlah padaNya atas luka dosamu, berdekatlah padaNya dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi laranganNya. Tinggalkan dosa-dosa lahir dan batin, berbuat baiklah yang nyata, karena itulah yang bisa mengantarmu ke pintuNya, mendekat padaNya, dan Dia mencintaimu, membuat dirimu cinta pada sesama, rasa cinta padaNya yang kemudian menimbulkan transformasi cinta kepada sesama makhluk.
    Bila Allah Azza wa-Jalla dan semua malaikatNya mencintaimu, seluruh makhluk akan mencintaimu, kecuali orang-orang kafir dan munafik, karena mereka ini tidak akan berserasi dengan cintamu kepada Allah Azza wa-Jalla
    Setiap orang yang dihatinya ada iman, pasti mencintai sesama orang beriman. Sedangkan orang yang didalam hatinya ada kemunafikan pasti  membenci orang beriman. Karena itu tidak perlu dipikir, kalau orang kafir, orang munafik, syetan dan Iblis, mereka itu adalah syetan-syetan berkepala manusia.
    Orang beriman yang yaqin dan arif, hati dan batinnya  serta hakikatnya lepas dari makhluk, sampai pada situasi dimana makhluk itu memang tidak memiliki kekuatan yang membahayakan dan kekuatan memberi manfaat, karena jiwanya bersimpuh di hadapan Allah Azza wa-Jalla, sama sekali dirinya tidak memiliki daya dan upaya.
    Bila kondisi ruhaninya benar dari hal demikian, khabar akan tiba dari berbagai sisi yang sama sekali tidak dicampuri oleh bentuk klaim pengakuan, klaim takhally dan harapan kosong, bahkan ia buta dari sebab akibat, sampai engkau tidak lagi mendatangi pintu-pintu sesama (untuk minta tolong). Engkau tak menghiraukan, sampai hatimu, akalmu dan wajahmu berbalik dari makhluk menuju Khaliq. Sehingga wajahmu bertemu dan berhadapan dengan makhluk, sedangkan hatimu menghadap Al-Khaliq. Sampai hatimu menjadi hati seperti hatinya para Malaikat dan para Nabi, hatimu minum dari hati mereka, makan dari hati mereka (Malaikat dan para Nabi). Semua itu berkaitan dengan hati dan rahasia hati serta hakikat, bukan berkaitan dengan rupa.
    Ya Allah baguskan hati kami, pakaikan pada rahasia jiwa kami, jernihkan akal kami, yang terjadi antara diri kami dan DiriMu dibalik akal makhluk dan akal kami.
    Wahai orang-orang hadir, wahai orang-orang yang  tidak hadir, kelak di hari kiamat kalian akan tahu apa yang datang dariku ada sesuatu yang menakjubkan, karena aku memberi penjelasan yang ada dalam diri kaum munafik, lalu bagaimana dengan hak kewajiban kaum beriman.
    Ya Allah, cukupkan diriku dari semuanya, dan cukupkan diriku hanya padaMu jauhkan dari selain DiriMu. Berikan kecukupan pada pengajar dari memikirkan anak-anak dan keluarganya di rumah, agar rumahnya menjadi rumah  hidangan pendidikan. Ya Allah Engkau Tahu ucapan ini sesungguhnya telah mengalahkan diriku, maka maafkanlah aku. Sudah cukup dan berhasil bagiku dariMu, berkaitan dengan soal upah anak-anak, para pengikut, para penempuh jalan. Dan aku memohonMu agar semua itu dimudahkan dengan hati yang indah dan batin yang bening.
    Wahai kaumku…Kalian menyangka kalau aku mengambil keuntungan darimu. Sungguh sama sekali tidak. Aku mengambil keuntungan hanya dari Allah Azza wa-Jalla, bukan darimu, bahkan dari Allah Azza wa-Jalla mengalir pada kalian karena kebersamaanku dengan kalian, sepanjang aku mengenal kalian. Ketika aku keluar dari kalian, aku memperlihatkan pada kalian, bahwa aku sedang membantah orang-orang munafik, dan menjadi pengetahuan bagi orang-orang arif.
    Aku tidak menyerang orang-orang munafik kecuali dengan sikap tegas dan berani. Bukan dengan pedang tajamku pada kalian. Aku juga tidak butuh makanan dari kalian. Karena aku meraihnya dari selain kalian (Allah Azza wa-Jalla). Aku ada tugas, setelah kalian keluar dari berguru padaku, dimana aku menjadi pemukanya. Tidakkah kalian tahu wahai orang-orang yang melihat dengan mata hati, bahwa lengan bajuku tersingsing, dan perutku terikat ketat?
    Ada yang bertanya,  bila utusan Allah Azza wa-Jalla, Jibril Alaihis salaam untuk para NabiNya. Lalu siapakah  utusanNya untuk para wali-waliNya? Dijawab, “Jibrillah utusanNya pada mereka tanpa perantara, melalui rahmatNya, kasih sayangNya, ilhamNya, pandanganNya kepada hati mereka, pada batin mereka, kelembutanNya pada mereka. Karena mereka memandangNya baik dalam sadar maupun tidur melalui matahati mereka, dan kebeningan rahasia batin mereka serta abadinya kesadaran mereka.
    Wahai kaumku…! Sesungguhnya yang membuatmu putus dari ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla dan mengenal para waliNya, semata karena kesenanganmu pada dunia, ambisimu pada dunia, kecintaanmu pada berlomba menumpuk kekayaan. Ingatlah kalian pada akhirat, tinggalkan dunia, dengan kemurahan yang bagus, penuh kebajikan dan kedermawanan yang muncul dari sifat-sifatmu. Ya Allah, kami hanyalah hambamu yang kecil, berikanlah kami keberkahan keduanya. Amin.

    Pengajian Kecintaan Sang Wali Kecintaan Sang Wali

    Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany, 17 Ramadhan, tahun 545 H. di Madrasahnya
    Ada keharusan ujian dan cobaan, terutama bagi mereka yang mengklaim dan mengaku-aku. Tanpa adanya cobaan dan ujian, banyak orang mengaku jadi wali. Oleh sebab itu, salah satu Sufi mengatakan, “Ujian diberikan dalam kewalian, agar tidak diaku-aku (kewalian itu)”.
    DIANTARA tanda kewalian adalah kesabarannya menghadapi derita dari makhluk, dan memaafkan mereka. Para wali itu bahkan membutakan diri dari apa yang dipandang publik, dan menulikan diri dari apa yang terdengar dari hiruk pikuk mereka. Mereka telah menyerahkan harga dirinya pada publik.
    Rasulullah Saw, bersabda: “Cintamu pada sesuatu telah membutakan dan menulikanmu”.
    Para wali itu mencintai Allah Azza wa-Jalla, lalu mereka buta dan tuli dari selainNya.  Mereka berjumpa dengan orang lain melalui ucapan yang bagus, kasih sayang dan peduli. Namun kadang mereka marah karena kecemburuan Allah Azza wa-Jalla pada mereka, kemarahan sebagai manifestasi keserasian dengan kemarahanNya.
    Mereka adalah para dokter, bahwa setiap penyakit itu ada obatnya. Seorang dokter tidak mengobati setiap pasien dengan satu obat. Mereka ini mengobati menurut penyakit hati masing-masing dan kondisi batin mereka di hadapan Al-Haq Azza wa-Jalla, seperti Ashabul Kahfi, dimana Jibril as, membalik situasi hati mereka. Dan para  kekasih pun merupakan tangan Kuasa, Rahmat dan Kasih Sayang.
    Tangan cinta telah membalik hati mereka dan mentransformasi dari kondisi batin ruhani menuju kondisi ruhani yang lain. Dunia mereka, justru mereka bagi untuk orang yang butuh dunia, akhirat mereka diberikan kepada yang butuh akhirat, karena mereka hanya  bagi Allah Azza wa-Jalla. Mereka tidak sama semakin pelit jika dunianya diminta, bahkan kalau pahala akhiratnya diminta pun diberikan semuanya. Mereka berikan dunianya bagi para fakir miskin, dan pahala akhiratnya diberikan pada mereka yang menginginkan akhirat. Yang berupa makhluk diberikan pada makhluk pula, dan Sang Khaliq hanya bagi diri mereka. Mereka serahkan semua yang kulit, karena selain Allah Azza wa-Jalla hanyalah kulit belaka. MencariNya dan dekat padaNya, itulah isi.
    Sebagian mereka –semoga rahmat Allah Azza wa-Jalla melimpah pada mereka– mengatakan, “Tak ada yang tersenyum dalam menghadapi orang fasik, kecuali orang yang ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla.” Memang dia memerintah dan melarangnya dan menanggung beban deritanya, dan tak ada yang mampu kecuali orang yang Arif Billah Azza wa-Jalla.
    Sedangkan ahli zuhud dan ahli ibadah serta para penempuh tidak akan mampu. Bagaimana para arifun tidak menyayangi ahli maksiat? Sedangkan mereka inilah tempatnya rahmat, tempatnya taubat dan pengakuan dosa. Orang arif itu diciptakan Allah Azza wa-Jalla dari Akhlaq Allah Azza wa-Jalla, ia akan berusaha keras dalam membersihkan dosa ahli maksiat dari kekuasaan syetan dan hawa nafsu.
    Bila salah satu kalian anaknya ada yang ditahan oleh orang kafir, bukankah kalian berusaha keras membebaskannya? Begitu pula sang arif.  Semua manusia seperti anak sendiri. Ia menasehati makhluk  dengan ucapan hikmah, lalu mengasihi mereka, karena pengetahuan mereka, sehingga mereka melihat tindakan-tindakan Allah Azza wa-Jalla pada makhluk-makhluk itu, dengan memandang adanya ketentuan dan takdir yang keluar dariNya dari pintu hukum dan pengetahuan. Namun ia merahasiakannya, lalu ia menasehati manusia dengan hokum yang merupakan perintah dan larangan, namun tidak menasehati dengan pengetahuan rahasianya.
    Allah Azza wa-Jalla mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, memperingatkan, memotivasi semata karena membangun argumentasi terhadap makhluk dan mengajari mereka. Janganlah anda menentangnya, karena didalamnya ada pemberhentian.  Di dalamnya ada ketetapan ilmu, yang butuh ketetapan aturan yang berintegrasi dengan dirimu dan yang lain. Dan kamu pun butuh pengetahuan khusus untukmu saja.
    Bila salah satu dari kalian  mengamalkan ilmu lahiriyah, Rasulullah Saw, menyuapimu dengan ilmu batin, menyuapi hukum batin sebagaimana burung menyuapi anak-anaknya. Itu dilakukan semata agar dibenarkan dan diamalkan melalui ucapannya yang bersifat lahiriyah, berupa syariatnya.
    Manusia,  bila benar, maka tidak ada kebenaran yang sebanding. Jika bersih tak ada bersih yang sebanding dengannya. Jika dekat kepadaNya tak ada yang sebanding dengan dekatnya.
    Manusia bodoh, memandang dengan mata kepalanya. Sedang manusia cerdas memandang dengan mata akal sehatnya. Sang arif memandang dengan mata hatinya penuh dengan mutiara pengetahuan, maka demi menegakkan makhluk dengan  total yang membuatnya sirna dari semua makhluk, kecuali hanya ada Allah Azza wa-Jalla. Maka disinilah Allah Swt berfirman:
    “Dialah Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Maha Dzahir dan Maha Batin.”
    Ia konsentrasikan dirinya, dhahirnya, batinnya, awalnya dan akhirnya, rupa dan maknanya, hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, dan karena itu abadilah cintanya padaNya, dunia hingga akhirat berserasi denganNya dalam seluruh tingkah laku jiwanya.
    Ia lebih memilih ridhoNya, dan ia tak mau yang lain nya, sama sekali tidak tercederai oleh cacian para pencaci, sebagaimana sebagian mereka mengatakan, “Berserasilah dengan Allah Azza wa-Jalla dalam bergaul dengan makhluk, dan jangan berserasi dengan makhluk dalam berhubungan dengan Allah Azza wa-Jalla.”
    Runtuhlah orang yang runtuh dan terdesaklah orang yang terdesak. Syetanmu, hawa nafsumu, watakmu dan teman-teman burukmu, sesungguhnya adalah musuh-musuhmu. Waspadalah agar kalian tidak terjerumus dalam kehancuran. Belajarlah sampai kalian tahu bagaimana menghadapi musuh-musuhmu itu, lalu kalian waspada, lantas kamu mengerti bagaimana kamu beribadah kepada Tuhanmu Azza wa-Jalla. Sedangkan orang bodoh, tidak akan  diterima ibadahnya. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “
    “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan cara  yang bodoh, maka ibadahnya akan lebih banyak merusaknya dibanding memperbaiki dirinya.”
    Orang yang bodoh sama sekali ibadahnya tidak baik, bahkan malah menjurus pada kerusakan dan kegelapan total. Sedangkan ilmu itu pun tidak akan berguna melainkan jika diamalkan. Amal tidak ada gunanya kecuali dengan ikhlas. Setiap amal tanpa keikhlasan pelakunya, tidak akan berguna dan tidak diterima. Namun bila anda mengetahui tetapi tidak mengamalkan, justru ilmu anda akan menuntut anda nantinya. Dalam sabda Nabi Saw:
    “Orang yang bodoh hanya disiksa sekali, tetapi orang alim disiksa tujuh kali.”
    Karena orang bodoh tidak mau belajar, sedangkan orang pandai mau belajar tapi tidak mengamalkan ilmunya. Belajarlah, dan amalkan, lalu ajarkan. Karena semua itu adalah padual total dari kebajikan. Bila anda belajar, lalu mengamalkan, kemudian mengajarkan, anda mendapatkan dua pahala. Pahala ilmu dan pahala belajar. Dunia ini gelap, sedangkan ilmu adalah cahayanya. Siapa yang tidak berilmu akan tertutup di dunia ini, dan kerusakannya lebih banyak dibanding kebaikannya.
    Wahai orang yang mengaku berilmu, janganlah anda meraihnya dengan tangan nafsumu, watakmu, syetanmu, wujudmu, jangan kau ambil dengan tangan riya’mu dan kemunafikanmu. Secara lahir anda tampak zuhud, tapi batinmu kosong. Itulah zahid yang batil. Anda menyiksa diri di hadapan Allah Azza wa-Jalla, Dia Maha Tahu apa yang ada dalam dirimu ketika engkau sendiri, ketika engkau bersama publik, ketika engkau dengan hatimu. Di hadapanNya, tak ada sunyi, terang-terangan atau tirai. Katakan, “Duh, betapa malunya, betapa susahnya, betapa terhinanya, bagaimana Allah Azza wa-Jalla melihat seluruh perbutanku  malam dan siang. Dia melihat tapi aku tidak malu dari pandanganNya.”
    Taubatlah padaNya atas luka dosamu, berdekatlah padaNya dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi laranganNya. Tinggalkan dosa-dosa lahir dan batin, berbuat baiklah yang nyata, karena itulah yang bisa mengantarmu ke pintuNya, mendekat padaNya, dan Dia mencintaimu, membuat dirimu cinta pada sesama, rasa cinta padaNya yang kemudian menimbulkan transformasi cinta kepada sesama makhluk.
    Bila Allah Azza wa-Jalla dan semua malaikatNya mencintaimu, seluruh makhluk akan mencintaimu, kecuali orang-orang kafir dan munafik, karena mereka ini tidak akan berserasi dengan cintamu kepada Allah Azza wa-Jalla
    Setiap orang yang dihatinya ada iman, pasti mencintai sesama orang beriman. Sedangkan orang yang didalam hatinya ada kemunafikan pasti  membenci orang beriman. Karena itu tidak perlu dipikir, kalau orang kafir, orang munafik, syetan dan Iblis, mereka itu adalah syetan-syetan berkepala manusia.
    Orang beriman yang yaqin dan arif, hati dan batinnya  serta hakikatnya lepas dari makhluk, sampai pada situasi dimana makhluk itu memang tidak memiliki kekuatan yang membahayakan dan kekuatan memberi manfaat, karena jiwanya bersimpuh di hadapan Allah Azza wa-Jalla, sama sekali dirinya tidak memiliki daya dan upaya.
    Bila kondisi ruhaninya benar dari hal demikian, khabar akan tiba dari berbagai sisi yang sama sekali tidak dicampuri oleh bentuk klaim pengakuan, klaim takhally dan harapan kosong, bahkan ia buta dari sebab akibat, sampai engkau tidak lagi mendatangi pintu-pintu sesama (untuk minta tolong). Engkau tak menghiraukan, sampai hatimu, akalmu dan wajahmu berbalik dari makhluk menuju Khaliq. Sehingga wajahmu bertemu dan berhadapan dengan makhluk, sedangkan hatimu menghadap Al-Khaliq. Sampai hatimu menjadi hati seperti hatinya para Malaikat dan para Nabi, hatimu minum dari hati mereka, makan dari hati mereka (Malaikat dan para Nabi). Semua itu berkaitan dengan hati dan rahasia hati serta hakikat, bukan berkaitan dengan rupa.
    Ya Allah baguskan hati kami, pakaikan pada rahasia jiwa kami, jernihkan akal kami, yang terjadi antara diri kami dan DiriMu dibalik akal makhluk dan akal kami.
    Wahai orang-orang hadir, wahai orang-orang yang  tidak hadir, kelak di hari kiamat kalian akan tahu apa yang datang dariku ada sesuatu yang menakjubkan, karena aku memberi penjelasan yang ada dalam diri kaum munafik, lalu bagaimana dengan hak kewajiban kaum beriman.
    Ya Allah, cukupkan diriku dari semuanya, dan cukupkan diriku hanya padaMu jauhkan dari selain DiriMu. Berikan kecukupan pada pengajar dari memikirkan anak-anak dan keluarganya di rumah, agar rumahnya menjadi rumah  hidangan pendidikan. Ya Allah Engkau Tahu ucapan ini sesungguhnya telah mengalahkan diriku, maka maafkanlah aku. Sudah cukup dan berhasil bagiku dariMu, berkaitan dengan soal upah anak-anak, para pengikut, para penempuh jalan. Dan aku memohonMu agar semua itu dimudahkan dengan hati yang indah dan batin yang bening.
    Wahai kaumku…Kalian menyangka kalau aku mengambil keuntungan darimu. Sungguh sama sekali tidak. Aku mengambil keuntungan hanya dari Allah Azza wa-Jalla, bukan darimu, bahkan dari Allah Azza wa-Jalla mengalir pada kalian karena kebersamaanku dengan kalian, sepanjang aku mengenal kalian. Ketika aku keluar dari kalian, aku memperlihatkan pada kalian, bahwa aku sedang membantah orang-orang munafik, dan menjadi pengetahuan bagi orang-orang arif.
    Aku tidak menyerang orang-orang munafik kecuali dengan sikap tegas dan berani. Bukan dengan pedang tajamku pada kalian. Aku juga tidak butuh makanan dari kalian. Karena aku meraihnya dari selain kalian (Allah Azza wa-Jalla). Aku ada tugas, setelah kalian keluar dari berguru padaku, dimana aku menjadi pemukanya. Tidakkah kalian tahu wahai orang-orang yang melihat dengan mata hati, bahwa lengan bajuku tersingsing, dan perutku terikat ketat?
    Ada yang bertanya,  bila utusan Allah Azza wa-Jalla, Jibril Alaihis salaam untuk para NabiNya. Lalu siapakah  utusanNya untuk para wali-waliNya? Dijawab, “Jibrillah utusanNya pada mereka tanpa perantara, melalui rahmatNya, kasih sayangNya, ilhamNya, pandanganNya kepada hati mereka, pada batin mereka, kelembutanNya pada mereka. Karena mereka memandangNya baik dalam sadar maupun tidur melalui matahati mereka, dan kebeningan rahasia batin mereka serta abadinya kesadaran mereka.
    Wahai kaumku…! Sesungguhnya yang membuatmu putus dari ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla dan mengenal para waliNya, semata karena kesenanganmu pada dunia, ambisimu pada dunia, kecintaanmu pada berlomba menumpuk kekayaan. Ingatlah kalian pada akhirat, tinggalkan dunia, dengan kemurahan yang bagus, penuh kebajikan dan kedermawanan yang muncul dari sifat-sifatmu. Ya Allah, kami hanyalah hambamu yang kecil, berikanlah kami keberkahan keduanya. Amin.