Selasa, Oktober 30

Tabaruk dan adab hormat kepada Ulama dan Awliya

A'uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Walhamdulillah wassholatu wassalamu 'ala Rasulillah wa 'ala aalihi
wasahbihi wa man tabi'ahum bi-ihsanin ilaa yaumiddin

PENGENALAN

Dewasa ini, di kalangan ummat Islam urban, khususnya yang tidak dibesarkan dalam tradisi ulama-santri, penghormatan terhadap persona ulama' atau Awliya' Allah semakin berkurang. Islam dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya hanya dipandang sebagai sesuatu yang tekstual yang dapat dipelajari dengan cara membaca begitu saja di buku-buku ataupun sumber-sumber online.

Padahal sejak 1400 tahun yang lampau, tradisi keilmuan Islam amat mementingkan interaksi langsung antara sang guru, sang ulama dengan murid-muridnya. Dalam interaksi inilah, tersampaikan tidak hanya apa-apa yang tersurat, melainkan juga yang tersirat. Diriwayatkan bagaimana Imam Malik rahimahullah ketika meriwayatkan suatu hadits Nabi sall-Allahu 'alayhi wasallam pada murid-muridnya, begitu berhati-hati beliau, dan tak jarang hingga menangis, karena kerinduan mendalam pada persona Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam yang beliau sampaikan perkataan atau perbuatannya. Jelas adab beliau seperti ini jarang turut termaktub dalam kitab-kitab beliau, kecuali kalau kita berguru pada mereka-mereka yang memang memiliki jalur keilmuan hingga beliau, yang mewarisi tidak hanya ilmu beliau, tetapi juga adab beliau.

Keterasingan ummat Islam saat ini akan adab-adab seperti ini, salah satunya adalah karena derasnya arus reformasi menyesatkan dari salah satu aliran Islam yang muncul beberapa ratus tahun lalu di Najd [daerah timur semenanjung Arabia]. Aliran Islam ini, akhir-akhir ini dengan berbagai bentuknya, dengan dukungan pendanaan dan organisasi yang hebat semakin deras mencuci otak sekalangan ummat Islam hatta mereka yang tadinya dibesarkan dalam tradisi Ahlussunnah al Jama'ah. Akibatnya, tradisi luhur Ahlussunnah wal Jama'ah berupa adab penghormatan terhadap Awliya' dan Ulama' serta barang maupun anggota badan mereka, yaitu praktik "Tabarruk", dianggap sebagai suatu perbuatan syirik oleh mereka, suatu dosa besar yang tak diampuni.

Benarkah tuduhan mereka seperti itu? Apa sebenarnya hakikat syirik, dan apa pula hakikat ber-adab serta bertabarruk? Samakah antara keduanya sehingga mereka yang menjalankan praktik tabarruk serta merta dapat dihukumi syirik?

Jadi, apakah syirk itu? Sebagai muslim dan mukmin, insha Allah, kita telah memahami, bahwa salah satu makna kalimat tauhid, Laa ilaha IllaLlah, adalah "laa ma'buuda illaLlah", tidak ada yang patut disembah kecuali Allah. Juga tidak ada yang patut dijadikan tujuan kecuali Allah ["Laa Maqshuuda illaLlah"]. Sedangkan syirk, sebagai kebalikan dari Tawhid, adalah menjadikan sesuatu selain Allah, yaitu makhluk ciptaan Allah, sebagai sesuatu yang disembah pula di sisi Allah. Na'udzu billah min dzalik. Subhanallah. Maha Suci Allah yang tidak memerlukan seorang penolongpun di sisi-Nya, dan tak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya.

Berangkat dari makna tawhid dan syirk mendasar tersebut, agak naif, jika kemudian penghormatan pada hamba-hamba Allah yg shalih-, ditafsirkan sebagaii suatu perbuatan syirk.

ANTARA PENGHORMATAN DAN PENYEMBAHAN

Hormat terhadap Ulama dan Awliya Allah, perlulah kita bedakan antara "penghormatan" dengan "penyembahan atau pengabdian", antara "respect" dengan "worship". Seluruh Muslim tahu bahwa Atribut ketuhanan atau "Lordship" atau "Uluhiyyah" hanyalah milik Allah 'Azza wa Jalla. Tapi kita dapat dan bahkan diwajibkan dalam Islam untuk memberi penghormatan pada sesama makhluk Allah dalam level yang berbeda-beda, sesuai dengan sebab yang ditentukan Allah SWT.

Untuk memperjelasnya insya Allah, akan kita beberkan beberapa dalil nash shahih di bawah. Namun sebelumnya, izinkan saya memberikan sedikit ilustrasi.

Ketika, misalnya, saya diundang oleh tiga orang berbeda. Sebut saja misalnya 1) adik angkatan saya ("yunior") si Fulan, 2) Pak Abdullah yang relatif sebaya (kolega) saya, dan 3) Prof. X, yang adalah supervisor kerja saya.

Jelas, dalam memenuhi undangan mereka masing-masing, tidak dapat saya perlakukan secara sama. Kepada si Fulan, yang notabene adalah yunior saya, mungkin saya cukup memenuhi adab (etika) standar, misalnya berpakaian menutup aurat, datang tepat waktu, sekalipun nyaris terlambat, atau malah boleh terlambat, asalkan saya menelponnya lebih dahulu.

Terhadap Pak Abdullah, yang relatif sepantar dan sebaya, saya harus tingkatkan adab saya. Selain, adab standar, saya harus berusaha tepat waktu, menjaga perasaan beliau agar tidak tersinggung, dll.

Kemudian untuk memenuhi undangan Prof. X (misal saat saya baru kenal dengan beliau), saya lebih mesti berhati-hati. Saya mesti menyiapkan jas, pakai dasi kalau perlu. Persiapkan apa yang mesti dibicarakan. Datang lebih awal. Lebih baik kita yang menunggu daripada ditunggu, dll. Apalagi, kalau yang mengundang adalah perdana menteri Belanda misalnya. Wah, tentu harus lebih awal dan penuh kehati-hatian dalam persiapannya.

Demikian pula perlakuan yang mesti kita berikan pada orang tua kandung kita, guru, dengan orang yang lebih tua yang baru kita temui di jalan. Jelas masing-masing ada beda adab. Terhadap orang tua kita cium tangannya, jangan membantah, dll. Terhadap guru kita taati nasihatnya dan berlaku sopan (bahkan hormat terhadap guru yg kafir pun adalah ajaran Islam). Adapun terhadap orang yang lebih tua yang biasa, kita bisa pakai adab hormat yang standar.

Demikian sekedar ilustrasi.

ADAB HORMAT TERHADAP ULAMA DAN AWLIYA: TINJAUAN NAQL

Adapun adab hormat terhadap Ulama atau Awliya Allah ini yang perlu diingatkan kembali. Sebetulnya dengan membaca ilustrasi dan contoh di atas, adalah wajar jika kita menaruh hormat pada para 'ulama atau awliya Allah ini mengingat kedudukan mereka yang tinggi di sisi Allah. Berikut saya kemukakan beberapa dalil:

1. dalam suatu hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (5:323), dan juga oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (1:122), dan ia menyatakannya shahih, dan ini disetujui oleh Imam Al-Dhahabi, Nabi SallAllahu 'alayhi wasallam bersabda:

"Man lam yuwaqqir kabirana wa lam yarham saghirana fa laysa minna."

"Barangsiapa tidak menaruh hormat pada orang yang lebih tua di antara kami atau tidak mengasihi yang lebih muda, tidaklah termasuk golongan kami"

Ini yang disebut "tawqir an-Naas", menghormati manusia lain, dan mesti disesuaikan dengan status manusia tersebut, khususnya di mata Allah.

2. Dalam hadits lain
"anzilu al-nasa manazilahum"
"Berikan pada manusia sesuai dengan status/kedudukan mereka"

diriwayatkan oleh Muslim dalam bab Introduksi di kitab Shahihnya, tanpa sanad, Sakhawi mengatakan dalam al-Jawahir ad-Durar bahwa hadits ini hasan, dan al-Hakim dalam kitab Ma'rifat ulum al-Hadits mengatakan bahwa hadits ini shahih dan diriwayatkan oleh Ibn Khuzayma.

Jelas tidak mungkin menyamakan semua orang, termasuk dalam penghormatannya. Penyamaan penghormatan akan mirip dengan paham Komunisme. Islam tidak mengajarkan demikian. Karena itu adalah wajar, jika misalnya, dalam suatu sesi salat Jumat, saya datang lebih awal, agar dapat membersihkan tempat salat misalnya semata karena khatib salat Jumat yang akan datang lain dari biasanya, atau datang lebih awal agar dpt lebih khusyu' mendengar khutbah dari sang khatib yang lain dari biasanya.

3. Allah juga memerintahkan
"wa la tansaw al-fadla baynakum" (2:237)
"Jangan kau lupakan kelebihan/kehormatan di antara kamu"

4. "inna akramakum `indallahi atqakum" (49:13)
"Yang paling mulia di sisimu adalah yang paling taqwa di antaramu"

Jelas, kalau kita lihat ada seseorang yang mesti kita hormati karena
taqwa-nya kepada Allah, ya, kita mesti menghormati dia sesuai dengan kehormatan yang Allah karuniakan padanya seperti tersebut dalam ayat ini.

Dalam suatu hadits Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam lainnya:

5. "Al-Ulama-u waratsatul Anbiya"
"Ulama adalah pewaris Nabi", diriwayatkan oleh Bukhari dalam
Shahihnya sebagai mu'allaq, dan juga oleh Ahmad (5:196), diriwayatkan
pula oleh Tirmidhi, Darimi, Abu Dawud, Ibn Hibban, Ibn Majah, Bayhaqi
dalam kitabnya Syu'abul Iman ("Cabang-cabang Iman), dan juga oleh lainnya.

Sudah sepantasnya kita menghormati mereka dengan penghormatan setinggi-tingginya (yang tidak sampai pada level "worship"! "penyembahan").


Demikian pada bagian pertama telah kita ulas sebagian dalil pentingnya beradab menghormati para Ulama' dan Awliya'. Insya Allah, pada bagian berikutnya, kita akan membahas latar belakang praktik adab hormat ini serta melihat beberapa praktik penghormatan dan kecintaan pada para Ulama' dan Awliya' yang lazim dikenal sebagai tabarruk, yang secara literal bermakna mencari barakah.

Wallahu A'lam bissawab

Memperbaiki diri melalui mursyid sejati thariqah


Mawlana Syekh Muhammad Hisham Kabbani


Para Sahabat pada masa Nabi Muhammad saw, mendapat
bimbingan dan pengajaran dari Nabi saw. Setiap sahabat
diberinya suatu rahasia, yang dengan rahasia itu
mereka akan membimbing umat. Selanjutnya para sahabat
yang mengembang rahasia tersebut mewariskannya kepada
Para Wali Allah pada setiap tahap kehidupan hingga
saat ini. Pada saat menerima limpahan rahasia ini,
Awliya oleh Nabi Muhammad saw diberikan sebuah
karakteristik sehingga mereka dapat mengenali segala
sesuatu tentang murid-muridnya. Jadi hindarkanlah dari
hati dan pemikiranmu bahwa seorang Syaikh akan
terluput dari apa yang engkau sembunyikan. Seorang
Syaikh memiliki pandangan yang dimiliki Nabi Muhammad
saw, sehingga mengetahui apa yang tersembunyi didalam
hati/qolbu muridnya.

Para Awliya bisa mendengar suara gemuruh dalam
batinmu, sebagaimana suara gemuruh petir. Jadi
janganlah mencoba untuk menyembunyikan dalam hatimu
sesuatu yang tidak baik, karena Syaikh dapat
mendeteksinya dan engkau akan mendapat hukuman
karenanya. Thariqat Naqsbandy sangatlah keras dalam
menjalankan kewajiban dan keras dalam hal membuat
perbaikan terhadap disiplin pengikutnya. Meskipun
terlihat lembut dari pandangan luar, namun melalui
pengaruh Syaikh terhadap kalbu setiap murid, sangatlah
keras disiplinnya. Karena Syaikh bertanggung jawab
terhadap pengikutnya setelah mereka di bay'at. Hal ini
untuk menjaga hati murid tetap bersih dan membawa
mereka kepada jalan yang benar. Bila seorang
murid/pengikut melakukan hal yang salah, bahkan hanya
sekedar niat dalam hati, mereka serta merta akan
mengirim kesukaran kepada pengikutnya, dengan maksud
untuk membersihkannya dan membawanya kembali kejalan
yang benar.

Dengan cinta Syaikh kepada muridnya, biarkan dia
menghukummu dengan menempatkan dirimu dalam kesukaran.
Hukuman dan kesukaran itu adalah wujud kasih sayang
Syaikh kepadamu, dengan harapan engkau bertaubat dan
kembali kepada jalan Allah. Dihadapan seorang Mursyid
jadikan dirimu seakan tidak ada, sebagaimana Awliya
dihadap Rasulullah saw, mereka non exist, kehendak
Nabilah yang terpenting. Begitupula murid, jadikanlah
dirimu non exist. Kehendak Syaikh adalah kehendak yang
datang dari Rasulullah saw, buatlah kalbumu terbuka
kepada Syaikh, jangan biarkan ia kecewa atas
kelakuanmu. Bila Syaikh kecewa oleh ulahmu,
kesedihannya akan membuat Allah swt tak suka atasmu,
yang menimbulkan kesedihan Syaikhmu.

Janganlah menempatkan kehendakmu didepan kehendak
Syaikhmu. Jadilah engkau bayangan Syaikhmu. Janganlah
menunjukkan bahwa dirimu mengetahui segala sesuatu dan
bahwa engkau menolong Syaikhmu. Syaikh mengetahui
lebih dari pada pengetahuanmu. Berserah dirilah,
berdiam dirilah, dan lakukan sebagaimana seharusnya
engkau lakukan. Bila engkau berbuat kesalahan, jangan
mengira bahwa Syaikh tidak tahu. Bila Syaikh tersenyum
padamu, itu adalah belaian kasih sayangnya, karena dia
tahu bahwa engkau masih lemah dan imanmu belum cukup
kuat. Jadi dia mengusap-usap punggungmu untuk membuat
engkau berbesar hati, namum sesungguhnya ia tidak
senang atas apa yang sedang terjadi. Dia sekedar
membuat situasi lebih mudah dengan cara
menyembunyikannya, namun dia tahu segala perbuatanmu.
Janganlah engkau mengambil keuntungan dari situasi
ini, karena itu akan menghancurkanmu.

Bila engkau melakukan layanan atau kebaikan bagi
Syaikhmu, janganlah mengira layanan itu diperlukannya.
Dia tak membutuhkan apa-apa darimu. Bila dia mengambil
dan menerima persembahanmu, itu adalah untuk
mengangkat dirimu sendiri ketingkat yang lebih tinggi.
Dia tak membutuhkanmu, dia hanya membutuhkan Allah
swt. Janganlah mengira bahwa yang engkau berikan pada
Syaikh adalah hadiah. Engkau memang wajib
mempersembahkannya, namun sekali-sekali janganlah
mengatakannya,"Saya telah memberi". Karena dia
mengambil sesuatu darimu adalah untuk kebaikanmu
sendiri, bukan untuk kebaikan Syaikhmu.

Janganlah mengira bila engkau membuka pintu rumahmu
untuk Syaikh, engkau melakukan perbuatan baik
untuknya. Jangan pula mengira bahwa jika engkau
menyediakan hidangan bagi Syaikhmu, engkau telah
melakukan perbuatan terpuji. Sekali lagi janganlah
mengira bila engkau melakukan kebaikan dan layanan
baginya adalah suatu kebaikan untuknya. Bahkan jika
Syaikh tidur dijalananpun, Allah swt akan menjadikan
pandangan matanya jalan bagai suatu Istana. Dan dalam
pandanganmu jalanan itu tetap suatu tempat yang kotor.
Dalam pandangan kalian mungkin kalian berpikir kasihan
Syaikh sedang bersedih tidur diijalan. Itu semua saya
ceritakan untuk memberitahu kepada kalian, bahwa
Syaikh tidak memerlukan apa-apa darimu. Apapun yang
dilakukan semata-mata dilakukannya untuk Allah swt,
untuk Nabi Muhammad saw. Itu semua untuk kebaikan
kalian, bukan untuk kebaikan Syaikhmu.

Dengan thariqat, kita berusaha untuk menyempurnakan
ahlak dan adab kita. Janganlah engkau mengecewakan
Syaikh dengan menimbulkan kesukaran dalam hatinya,
ketika dia melihat apa-apa yang engkau mencoba lakukan
dibelakang punggungnya. Bila yang kau lakukan adalah
perbuatan baik dia akan bahagia, bila itu perbuatan
buruk dia akan sedih. Dia tak akan marah, dia hanya
sedih, karena dia tidak ingin merasa malu dihadapan
Awliya, dihadapan Nabi Muhammad saw, dan dihadapan
Allah swt atas segala perbuatan buruk kita. Bagi
mukmin dan muslim buatlah hatimu bersih, buatlah
hatimu hanya untuk Allah swt, setelah itu untuk Nabi
Muhammad saw, lalu untuk para Sahabat, lalu untuk
Syaikhmu. Dan janganlah membiarkan syaithan
memperdayamu agar memanfaatkan Syaikhmu untuk
kepentingan hawa nafsumu.

Semoga Allah swt memberikan kita semua taufiq dan
hidayah, memberkahi kita hari ini, memberikan kepada
kita baraqah Nabi MUhammad saw, serta syafa'atnya dan
membimbing kita kepada jalan Awliya dan memberikan
kita barokah Syaikh kita, Mawlana Sulthanul Awliya
Syaikh Muhammad Nazim Adil al Haqqani. Fatihah.

(Disarikan dari Ahl Haq Edisi Oktober 2001 )

wa min Allah at taufiq

Pengakuan ulama besar fiqh tentang tasawwuf dan ulama sufi


Imam Abu Hanifa (81-150 H./700-767 CE)

Imam Abu Hanifa (r) (85 H.-150 H) berkata, "Jika tidak
karena dua tahun, saya telah celaka. Karena dua tahun
saya bersama Sayyidina Ja'far as-Sadiq dan mendapatkan
ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui
jalan yang benar".

Ad-Durr al-Mukhtar, vol 1. p. 43 bahwa Ibn 'Abideen
said, "Abi Ali Dakkak, seorang sufi, dari Abul Qassim
an-Nasarabadi, dari ash-Shibli, dari Sariyy as-Saqati
dari Ma'ruf al-Karkhi, dari Dawad at-Ta'i, yang
mendapatkan ilmu lahir dan batin dari Imam Abu Hanifa
(r), yang mendukung jalan Sufi." Imam berkata sebelum
meninggal: lawla sanatan lahalaka Nu'man, "Jika tidak
karena dua tahun, Nu'man (saya) telah celaka." Itulah
dua tahun bersama Ja'far as-Sadiq

Imam Malik (94-179 H./716-795 CE)

Imam Malik (r): "man tassawaffa wa lam yatafaqah
faqad tazandaqa wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad
fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq.
(Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasauf tanpa fikh
maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari
fikh tanpa tasauf dia tersesat, dan siapa yang
mempelari tasauf dan fikh dia meraih kebenaran)."
(dalam buku 'Ali al-Adawi dari keterangan Imam
Abil-Hassan, ulama fikh, vol. 2, p. 195

Imam Shafi'i (150-205 H./767-820 CE)

Imam Shafi'i: "Saya bersama orang sufi dan aku
menerima 3 ilmu:
1. mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. mereka mengajariku bagaimana meperlakukan orang
dengan kasih dan hati lembut
3. mereka membimbingku ke dalam jalan tasawwuf
[Kashf al-Khafa and Muzid al-Albas, Imam 'Ajluni, vol.
1, p. 341.]

Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H./780-855 CE)

Imam Ahmad (r): "Ya walladee 'alayka bi-jallassati
ha'ula'i as-Sufiyya. Fa innahum zaadu 'alayna
bikathuratil 'ilmi wal murqaba wal khashiyyata
waz-zuhda wa 'uluwal himmat (Anakku jika kamu harus
duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah
mata air ilmu dan mereka tetap mengingat Allah dalam
hati mereka. Mereka orang-orang zuhud dan mereka
memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi," --Tanwir
al-Qulub, p. 405, Shaikh Amin al-Kurdi). Imam Ahmad
(r) tentang Sufi:"Aku tidak melihat orang yang lebih
baik dari mereka" ( Ghiza al-Albab, vol. 1, p. 120)

Imam al-Muhasibi (d. 243 H./857 CE)

Imam al-Muhasibi meriwayatkan dari Rasul, "Umatku akan
terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang akan
menjadi kelompok yang selamat" . Dan Allah yang lebih
mengetahui bahwa itu adalah Golongan orang tasawwuf.
Dia menjelaskan dengan mendalam dalam Kitab al-Wasiya
p. 27-32.

Imam al-Qushayri (d. 465 H./1072 CE)

Imam al-Qushayri tentang Tasawwuf: "Allah membuat
golongan ini yang terbaik dari wali-wali-Nya dan Dia
mengangkat mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya
sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati
mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih
mereka diantara umat-Nya yang menerima cahaya-Nya.
Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan
diri dari segala hubungan dengan dunia dan
Dia mengangkat mereka ke kedudukan tertinggi dalam
penampakan (kasyf). Dan Dia membuka kepada mereka
Kenyataan akan Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk
melihat kehendak-Nya mengendalikan diri mereka. Dia
membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan
menampakkan mereka sebagai cahaya dan cahaya-Nya ."
[ar-Risalat al-Qushayriyya, p. 2]

Imam Ghazali (450-505 H./1058-1111 CE)

Imam Ghazali, hujjat ul-Islam, tentang tasawwuf:
"Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para
pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang
terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan
akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati
mereka dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka
sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran
Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, p. 131].

Imam Nawawi (620-676 H./1223-1278 CE)

Dalam suratnya al-Maqasid: "Ciri jalan sufi ada 5:
1. menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai
dan sendiri
2. mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata
3. menghindari ketergantungan kepada orang lain
4. bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit
5. selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid
at-Tawhid, p. 20]

Imam Fakhr ad-Din ar-Razi (544-606 H./1149-1209 CE)

Imam Fakhr ad-Din ar-Razi: "Jalan para sufi adalah
mencari ilmu untuk memutuskan diri mereka dari
kehidupan dunia dan menjaga diri mereka agar selalu
sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat
Allah, pada seluruh tindakan dan perilaku" ."
[Ictiqadat Furaq al-Musliman, p. 72, 73]

Ibn Khaldun (733-808 H./1332-1406 CE)

Ibn Khaldun: "Jalan sufi adalah jalan salaf,
ulama-ulama di antara Sahabat, Tabi'een, and Tabi'
at-Tabi'een. Asalnya adalah beribadah kepada Allah dan
meninggalkan perhiasan dan kesenangan dunia"
[Muqaddimat ibn Khaldan, p. 328]

Tajuddin as-Subki

Mu'eed an-Na'eem, p. 190, dalam tasauf: "Semoga
Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka
dan menjadikan kita bersama mereka di dalam sorga.
Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka dan
terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan
hal-hal yang tidak berhubungan dengan mereka. Dan yang
benar adalah bahwa mereka meninggalkan dunia dan
menyibukkan diri dengan ibadah". Dia berkata: "Mereka
dalah manusia-manusia yang dekat dengan Allah yang doa
dan shalatnya diterima Allah, dan melalui mereka Allah
membantu manusia.

Jalaluddin as-Suyuti

Dalam Ta'yad al-haqiqat al-'Aliyya, p. 57: "tasawwuf
dalam diri mereka adalah ilmu yang paling baik dan
terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah
Nabi dan meninggalkan bid'ah"

Ibn Taymiyya (661-728 H./1263-1328 CE)

Majmaca Fatawa Ibn Taymiyya, Dar ar-Rahmat, Cairo,
Vol, 11, page 497, Kitab Tasawwuf: "Kamu harus tahu
bahwa syaikh-syaikh terbimbing harus diambil sebagai
petunjuk dan contoh dalam agama, karena mereka
mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Tariqat para
syaikh itu adalah untuk menyeru manusia ke Kehadiran
Allah dan ketaatan kepada Nabi."

Juga dalam hal 499: "Para syaikh dimana kita perlu
mengambil sebagai pembimbing adalah teladan kita dan
kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita dalam
Haji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai
Ka' bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal)
menuju Allah dan Nabi kita.

Di antara para syaikh yang dia sebut adalah: Ibrahim
ibn Adham, Ma'ruf al-Karkhi, Hasan al-Basri, Rabia
al-Adawiyya, Junaid ibn Muhammad, Shaikh Abdul Qadir
Jilani, Shaikh Ahmad ar-Rafa'i, and Shaikh Bayazid al-
Bistami. Ibn Taymiyya mengutip Bayazid al-Bistami pada
510, Volume 10: "...Syaikh besar, Bayazid al-Bistami,
dan kisah yang terkenal ketika dia menyaksikan Tuhan
dalam kasyf dan dia berkata kepada Dia:" Ya Allah,
bagaimana jalan menuju Engkau?". Dan Allah menjawab:
"Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku".

Ibn Taymiah melanjutakan kutipan Bayazid al-Bistami,
" Saya keluar dari diriku seperti seekor ular keluar
dari kulitnya". Implisit dari kutipan ini adalah
sebuah indikasi tentang perlunya zuhd
(pengingkaran-diri atau pengingkaran terhadap
kehidupan dunia), seperti jalan yang diikuti Bayazid
al-Bistami ( Mursyid Tariqah Naqshbandi).

Kita melihat dari kutipan di atas bahwa Ibn Taymiah
menerima banyak Syaikh dengan mengutipnya dan meminta
orang untuk mengikuti bimbingannya untuk menunjukkan
cara menaati Allah dan Rasul saas.

Apa kata Ibn Taymiah tentang istilah Tasawwuf :

Berikut adalah pendapat Ibn Tamiah tentang definisi
Tasawwuf dari strained, Whether you are gold or
gold-plated copper." Sanai. Following is what Ibn
Taymiyya said about the definition of Tasawwuf, from
Volume 11, At-Tasawwuf, of Majmu'a Fatawa Ibn

Taymiyya al-Kubra, Dar ar-Rahmah, Cairo:
"Alhamdulillah, penggunaan kata tasauf telah
didiskusikan secara mendalam. Ini adalah istilah yang
diberikan kepada hal yang berhubungan dengan cabang
ilmu (tazkiyat an-nafs and Ihsan)." "Tasawwuf adalah
ilmu tentang kenyataan dan keadaan dari pengalaman.
Sufi adalah orang yang menyucikan dirinya dari segala
sesuatu yang menjauhkan dari mengingat Allah dan orang
yang mengisi dirinya dengan ilmu hati dan ilmu pikiran
di mana harga emas dan batu adalah sama saja baginya.

Tasawwuf menjaga makna-makna yang tinggi dan
meninggalkan mencari ketenaran dan egoisme untuk
meraih keadaan yang penuh dengan Kebenaran. Manusia
terbaik sesudah Nabi adalah Shidiqin, sebagaimana
disebutkan Allah: "Dan barangsiapa yang menta'ati
Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah,
yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati
syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman
yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)" Dia melanjutkan
mengenai Sufi,"mereka berusaha untuk menaati Allah..
Sehingga dari mereka kamu akan mendapati mereka
merupakan yang terdepan (sabiqunas-sabiqun) karena
usaha mereka. Dan sebagian dari merupakan golongan
kanan (ashabus-syimal)."

Imam Ibn Qayyim (d. 751 H./1350 CE)

Imam Ibn Qayyim menyatakan bahwa, "Kita menyasikan
kebesaran orang-orang tasawwuf dalam pandangan salaf
bagaimana yang telah disebut oleh by Sufyan ath-Thawri
(d. 161 H./777 CE). Salah satu imam terbesar abad
kedua dan salah satu mujtahid terkemuka, dia berkata:
"Jika tidak karena Abu Hisham as-Sufi (d. 115 H./733
CE) saya tidak pernah mengenal bentuk munafik yang
kecil (riya') dalam diri (Manazil as-Sa'ireen). Lanjut
Ibn Qayyim:"Diantara orang terbaik adalah Sufi yang
mempelajari fiqh"

'Abdullah ibn Muhammad ibn 'Abdul Wahhab (1115-1201
H./1703-1787 CE)

Dari Muhammad Man ar Nu'mani's book (p. 85), Ad- ia'at
al-Mukaththafa Didd ash-Shaikh Mu ammad ibn 'Abdul
Wahhab: "Shaikh 'Abdullah, anak shaikh Muhammad ibn
'Abdul Wahhab, mengatakan mengenai Tasawwuf: 'Anakku
dan saya tidak pernah menolak atau mengkritik ilmu
tasawwuf, tetapi sebaliknya kami mendukungnya karena
ia menyucikan baik lahir maupun batin dari dosa
tersembunyi yang berhubungan dengan hati dan bentuk
batin. Meskipun seseorang mungkin secara lahir benar,
secara batin mungkin salah; dan untuk memperbaikinya
tasauf diperlukan."

Dalam volume 5 dari Muhammad ibn 'Abdul Wahhab
entitled ar-Rasa'il ash-Shakhsiyya, hal 11, serta hal.
12, 61, and 64 dia menyatakan: "Saya tidak pernah
menuduh kafir Ibn 'Arabi atau Ibn al-Fari karena
interpretasi sufinya"

Ibn 'Abidin

Ulama besar, Ibn 'Abidin dalam Rasa'il Ibn cAbidin
(p. 172-173) menyatakan: " Para pencari jalan ini
tidak mendengar kecuali Kehadiran Ilahi dan mereka
tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat Dia
mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka
bahagia. Jika mereka menemukan Dia mereka sadar. Jika
mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika mereka
berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut.
Mereka mabuk dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati
mereka". [Majallat al-Muslim, 6th ed., 1378 H, p. 24].

Shaikh Rashad Rida

Dia berkata,"tasawwuf adalah salah satu pilar dari
pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan
diri dan mempertanggungjawabkan perilaku sehari-hari
dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual yang
tinggi" [Majallat al-Manar, 1st year, p. 726].

Maulana Abul Hasan 'Ali an-Nadwi

Maulana Abul Hasan 'Ali an-Nadwi anggota the
Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries.
Dalam, Muslims in India, , p. 140-146, "Para sufi ini
memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam keesaan
Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan
dalam menyesali kesalahan dan dalam menghindari setiap
ma'siat kepada Allah SWT. Petunjuk mereka merangsang
orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh
kepada Allah"

"Di Calcutta, India, lebih dari 1000 orang mengambil
inisiasi (baiat) ke dalam Tasawuf"
"Kita bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan
dan ratusan ribu orang di India menemukan Tuham merka
dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam"

Abul 'Ala Mawdudi

Dalam Mabadi' al-Islam (p. 17), "Tasawwuf adalah
kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan
Rasul saw, di mana sesorang meniadakan diri mereka
karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang meniadakan
dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul".
"Tasawwuf mencari ketulusan hati, menyucikan niat dan
kebenaran untuk taat dalam seluruh perbuatannya."

Ringkasnya, tasawwuf, dahulu maupun sekarang, adalah
sarana efektif untuk menyebarkan kebenaran Islam,
memperluas ilmu dan pemahaman spiritual, dan
meningkatkan kebahagian dan kedamaian. Dengan itu
manusia dapat menemukan diri sendir dan, dengan
demikian, menemukan Tuhannya. Dengan itu manusia dapat
meningkatkan, merubah dan menaikan diri sendiri dan
mendapatkan keselamatan dari kebodohan dunia dan dari
godaan keindahan materi. Dan Allah yang lebih
mengetahui niat hamba-hamba-Nya.

Bay'at kepada mursyid thariqat

Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani


Audhu billâh min ash-shaytân ir-rajîm Bismillâh
ir-rahmân ir-rahîm Nawaytul arbâ`în, nawaytul `itikâf,
nawaytul khalwat, nawaytul riyâda, nawaytus salûk,
nawaytul `uzla fî hâdha al-masjid."`Ati-Allâha wa
ati`ur-Rasûla wa ulil-amri minkum" – "Hai orang
beriman! Ta’ati Allâh, dan ta’ati Rasul, dan mereka
yang diberi kewenangan di antara kamu." [ QS 4:59]

Dan ta’at kepada Nabi Muhammad (s.a.w.) adalah ta’at
kepada Allâh swt. Dia bersabda : man yut`i ar-rasûl
faqad ata` Allâh. "Dia yang ta’at kepada Rasul, ta’at
kepada Allâh" [QS 4:80]. ay wada` ar-rasûl mumathilan
`anhu. yumathil rabbil `alamîn. Dia bersabda
Barangsiapa ta’at kepada Nabi sungguh ta’at kepada
Allâh. Itu artinya Dia menaruh Nabi (s.a.w.) mewakili
Diri Nya di Tempat Nya. Itu berarti bahwa tiada jalan
untuk mendapat keta’atan kepada Allâh tanpa keta’atan
kepada Nabi (s.a.w.). Itu artinya bahwa tiada pintu
kepada Allâh tanpa pintu kepada Nabi (s.a.w.).

Itu artinya tiada jalan untuk memasuki Surga tanpa
Nabi (s.a.w.). Itu artinya bahwa tiada jalan menjadi
Muslim tanpa mengatakan Muhammadu Rasûlullâh. Meskipun
sekiranya engkau mengatakan lâ ilâha ill-Allâh jutaan
kali, tiada jalan menjadi Muslim tanpa menyebut
Muhammadun Rasûlullâh. Maka Kebesaran apakah yang Dia
berikan kepada Nabi Muhammad (s.a.w.)? Busana apa yang
Dia pakaikan kepada Nabi dari asma ‘ul-husna Allâh,
tak seorang pun yang tahu.

Jika seorang raja memiliki seorang putera, yang juga
seorang putera mahkota, apa yang diperbuatnya untuk
anaknya itu ? Jika sang raja mau pergi ke tempat lain,
anaknya itu yang mewakilinya (menjalankan tugas
sehari-hari ?). Dan sang raja tidak akan bahagia jika
anaknya hanya berpakaian yang biasa-biasa saja, tetapi
dia akan mendadani-nya dengan busana yang diberi
dekorasi (tanda kebesaran) dan dengan berbagai medali
di dadanya untuk membuatnya nampak sangat berbeda
(anggun). Sehingga ketika Sang Putera Mahkota
menampakkan dirinya (ke publik), wow, semua orang
merasakan hormat dan kemuliaan kepada Sang Putera
Mahkota.

Ini adalah (yang dilakukan) raja bagi anaknya, seorang
manusia. Apapun yang diberikan raja kepada anaknya,
suatu hari akan berakhir. Apakah ayahnya itu akan
meninggal atau anaknya yang mungkin meninggal dan
semua itu menjadi hilang. Tetapi apa yang Allâh Al
Hayyu, berikan kepada Nabi (s.a.w.) tidak akan mati
(hilang ?). Apa yang Allâh swt berikan kepada
Sayyidina Muhammad (s.a.w.) adalah tetap hidup
(abadi). Dia bersabda, inna alladhîna yubây`ûnaka
innamâ yuba`yûnallâh!

Mereka yang berba’iyat kepadamu (Muhammad), berba’iyat
kepada Allah. Tangan Allah berada di atas tangan
mereka." [QS 48:10]. Qâla man yubâ'yaaka Yâ Muhammad,
faqad bayâ`nî. Dia bersabda, "Barangsiapa memberimu
ba’iyat ya Muhammad, (berarti) membuat ba’iyat kepada
Ku." Itu artinya ketika para Sahabat membuat ba’iyat
kepada Nabi Muhammad (s.a.w.), berarti Nabi (s.a.w.)
hilang ke dalam Hadirat Ilahi. Hanya Allâh yang berada
di situ.

Indamâ qâla inna alladhîna yubâ`ûnaka. [Ketika Dia
berkata, "Barangsiapa memberimu ba’iyat…"] Dia membuat
sebuah konfirmasi tentang sesuatu. Itu adalah sebuah
konfirmasi yang berarti itu harus ditunjukkan kepada
orang itu. Jika mereka membuat suatu konfirmasi,
mereka harus menunjukkan suatu bukti nyata (jelas,
lengkap) : seperti ketika mereka membuat percobaan di
laboratorium sains. Mereka harus membuat bukti lengkap
apa yang telah dilakukan Allâh.

fa Hûa yaqûl, inna alladhîna yubâ`ûnaka... melihat
dengan bukti, bukan hanya dari kata-kata, tetapi
dengan melihat haqîqat, kebenaran. Mereka yang
memberimu ba’iyat mereka memberikannya kepada Allâh.
Itu artinya pada saat itu, ketika para Sahabat
meletakkan tangan mereka bersama Nabi (s.a.w.), mereka
berada dalam Hadirat Ilahi, dia membawa mereka kepada
Hadirat Ilahi, al-hadarat al-ilahiyya. Mereka berada
di sana.

Para Sahabat tidak lagi melihat apa-apa, tetapi mereka
berada dalam al- hadarat al-ilahiyya, mereka berada
dalam hadirat Ilahi Allâh. Di dunia, jika kamu berada
dihadapan seorang raja, engkau tidak lagi melihat
dirimu. Wow, kamu bilang, ini adalah raja. Di
Indonesia, ada seorang raja pada suatu waktu. Dua
ratus juta manusia dibawah raja itu. Apa kamu ini jika
dibandingkan dengan 200 juta itu ? Bukan apa-apa. Lalu
apa yang kamu pikir ketika kamu berada di dalam
Hadirat Raja Di Raja yang Hidup Abadi, yang
menciptakan para raja ?

Dia yang menciptakan mereka dan membuat mereka
memerlukan makan dan minum. Itu artinya mereka juga
memerlukan pergi ke kamar kecil. Dengan itu semua Dia
membuat para Sahabat sampai di Hadirat Ilahi. Ketika
mereka sampai di sana langsung mereka mencapai maqam
al-fana'.

Fanâ'un fillâh fana'un fir-rasûl, salla-Allâhu alayhi
wa sallam. Mereka tidak lagi melihat diri mereka,
mereka hanya melihat Allâh swt melalui mata Nabi saw.
Itulah mengapa ketaatan mereka kepada Nabi saw adalah
100%. Mereka patuh kepada Nabi saw. 100%. Ketika
mereka meletakkan tangan mereka dengan Nabi saw untuk
ba’iyat, segera setelah tangan mereka menyentuh tubuh
sucinya, para Sahabat (serta merta) beradar dalam
Hadirat Ilahi. Untuk alasan ini, bila kita memberi
ba’iyat kepada seorang wali, serta merta ketika kita
menyentuh tasngannya, dia meletakkan kita di Hadirat
Nabi (s.a.w.).

Itulah sebabnya ketika kita memberi ba’iyat kita
katakan Allâhu Allâhu Allâhu Haqq. Walî itu meletakkan
kamu di hadirat Nabi (s.a.w.) dan Nabi (s.a.w.)
meletakkan kamu di Hadirat Allah, meletakkan kamu di
Hadirat Ilahi untuk membakar habis kamu, untuk
membakar habis ego mu, sehingga kamu tidak lagi
memiliki keinginan kecuali yang diinginkan Allâh atas
dirimu.

Ketika kita membaca Sûrat al-Ikhlâs, kita katakan qul
Hû Allâhu âhad. [katakan :] qul ya Muhammad. Hû
al-ghayb ul-mutlaq alladhee lâ yurâ. Hû. Katakan Hû
yang tak dapat dilihat, Dia yang tak dapat dikenali,
Dia yang tak dapat dimengerti: yaitu Allâh. Dia yang
tak dapat dimengerti, Dia yang tak dapat dilkenali,
Dia yang tak dapat dilihat. Yang Satu itu adalah
Allâh.
Jadi ketika kita mengatakan Allâhû, kita mengatakan
itu dalam cara yang bertentangan (berlawanan), kita
katakan Allâh Hû. Dalam Sûrat al- Ikhlâs kita katakan
Hû Allâh. Yang Satu yang tak dapat dilihat adalah
Allâh.

Kita tahu Allâh tetapi kita tidak tahu Hû. Allâh tahu
Hû. Itulah sebabnya Dia meletakkan Hû pada awalnya
(dalam Surat Al Ikhlash). Dia meletakkan Hû didepan
Allâh. Hû mewakili Dhâtullâh, Sang Inti. Allâh
mewakili asma. Disitu ada Sang Pencipta yang tidak
diketahui siapapun, satu yang disebut oleh Allâh
sebagai Hû. Ketika kita melakukan ba’iyat, (kepada)
Satu yang kita tahu dengan nama Allâh adalah Hû.
Begitulah kiranya mereka menelusuri jejak kembali,
mereka membawa kita kembali, awliyâ-ullâh kepada
Hadirat Ilahi, Hû.

Jadi ketika kita mengatakan Allâh Hû mereka membawamu
kepada Hadirat Ilahi. Dan ketika kamu megatakan Haqq,
itu artinya kamu meng-konfirmasi bahwa sesungguhnya
ruh kamu dapat melihat, namun diri kamu tidak dapat
melihatnya. Dan apa yang kamu lihat hanyalah Busana
(attributes) Allâh swt, Dia mendadani kamu, tanpa
mengetahui Sang Inti, tidak satupun dapat mengetahui
Sang Pencipta.

Dan itu semua dilakukan, melalui Inna-Allâhdeena
yuba`yunaka innama yuba`yunAllâh. Janganlah berpikir
terdapat jalan untuk mencapai Allâh swt tanpa
(melalui) Nabi (s.a.w.). Dia adalah khaliphatullâh fil
ard. Bukan hanya di dunia ini saja, tetapi di seluruh
penjuru alam semesta ini. Apapun yang diciptakan
Allâh, Muhammadu Rasûlullâh adalah khalipha. Dia
adalah wakil Allâh untuk semua ciptaan. Itulah mengapa
dia (s.a.w.) mengatakan, "Âdam wa man dûnahu taht
liwayî yawma al-qiyâma" – "mereka berada di bawah
panji-panji (bendera) saya : mereka harus mendatangiku
untuk membawa mereka ke Surga."

Dia mengatakan, Anâ sayyida waladi âdama wa lâ fakhr.
- "Saya adalah majikan bani Adam dan saya tidaklah
berbangga." Apa pula ini, "Anâ sayyida waladi âdama?"
Dan Allâh bersabda, Wa laqad karamnâ banî âdam. –
"Kami memuliakan bani Adam" [QS 17:70].

Dan Allâh bersabda, Alam taraw ann Allâha sakhara
lakum mâ fis-samâwâti wa mâ fil-ard. - "Tidakkah
engkau lihat bahwa Allah telah menaklukkan kepadamu
segala sesuatu di langit dan di bumi …?" [QS 31:20]
Itu berarti bagi bani Adam, segala sesuatu di langit
dan di bumi adalah di bawah mereka. Maka itu berarti,
karena dia adalah majikan bani Adam, dan semua berada
di bawah mereka ini (bani Adam), maka itu berarti
bahwa tidak ada satupun dapat berada di atas Nabi saw.

Ada malaikat yang berada di bawah perintah Nabi saw.
Ketika engkau mengambil ba’iyat dari seorang murshid,
murshid haqîqî, murshid sungguh, para malaikat tadi
menjadi saksi dan mereka membuat awrâd (dzikir) untuk
kepentingan kamu sampai dengan Hari Pengadilan. Ketika
engkau memutuskan untuk mengambil ba’iyat dari murshid
sejati itu, dan tidak dari seorang yang pura-pura
menjadi murshid dan bukan pula seorang yang dianggap
orang sebagai murshid.

Murshid sejati ini jarang, di dunia ini hanya terdapat
124,000 awliyâ-ullâh, hanya itu saja. Jika engka
menemui seorang murshid haqiqi, ketika engkau
memutuskan untuk mengambil ba’iyat darinya, pada saat
itu, para malaikat (sejumlah yang bilangannya tidak
dapat kamu bayangkan) itu dianugerahkan kepadamu untuk
melayanimu. Bagaimana caranya melayani kamu? Apakah
engkau berpikir ketika engkau menerima ba’iyat, engkau
datang dengan baju kotor seperti itu dan tubuh kotor
dan hati kotor, dalam Hadirat Nabi (s.a.w.) ?

Serta merta para malaikat itu akan merubah penampilan
mu sepenuhnya seperti pada saat (kamu ditanya di alam
ruh) "Alastu bi-rabbikum" dalam menerima ba’iyat
dengan Shaykh dan Shaykh membawamu kehadirat Nabi
(s.a.w.) dan Nabi (s.a.w.) membawamu ke dalam Hadirat
Allâh swt.

Jika engkau (hendak) menemui orang, engkau akan mandi
sehingga tidak bau. Apakah kamu berpikir ketika
orang-orang berdatangan dengan berlari untuk mengambil
ba’iyat, dengan tubuh yang tidak dibersihkan dan baju
kotor adalah cara yang benar untuk mengambil ba’iyat?
Tidak. Haa. Segera setelah engkau mengucapkan "saya
mau di- ba’iyat" bahkan dalam baju kotor dan hati
kotor, segera setelah kamu datang kesitu, para
malaikat itu, dengan sentuhan mereka, mereka menyiram
(semprot) kamu dengan busana dan dandanan cantik ini
dan pada saat itu kamu kelihatan seperti seorang yang
lain, seperti manusia berpenampilan malaikat yang
memakai baju surgawi; duduk bersama murshid itu.

Murshid itu juga merubah penampilannya, kepada
gambaran spiritualnya, sebagaimana dia terlihat di
hadapan para awliyâ dan Nabi (s.a.w.), dan membawa
kamu bersama segenap para malaikat tadi dalam busana
yang telah mereka berikan kepadamu, sebagaimana
dikatakan dalam hadits, "mâ jalasa qawman
yadhkurûnallâh illa hafathum al-mala'ika wa gashîyahum
ar-rahmat wa dhakarahumullâha fî man `indah." – "Tiada
akan sekelompok orang yang duduk, yang meengingat dan
menyebut Allâh, kecuali para malaikat akan
mengelilingi mereka, dan mereka akan diselimuti rahmat
dan Allâh akan mengingat mereka diantara mereka yang
berada dalam Hadirat Nya."

Ba’iyat seperti itu merubah kamu. Sehingga kamu
menjadi seorang manusia tetapi memiliki kuasa
malaikati surgawi – jadi ketika engkau berbaju kuasa
malaikati ini, ketika engkau memasuki Hadirat Ilahi
engkau tidak pingsan, engkau tidak menghilang. Karena
engkau menjadi sebuah cahaya, dan sebuah sumber
cahaya. Apa yang berada dalam hati awliyâ, kami tidak
dapat mengatakan semuanya. Mereka tidak mengijinkan
kamu mengatakan semuanya, bila tidak engkau akan
tenggelam. Namun ada sebuah berita gembira bagi kita
semua, bahwa dengan baraka guru murshid kita Shaykh
Muhammad Nazim al-Haqqani, kita berada dalam kategori
(golongan) itu

Awliyaullah, ketika mereka dibersihkan dengan jalan
istighfar, Allah memberikan kepada mereka hal yang
sama dengan yang diberikan Nya kepada kita. Namun
mereka tidak mengotori atau mencemari darah mereka
dengan lukemia setiap kalinya. Mereka mempertahankan
nya tetap bersih, sehingga keesokan harinya, ketika
mereka menerima lebih banyak lagi (cahaya surgawi),
itu menambah (menjadi lebih besar dari sebelumnya).
Jadi lampu 20 watt menjadi 40 watt, hari berikutnya
itu menjadi 60 watts, hari setelah itu menjadi 80
watts, hari setelah itu menjadi 100 watt, hari setelah
itu menjadi 200, hari setelah itu menjadi sebuah lampu
sorot (spotlight) yang memberikan penerangan yang
lebih gemilang, sebuah lentera besar.

Disitulah letak perbedaan antara awliyaullah dari
kita, karena kita kembali lagi ke belakang melalui
siklus kekotoran yang sama setiap hari dalam kehidupan
kita sehari-hari, curang, menipu¸ bergunjing, membuat
segala macam dosa setiap kali dan berkali-kali. Awliya
berusaha untuk melindungi diri mereka – untuk
menyingkirkan segala dosa yang akan mencemari darah
mereka sehingga mereka menjadi lebih gemilang dan
gemintang setiap kali dan hubungan mereka dengan Nabi
s.a.w. akan lebih kuat. Tidak terdapat kebocoran dalam
pipa yang menghubungkan mereka dengan Nabi s.a.w.

Tidak terdapat lubang (bocor) dalam pipa itu ,
sehingga tidak ada jalan bagi air (yang mengalir dalam
pipa itu) untuk lolos terbuang, dan untuk alasan ini
mereka menerima informasi (surgawi) yang tidak kita
terima. Setiap hari mereka akan didandani dengan
busana asma ‘ul-husna Allah yang lebih banyak dan
lebih banyak lagi. Mereka tidak mencemari cahaya itu.
Dengan spotlight yang awliyaullah miliki mereka dapat
melihat ke jarak yang lebih jauh lagi.

Lihatlah, ketika sebuah pesawat terbang akan mendarat,
dia memiliki sebuah spotlight yang besar, yang
dengannya pilot itu dapat melihat satu mile kedepan.
Tetapi kalau kamu hanya memiliki lampu minyak tanah
atau sebuah lilin apa yang dapat kamu lihat (dalam
gelap)? Tiada satupun. Engkau hanya dapat melihat
empat diding ruangan ini.

Itulah sebabnya awliya dapat melihat hati murid
mereka. Mereka dapat melihat apa yang akan terjadi di
waktu mendatang. Allah menganugerahi mereka kekuatan
itu. Bagi mereka itu bukanlah masa mendatang. Cahaya
mereka dapat mencapainya dengan segera, karena Allah
memberi mereka sebuah cahaya dengan intensitas tinggi.
Mereka dapat mengarahkan cahaya itu dan melihat jauh
ke depan. Terdapat awliya yang dapat melihat satu mile
ke depan. Beberapa dapat meningkatkan (kecemerlangan)
cahaya mereka dan melihat dua miles.

Beberapa dapat melihat seratus mile ke depan. Terdapat
awliya yang dapat melihat jarak yang ditempuh sedetik
kecepatan cahaya. Terdapat awliya yang dapat melihat
sejauh satu menit perjalanan cahaya. Terdapat awliya
yang dapat melihat sejauh seratus tahun perjalanan
cahaya. [Apa yang dapat mereka lihat] tidak lagi
dikukur sebagai jarak; itu diukur dalam perjalanan
cahaya setahun. Beberapa awliyaullah dapat melihat
satu juta tahun perjalanan cahaya.

Itulah sebabnya mereka dapat melihat asal usulmu, di
mana kamu terletak di antara berbagai
bintang-gemintang itu. Dan mereka dapat mengambil
informasi tentang dirimu dari visi yang Allah
karuniakan kepada mereka. Ittaqqu firasat al-mu’min fa
innahu yandhuru binallah – Hati-hatilah dengan
pandangan (visi) orang beriman (wallahi), karena
sesungguhnya mereka melihat dengan Cahaya Allah.
Cahaya itu Allah berikan kepada mereka dari Cahaya
Nya.

Wa min Allahi at-tawfiq, bi-hurmatil Fatiha.

Thariqat dan Majelis zikr

1. Tariqat dan kumpulan2 majlis / alkah dzikirnya.

- AlQuran Al Jin – 16: “ Wa allawis taqaamu ‘alat THARIIQATI la asqaina hum ma an ghadaqaa “
artinya : “Bahwasanya jika mereka tetap berdiri diatas THARIQAT/jalan/cara/metode yang benar niscaya akan Kami turunkan hujan (rahmat) yang lebat (nikmat yang banyak)”

- Hadits Riwayat At Tharmizi : “Apabila kamu melalui Taman Syorga , maka ikutlah atau masuklah kamu padanya!”
bertanya Para Sahabat : “Apakah taman syorga itu ya Rasulullah?”
Rasulullah : “Yaitu Alqah – alqah Dzikir” (alqah = bundaran orang yang duduk berkeliling)

-Hadist : “Dari Ali Karamallahu Wajhah : “Aku katakan ya Rasulullah, manakah Thariqat/jalan yang sedekat-dekatnya pada Allah dan semudah2nya atas hamba Allah dan semulia2nya disisi Allah?” Rasulullah : “Ya Ali penting atas kamu berkekalan senantiasa dzikir kepada Allah”. Ali : “Tiap orang berdzikir pada Allah”. Rasulullah : “Ya Ali, tidak ada terjadi kiamat sehingga tiada lagi diatas bumi ini orang yang berdzikir Allah Allah”

2. Wali Mursyid / Wasilah / Pembimbing dan mengenai Nur (Rohani) Muhammad.
- Al Quran - Al Kahfi 16 : “May yahdi llaahu fahuwal muhtadi, wa mayudhlil falan tajida lahuu WALLIY-YAM MURSYIDA”
artinya : “Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapatkan petunjuk, dan barang siap yang disesatkanNya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang WALIYAM MURSYIDA yang dapat membimbingmu “

- Hadits Riwayat Abu Daud : “Kun maqallaahi fainlamtakun ma’allaahi fakun ma’a man ma’allahi fainahuu yuushiluka ilallaahi”
artinya : “Jadikanlah dirimu beserta Allah, jika engkau belum bisa beserta Allah, maka besertalah dengan Orang2 yang beserta Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau kepada Allah”

-Hadits Riwayat Ibnu Majjah : “Mereka mensyafaati seperti Rasul menSyafaati”

-Hadist Riwayat Tabrani, Al Hakim dan Abu Naim : “Kalau namanya disebut, ummat pun telah menyebut Nama Ku dan sebaliknya, ketika nam Ku disebut, telah turut pula namanya didalamnya”

- Al Quran – Al Maidah 35 : “Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaha wabtaghuu ilaihil wasiilata wajaahidu fiisabiihii la’alakum tuflihuun”
artinya : “Wahai orang2 beriman, bertaqwalah pada Allah, carilah Wasilah, dan bersungguh2lah di atasnya (bersamanya), niscaya engkau mendapat kemenangan”

- Al Quran An Nur 35 : “Nur Illahi berdampingan dengan Nur Muhammad, itulah diberikan kepada manusia yang di kehendakiNYA”.

-Al Quran – Al Hijr 29 : “Faidzaa sawwaituhuu wanafakhtu fiihi mirruuhii faqa’uu lahuu saajidin”
Artinya : “Maka setelah Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan di dalamnya sebagian Roh-ku , rebahkanlah dirimu bersujud padanya”

- Hadist Qudsi Riwayat Imam Bukhari :
“ Barang siapa yang memusuhi seseorang Wali Ku , maka Aku umumkan perang kepadanya, dan bila hamba Ku menghampirkan diri kepada Ku dengan suatu amalan, tanda kasih ia kepada Ku daripada sekedar amalan2 yang telah Ku wajibkan atasnya. Kemudian ia terus menerus mendekatkan dirinya kepada Ku dengan amalan2 yang baik, hingga Aku mencintainya. Maka Aku adalah pendengarannya bila ia mendengar , dan Aku adalah penglihatanya bila ia melihat dan Aku tangannya bila ia menyentuh, dan Aku adalah kaki nya bila ia berjalan, demi jika memohon niscaya Aku perkenankan, demi jika ia meminta perlindungan pastilah Aku lindungi dia”

3. Allah Maha Hadir, bahkan ada bersama kita.
Al Baqarah – 115 : “Kemanapun kau memandang maka disanalah wajah Allah”
Al Qaf – 16 : “Dan Kami lebih dekat padanya daripada kedua urat lehernya”

4. Ilmu
- Hadist Riwayat Abu Hurairah : “Sesungguhnya Rasulullah mengajarkan aku suatu ilmu yang dimana bila aku katakan pada orang banyak niscaya leherku akan dipenggal”
Dan seperti yang kita tahu bahwa pada Al Qur’an itu ada yang “tersurat” / tekstual dan ada yang “tersirat” / kontekstual



Al Quran Al Hujurat 12 : “Hai orang2 beriman! Jauhilah kebanyakan prasangka buruk. Sesungguhnya sebagian prasangka buruk itu adalah dosa. Janganlah mencari2 kesalahan orang lain”
-Al Hujurat ayat 11 : “Hai orang2 beriman! Janganlah hendaknya satu kaum mencela kaum yang lain. Dengan bentuk apapun juga ! boleh jadi kaum yang dicela lebih baik dari mereka yang mencela.”

Berzikir dengan mengangkat suara


Disyari’atkannya berzikir dengan suara nyaring sebenarnya terdapat dalilnya dalam al-Qur’an berikut ini:

فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُواْ اللّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا

Ertinya: “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu atau (bahkan) lebih keras dari itu…” [Q.S: al-Baqarah: 200]


Seorang pakar tafsir dari Mesir, Syeikh Ahmad Musthafa al-Maraghi (w. 1371 H/1952 M)[1], menafsirkan ayat itu sebagai berikut:


Ertinya: “Apabila kamu telah selesai dari ibadah haji dan kamu telah melakukan nafar, maka perbanyakkanlah zikir (dengan menyebut) Allah dan keraskan suaramu dalam berzikirnya itu sebagaimana kamu melakukannya ketika menyebut-nyebut nenek moyangnu dengan membangga-banggakan mereka dan sejarah hidup mereka.”[2]


Dan seorang pakar tafsir yang lahir di Mesir dan wafat di Madinah, Syeikh Ahmad al-Shawi al-Maliki (w. 1241 H/1825 M),[3] menafsirkan ayat itu dengan penafsiran yang agak ringkas sebagai berikut:


Ertinya: “Maka berzikirlah kamu (dengan menyebut) Allah, di mana menyebut nama Allah-nya itu sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu atau lebih keras lagi dari itu.[4]


Sekalipun ayat tersebut relevansinya dengan zikir setelah ibadah haji sebagaimana diketahui dari ayat dan tafsirnya, namun kita pun perlu mengetahui sebuah kaedah dalam kajian Ulum al-Qur’an di mana kaedah ini dipandang lebih sahih oleh majority (jumhur) ulama, yakni kaedah:


“al-‘Ibaratu bi ‘Umuumi al-lafzhi la bi khusuusi as-sabab”[5]

Ertinya: “Yang dipandang itu adalah umumnya lafazh, bukan khusus suatu sebab.”


Maksudnya, walaupun dalam ayat itu berkenaan dengan sebab tertentu, yakni ibadah haji, namun kerana lafaznya bersifat umum (Fadzkurullaaha = maka berzikirlah kalian dengan menyebut Allah), maka, berdasarkan kaedah tadi, yang dipandang adalah keumuman lafaz itu. Dengan demikian, yang dibolehkan menyaringkan suara dalam berzikir itu bukanlah hanya bagi orang yang baru menyelesaikan ibadah haji sahaja, akan tetapi bagi yang tidak ibadah haji pun dianjurkan agar menyaringkan suaranya ketika berzikir.


Selain itu, banyak hadith-hadith Nabi s.a.w yang berfungsi sebagai bayan (penjelas dari keglobalan (mujmal) ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang disyari’atkannya berzikir dengan suara nyaring (jahr), di antaranya ialah:

Hadith sahih riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud dari sahabat Ibn ‘Abbas r.a., beliau berkata:

Ertinya: “Sesungguhnya menyaringkan suara saat berzikir sesudah orang-orang mengerjakan solat fardhu pernah dilakukan pada masa Nabi s.a.w. Selanjutnya Ibn ‘Abbas r.a. berkata: Aku mengetahuinya dan mendengarnya apabila telah selesai solatnya dan hendak meninggalkan masjid.” (Hadith Riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud.)[6]

Berkenaan dengan hadith yang tidak diragukan lagi kesahihannya itu, pakar hadith dari Mesir, al-Hafizh Hajar al-‘Asqallani (w. 852 H) berkata:

Ertinya: “Dalam hadith ini dapat dijadikan dalil atas bolehnya menyaringkan suara ketika berzikir sesudah solat.”[7]

Demikian juga seorang pakar fiqih dan hadith dari Syria, Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (w. 676 H), mengulas hadith tersebut seraya berkata:

Ertinya: “Ini adalah suatu dalil bagi sebahagian ulama salaf, bahawasanya sunat hukumnya menyaringkan suara ketika membaca takbir dan zikir sesudah solat fardhu. Di antara ulama muta’akhirin yang dengan tegas menyatakan sunatnya hal itu adalah Imam Ibn Hazm al-Zhahiri.”[8]

Dari hadith sahih riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud dari sahabat Ibn ‘Abbas r.a. beserta pendapat dua pakar hadith, Imam Ibn Hajar al-‘Asqallani dan Imam Nawawi di atas, dapat kita fahami bahawa menyaringkan suara ketika berzikir itu, khususunya setelah selesai dari mengerjakan solat fardhu adalah benar-benar disyari’atkan, telah dilakukan oleh para sahabat di zaman Nabi s.a.w. masih hidup. Seandainya menyaringkan suara ketika berzikir itu terlarang (haram), tentulah mereka dilarang oleh Nabi s.a.w. untuk melakukannya. Dengan demikian, berzikir dengan suara nyaring itu, kerana telah dilakukan pada zaman Nabi s.a.w. dan beliau sendiri tidak melarangnya, maka hal itu dinamakan Sunnah taqririyah, bukan bid’ah dhalalah.

b. Hadith riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Ya’la dan Imam Ibn Hibban dalam kitab Sahihnya dan Imam al-Hakim dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata:

Ertinya: “Perbanyakkanlah berzikir kepada Allah sehingga mereka berkata: Sesungguhnya dia itu orang gila.”[9]

c. Hadith riwayat Imam al-Thabrani dari Ibn ‘Abbas r.a. ia berkata, telah diriwayatkan dari Nabi s.a.w., bahawasanya beliau telah bersabda:

Ertinya: “Berzikirlah kalian kepada Allah (sehingga) orang-orang munafiq berkata: Sesungguhnya kalian orang-orang yang berbuat riya (menunjuk-nunjuk).[10]

Dari kedua hadith tersebut di atas, secara implicit (tersirat) bahawa Nabi s.a.w. menganjurkan kepada umatnya agar ketika berzikir itu dengan suara nyaring., kerana jika berzikirnya seseorang itu dengan suara perlahan/lembut, jelas tuduhan sebagai orang gila dan riya (menunjuk-nunjuk) itu tidak mungkin terjadi.

Oleh kerana itu, tepat sekali komentar seorang pakar tafsir dan hadith dari Mesir, al-Hafizh Imam Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H) sehubungan dengan hadith tersebut di atas, beliau berkata:

Ertinya: “Segi pengambilan dalil (atas disyari’atkannya zikir secara nyaring) dengan dua buah hadith ini ialah bahawa adanya tuduhan gila dan riya itu dilontarkan ketika menyaringkan zikir. Tidak mungkin hal itu dilontarkan ketika seorang berzikir dengan suara perlahan/lembut.[11]

d. Hadith riwayat Imam Baihaqi dari Jabir bin ‘Abdullah r.a., ia berkata:

Ertinya: “Bahawasanya ada seorang lelaki yang menyaringkan suaranya ketika berzikir, lalu ada seseorang yang berkata: Alangkah baiknya jika ia merendahkan suaranya. Maka Rasulullah s.a.w pun bersabda: Biarkanlah dia, sesungguhnya dia itu sedang merintih.”[12]

c. Hadith riwayat Imam Baihaqi dari Zaid bin Aslam r.a., dari sebahagian sahabat Nabi s.a.w. Ia berkata:

Ertinya: “Pada suatu malam saya berjalan bersama Rasulullah s.a.w, lalu beliau melewati seorang lelaki yang sedang berzikir di masjid dengan menyaringkan suaranya. Maka saya pun berkomentar: Barabgkali orang ini sedang riya (menunjuk-nunjuk), maka Rasulullah s.a.w. bersabda: Tidak, akan tetapi dia itu sedang merintih.”[13]

Hadith di atas juga menjelaskan tentang disyari’atkannya berzikir dengan suara nyaring, bahkan seseorang dilarang meninggalkan zikir dengan suara nyaring hanya kerana khuatir dituduh berbuat riya.

Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (w.676 H) telah memberi nasihat yang amat berharga dalam masalah ini, beliau berkata:

Ertinya: “Kemudian, tidaklah patut jika seseorang meninggalkan zikir dengan lisan dan hati hanya kerana khuatir disangka berbuat riya (menunjuk0nunjuk). Bahkan hendaknya ia harus terus berzikir dengan lisan dan hatinya secara berbaringan dengan penuh motivasi semata-mata mengharap keridhaan Allah Ta’ala.”[14]

Memang ada firman Allah SWT di dalam al-Qur’an:

وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ

Ertinya: “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [Q.S: al-A’raf: 205]

Ayat ini sepintas kelihatannya melarang orang berzikir dengan suara keras (nyaring), khususnya pada lafazh ‘wa duna al-jahr min alqaul’ (dengan tidak mengeraskan suara).

Untuk tidak terjadi kontradiktif dengan ayat dan hadith-hadith berzikir dengan suara nyaring, maka dipandang perlu untuk mengkompromikannya, mengingat adanya keterangan dalam kitab usul fiqih berikut ini:

“Berdasarkan pendapat yang lebih tepat, bahawasanya mengamalkan dalil yang kelihatannya kontradiktif sekalipun ditinjau dari satu seginya, hal itu lebih baik daripada tidak mengamalkan salah satu dari keduanya.”[15]

Untuk mengkompromikan ini, kami akan mengungkapkan pakar tafsir al-Qur’an ketika menafsirkan ayat 205 Surah alA’raf di atas.

Seorang pakar tafsir, hadith dan tarikh dari Damaskus – Syria, al-Hafizh Ibn Kathir (w. 774 H), ketika menafsirkan firman Allah:

وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ

(Dan dengan tidak mengeraskan suara), beliau berkata:

“Dan dengan adanya ayat itulah disunatkan zikir agar tidak dengan berteriak dan suara keras yang berlebih-lebihan.”[16]

Demikian pula hadith riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari r.a., ia berkata:

Ertinya: “Kami telah bersama Rasulullah s.a.w. dalam suatu perjalanan. Apabila kami berada di tempat yang tinggi, kami membaca takbir. Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: Rendahkan suara kamu, kerana sesungguhnya kamu tidaklah menyeru yang tuli dan tidak pula ghaib, kamu menyeru Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat dan Yang Maha Dekat.”[17]

Berdasarkan hadith sahih ini, yang sepintas melarang kita untuk menyaringkan suara ketika berzikir, seorang pakar hadith dari Mesir yang juga pensyarah hadith Bukhari, yakni Imam Syihabuddin al-Qasthallani (w. 923 H), telah memberikan intepretasi terhadap hadith tersebut di atas, khususnya pada lafazh hadith tersebut: rendahkanlah suaramu dengan ucapannya:

“Rendahkanlah suaramu dalam berzikir, janganlah kamu keterlaluan dalam menyaringkan suaramu.”[18]

Dengan adanya penjelasan dari pakar tafsir, al-Hafizh Ibn Kathir, berkenaan ayat 205 Surah al-A’raf, dan dengan adanya penjelasan dari pakar hadith, Imam Syihabuddin al-Qasthallani berkenaan dengan hadith riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Musa alAs’ari r.a. di atas, nyatalah bagi kita bahawa sebenarnya antara ayat-ayat al-Qur’an dan hadith-hadith Nabi s.a.w itu tidaklah kontradiktif (ta’arudh), akan tetapi dapat dikompromikan (al-Jam’u), yakni pada prinsipnya menyaringkan suara ketika berzikir itu disyari’atkan, namun jika ada ayat al-Qur’an atau hadith Nabi s.a.w. yang nampaknya melarang menyaringkan suara ketika berzikir, sebenarnya yang dilarang itu jika menyaringkan suaranya dengan keterlaluan atau berlebih-lebihan (over acting).[19]

Oleh kerana itu, seorang ulama besar, Mujtahid Fatwa dalam mazhab Syafi’I yang bernama Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (w. 617 H), sebelum menuliskan hadith riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim telah membuat judul bab dalam kitabnya, al-Adzkar dengan:
“Bab ini menerangkan larangan tentang berlebih-lebihan/keterlaluan dalam menyaringkan suara ketika membaca takbir dan seumpamanya.”[20]

Di akhirpembahasan sekitar hukum berzikir dengan suara nyaring ini, kami tertarik untuk mengemukakan fatwa seorang ulama kenamaan dari India, al-Imam Abu al-Hasanat al-Hindi berikut ini:

“Adapun menyaringkan suara dalam berzikir yang tidak melampaui batas – seperti teriak-teriak dan lain sebagainya – makabanyak sekali hadith-hadith Nabi s.a.w dan ucapan-ucapan sahabat Nabi s.a.w yang menegaskan bolehnya. Dan kami tidak menemukan satu dalil pun yang secara tegas mengharamkan atau memakruhkannya. Adapun pakar-pakar hadith dan fiqih dari kalangan mazhab Syafi’I dan sebahagian dari shabat-sahabat kami, mereka secara tegas telah membolehkannya.”[21]

Pembahasan Tentang Maulid dengan Dalil


MAULIDURRASUL DENGAN DALIL-DALIL YANG NYATA


Dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha mengasihani. Segala pujian bagi Allah, Tuhan sekelian alam. Selawat dan salam keatas saiyidina Muhammad, Keluarga dan Sahabatnya sekelian.

Kami kemukakan dalil-dalil bagi masaalah Maulidurrasul didalam risalah ini, supaya dapat memberi penjelasan yang terang bagi sekelian kaum muslimin daripada terpesong dengan mereka yang membid’ahkan amalan ini. Mudah-mudahan Allah memberi manfaat dengannya, amin...!

DALIL SUNAT MENYAMBUT MAULIDURRASUL DI SISI ULAMA AHLI SUNNAH.

1. Merayakan hari kelahiran Nabi s.a.w. termasuk daripada perkara yang membesarkan dan memuliakan baginda. Dijanjikan kejayaan dunia dan akhirat bagi mereka yang menyambutnya. Firman Allah Taala:

“Maka mereka yang beriman dengannya (Muhammad), membesarkannya dan membantunya dan mengikuti cahaya (Al-Qur’an) yang diturunkan bersamanya. Mereka itulah yang mendapat kejayaan.”
(Surah Al-A’araf, ayat 157).

2. Firman Allah Taala, “Sesiapa yang membesarkan tanda-tanda Allah, maka membesarkan itu ialah setengah daripada menjunjung perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.” ( Al-Haj:32 )

Dimaksudkan dengan “tanda-tanda Allah” (شعائر الله جمع شعيرة أو شعارة ) pada umum ayat ini, iaitu setiap perkara yang dijadikan sebagai tanda atau alamat bagi mentaati Allah. Sebesar-besar tanda agama ialah Nabi Muhammad s.a.w dan menyambut Maulidurrasul itu adalah membesarkan tanda Allah, termasuk dalam menjunjung perintah-Nya.

3. Meriwayat Imam Bukhari dalam Sahihnya, begitu juga Ismaili dan Abdul Razak, Bahawa diringankan azab ke atas Abi Lahab pada hari isnin kerana memerdekakan ‘Suwaibah’ yaitu hambanya yang menceritakan khabar gembira tentang kelahiran Nabi s.a.w.

Hadis ini menunjukkan bahawa:

i) Sesiapa yang menzahirkan kegembiraannya dengan membesarkan hari kelahiran Rasulullah diberi pahala yang besar kerana Abu Lahab yang kafir, seteru kepada Nabi s.a.w. diringankan azabnya, apatah lagi orang yang muslim. Seperti yang dikatakan oleh Al-Hafiz Nasiruddin ibnu Syamsuddin Ad-Dimasyqi dan Imam Al-Qurra Al-Hafiz Syamsuddin Muhammad Al-Jazri.

ii) Dianjurkan memulia dan membesarkan Nabi s.a.w dengan mengambil sempena hari kelahirannya. Hari kelahiran Baginda merupakan ‘ Hari Kebesaran Islam ’ dan hari yang mempunyai kelebihan. Diriwayatkan daripada Qatadah Al-Ansari, ‘ Bahawasanya Nabi ditanya tentang berpuasa hari isnin, berkata Nabi s.a.w, “ Itulah hari yang dilahirkan aku padanya dan diturunkan kenabian keatas ku.” (Riwayat Muslim dan lainnya)

iii) Membuat perkara-perkara kebaikan (difahami daripada memerdekakan Suwaibah, hadis berpuasa hari isnin dan hadis berpuasa hari A’syura yang akan datang ) sempena memuliakan hari kelahiran Nabi s.a.w seperti berhimpun dengan membaca Al-Qur’an, berselawat, memuji Nabi, bersedekah, menjamu makanan, berbuat baik kepada fakir-miskin dan lain-lain.

4. Didalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahawa Nabi datang ke Madinah dan mendapati kaum Yahudi berpuasa hari A’syura lalu baginda bertanya , mereka menjawab, “ Ianya hari yang Allah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa. Kami berpuasa pada hari ini kerana mensyukuri Allah ta’ala.” Lalu nabi berkata, “ Kami terlebih utama dengan Musa…”.

Diambil pengertian daripada hadis ini, kita disarankan mensyukuri atas nikmat pemberian Allah pada hari tertentu yang mempunyai kelebihan atau hari yang dilepaskan daripada musibah. Menyambut Maulidurrasul adalah menzahirkan kegembiraan dan mensyukuri nikmat dan rahmat Allah ke atas alam ini. Ini kerana , sebesar-besar nikmat yang sempurna dan rahmat ialah lahirnya nabi kita s.a.w. sebagaimana berkata Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Hafiz Ibnu Hajar Assqalani, Sayuti dan lain-lain.
Firman Allah ta’ala, “ Katakanlah kepada kaummu, dengan kurniaan Allah dan rahmatnya , maka dengan demikian itu ( kurniaan dan rahmat ) , hendaklah kamu bergembira dan mensyukurinya.” ( Yunus:58 )

FirmanNya, “Tidaklah kami mengutuskan engkau ya Muhammad melainkan kerana rahmat bagi sekelian alam.” ( Al-Anbiyaa’:107 )

5. Memperingati dan membesarkan Maulidurrasul dengan selawat, membaca kisahnya, merupakan perantaraan kepada mencintai nabi dan mencintai Allah. “ Tidak sempurna iman seseorang daripada kalangan kamu sehingga adalah aku terlebih dikasihinya daripada dirinya, hartanya, anaknya dan sekelian manusia.” ( al-Hadis ). Firman Allah ta’ala, “ Katakanlah kepada kaummu, jika sekiranya kamu mencintai Allah, ikutilah aku, nescaya Allah mencintai kamu.” (Ali-Imran:31)

KESIMPULAN

i) Menyambut hari kelahiran Rasulullah disabitkan dengan dalil-dalil syara’.

ii) Disunatkan memperingati maulidurrasul pada bila-bila masa, terlebih utama lagi sempena hari kelahirannya.

iii) Membesarkan Nabi bersempena hari kelahirannya yang merupakan salah satu hari kebesaran Islam.

iv) Menzahirkan kegembiraan dan kesyukuran atas sebesar-besar nikmat dan rahmat Allah iaitu kelahiran baginda dengan mengerjakan amalan-amalan kebaikan.

v) Menyambut hari kebesaran ini membawa kepada mencintai nabi dan mencintai Allah.

vi) Mendapat ganjaran yang besar di dunia dan akhirat bagi mereka yang menyambutnya.


Orang yang pertama merayakan Maulid ialah Sultan Ibnu Malik Al-Muzzaffar, seorang wali Allah, raja yang adil, warak, zuhud dan alim. Menghadiri Majlis Maulidnya ulama’-ulama’ muktabar dan orang-orang salih dengan ketiadaan mengingkarinya, sehinggakan ulama’ besar yang bernama Assyeikh Abu Khatab Ibnu Dihyah telah mengarang bagi sultan itu, kitab Antanwir membicarakan tentang amalan Maulid. (Lihat Al-Hawi Lil Fatawi bagi Sayuti).

Berkata Assakhawi, “Sesungguhnya amalan Maulid berlaku kemudian daripada kurun ketiga iaitu tiga ratus tahun daripada Hijrah, selepas itu sentiasalah umat Islam pada setiap negeri mengamalkannya…….”

Oleh itu, amalan Maulidurrasul ini adalah ijmak muslimin yang tidak diengkari bahkan disokongi oleh ulama’ Ahli Sunnah sejak pertama kali diadakan hingga sekarang. Tidak berhimpun ulama’ dan seluruh muslimin yang sempurna imannya pada kesesatan. Sabda Nabi, “Tidak berhimpun umatku diatas kesesatan.” Sabdanya lagi, “Sesuatu perkara yang dipandang baik oleh muslimin maka ianya di sisi Allah adalah kebaikan.”

DALIL SATU PERSATU AMALAN YANG DILAKUKAN DIDALAM MAULID.

BERHIMPUN DENGAN BERTILAWAH AL-QURAN, BERZIKIR, BERSELAWAT, MEMBACA KISAH NABI DAN MENGADAKAN JAMUAN

1) Diriwayatkan daripada Abu Hurairah, “Bersabda Rasulullah; Tidak berhimpun suatu perhimpunan pada satu majlis di dalam masjid daripada masjid-masjid Allah , lalu mereka membaca al-Quran dan bertadarus sesama mereka, melainkan turun ke atas mereka ketenangan yang diselubungi rahmat Allah serta dilingkungi para malaikat dan Allah menyebut tentang mereka dikalangan nabi dan malaikat di sisi-Nya.” ( Sahih Muslim ).

2) Bersabda Nabi s.a.w., “Tidaklah berhimpun satu perhimpunan di dalam suatu majlis lalu mereka tidak berzikir mengingati Allah dan tidak berselawat ke atasku, melainkan kekurangan dan penyesalan ke atas mereka di hari Qiamat.”

3) Firman Allah ta’ala, “Kami ceritakan kepada engkau setiap perkhabaran daripada kisah-kisah Nabi yang menguatkan hati engkau dengannya dan datang kepada engkau di dalam perkhabaran ini, kebenaran, pengajaran dan peringatan bagi orang yang beriman.” (Hud:120)

4) Meriwayat Imam Ahmad dan Hakim daripada Suhaib, Nabi bersabda, “ Seseorang yang terlebih baik di antara kamu ialah mereka yang menjamu makanan dan menjawab salam.” Berkata al-Iraqi, “ Hadis ini sahih sanadnya .”
Meriwayat Turmizi , bahawa sahabat-sahabat nabi tidak bersurai mereka daripada majlis bertilawah al-Quran dan zikir, melainkan selepas menikmati jamuan.


SUNAT BERDIRI KETIKA DIBACAKAN KISAH KELAHIRAN BAGINDA S.A.W.

Disunatkan berdiri ketika dibaca kisah kelahiran Nabi s.a.w. kerana perbuatan berdiri menunjukkan di atas membesarkan baginda, termasuk di dalam nas al-Quran yang kami sebutkan dahulu. Telah berdiri Imam Subki bersama-sama orang ramai di Majlis Maulid ketika kisah kelahiran baginda dibacakan. Ulama’ Ahli Sunnah mengatakan sunat dan elok perbuatan ini.
Cara membesar dan memuliakan Nabi s.a.w. semasa hayat baginda atau wafatnya, samada dengan hati atau lisan seperti berselawat, puji-pujian atau dengan perbuatan iaitu berdiri. Telah disepakati pada adat orang ramai bahawa berdiri itu bertujuan membesarkan seseorang.
Adapun Fatwa al-Allamah Imam Abu Saud yang mengkafirkan mereka yang tidak berdiri ketika orang ramai berdiri pada Majlis Maulid , sekiranya mereka meninggalkan berdiri kerana menghinakan Nabi s.a.w. atau mengingkari hukum membesarkan baginda.
Berkata Imam Nawawi, “Disunatkan berdiri kepada orang yang hadir iaitu daripada ahli kelebihan dan kemuliaan, sesungguhnya datang hadis-hadis sebagai hujah padanya…….”

1) Diriwayatkan daripada Said al-Khudri, Nabi bersabda, “ Berdirilah kamu kepada penghulu kamu” ( iaitu Saad Ibnu Muaz yang hadir kepada sahabat ), lalu ia datang dan duduk kepada Rasulullah. ( Riwayat Abu Daud ).
Perbuatan berdiri dalam hadis ini adalah kerana memuliakan Saad, bukan kerana hendak menurunkan Saad yang sakit daripada tunggangannya. Jika berdiri kepada Saad disebabkan keuzurannya , nescaya nabi berkata dengan lafaz, “Berdirilah kepada orang yang sakit daripada kamu”, dan tidaklah perlu nabi menyuruh sekalian sahabat bahkan memadai seorang dua shaja bagi memapahnya.

2) Mengeluar Abu Daud daripada Abu Hurairah, “Adalah nabi bercakap dengan kami, apabila baginda berdiri, lalu kami pun berdiri kepadanya hingga kami melihat ia memasuki rumahnya.”
Adapun berdiri yang dilarang dalam beberapa hadis, adalah berdiri yang lahir daripada sifat takabbur atau larangan itu kerana tawaduk nabi. Disunatkan berdiri tersebut semata-mata kerana perbuatan berdiri termasuk daripada membesarkan nabi, samada hadir Roh Nabi di dalam Majlis Maulid ataupun tidak. Ketahuilah ! Roh Nabi dan orang mukmin boleh pergi ke mana sahaja yang dikehendakinya dan harus dapat berjumpa dan melihatnya.
i) Sabit pada hadis sahih bahawa berhimpun nabi s.a.w dengan para nabi di Baitul Maqdis dan di langit pada kisah Isra’ dan Mikraj.
ii) Daripada Ibnu Abbas, bahawa Rasulullah s.a.w melihat Nabi Musa dan Nabi Yunus menunaikan haji sambil mengucapkan ‘talbiah’.
iii) Didalam Sahih Bukhari, bahawa sesetengah sahabat dilihat bersembahyang di dalam masjid selepas meninggal dunia.
iv) Daripada abu Hurairah, Nabi Bersabda, “Sesiapa melihatku didalam mimpinya, nescaya ia akan melihat aku ketika jaga ( tidak bermimpi) dan syaitan tidak boleh berupa dengan rupaku.” (Bukhari dan Muslim)
Berkata Imam Sayuti, “Bahawa nabi s.a.w itu hidup dengan jasad dan roh, serta rohnya berjalan ke mana sahaja yang dikehendakinya kepada segala tempat dimuka bumi dan alam malakut….”
Meriwayat Imam Ahmad, Turmizi dan Ibnu Abi Dunia daripada Salman Al-Farisi,

“Bahawa roh orang mukmin berada di barzah di dalam dunia, boleh pergi ke mana-mana yang dikehendakinya.”

Thariqat Naqshbandiyah


BERKENALAN DENGAN NAQSYBANDI


Berapa banyak orang yang hidup di dunia ini ? Tidak terhitung jumlah jalan menuju TUJUAN kita Hanya SATU tujuan TUJUAN itulah yang membawa kalian ke sini


Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini sering di utarakan oleh mereka yang baru mengenal Nasybandi :


Bagaimana saya dapat memulainya ?
Hubungi kelompok Nasybandi terdekat. Ada banyak kelompok Nasybandi di hampir semua negara, ada yang besar ataupun kecil, jumlah tidak ada pengaruh, bergabung dengan kelompok itulah yang penting.


Seperti apakah kelompok Nasybandi itu ?
Kelompok Nasybandi yang baik akan sangat menarik, ada rasa santai di dalamnya, hangat dan mengundang secara terbuka. Selama dzikir, kalian diharapkan hanya duduk, menikmatinya tanpa khawatir tidak mengerti arti dibalik kata-kata yang diucapkan. Semua akan tiba pada waktunya. Kalian akan mengalami kehangatan dan kekeluargaan dengan mereka yang berada dalam komunitas. Kalian mungkin juga akan menemui orang-orang dengan berbagai masalah- masalahnya baik secara fisik ataupun mentalnya, ini adalah konsekuensi dari proses mengenali nafsu. Belajar sabar dan bijaksana adalah bagian dari latihan.


Seperti apakah sebenarnya melihat Sheik Nazim secara pribadi ?
Ada yang bilang " Luar biasa", "Dia seperti manusia biasa", "Seperti seekor singa", "Seperti kakekku" - itu semua tergantung bagaimana Sheik Nazim mengijinkan anda untuk melihatnya, dan seberapa besar nafsu menutup antara anda dengan beliau.


Orang-orang macam apakah yang ada pada Nasybandi ?
Pria, wanita, tua, muda, hitam, putih, besar, kecil, ....Guru, ibu rumah tangga, pemusik, orang-orang biasa yang biasanya bergabung karena kebutuhan mendesak dalam diri untuk mencari Kebenaran dan Persatuan.


Saya merasa tidak cukup baik bergabung dengan kelompok seperti ini...
Tidak mengapa, kita semua tidak cukup baik.. Bahkan sebenarnya itu tanda yang bagus jika anda merasakannya, maka datanglah.anda akan disambut.


Mengapa anda malah mendorong orang untuk hadir dalam kelompok ini ? Yang saya baca di buku-buku sufi, bahwa kelompok-kelompok sufi yang asli susah untuk dimasuki.
Memang benar ! pintu kami kadang sedikit seret, butuh diasah sedikit ( becanda ). Allah telah menuntun anda untuk membaca ini, jadi anda sudah mempunyai undangan, silakan masuk..


Adakah perbedaan antara Islam dan sufi ?
Tidak ada sama sekali.


Saya suka belajar sufisme, namun bagaimana jika saya tidak puas dengan sheik Nazim?
Bersabarlah ! Sebuah hubungan dengan sheik tidak terjadi begitu saja. Banyak sheik sufi di dunia ini, seorang sheikh yang benar adalah yang pertama mendorong anda untuk mencoba guru lain jika anda tidak dapat membangun sebuah hubungan dengannya, paling baik adalah bersabar dan tidak mengharap terjadi hubungan yang begitu cepat.


Saya sudah bertemu Sheik Nazim dan tidak merasakan suatu "hubungan" dengan beliau. Apa yang harus saya lakukan ?
Bersabarlah ! Ada yang merasa langsung "dekat", namun yang lain harus membangun hubungan beberapa waktu lamanya. Hubungan seperti ini akan meningkat dan menyusut begitu anda belajar untuk mengontrol nafsu. Sheikh sudah mengetahui bahwa anda adalah muridnya ( bahkan sebelum anda dilahirkan ) dan paham keadaan dalam diri anda, beliau gunakan pengetahuan ini untuk menolong anda membangun hubungan dengannya.


Apakah saya harus beribadah seketika itu juga ? ( Pertanyaan dari seorang yang baru masuk islam )
Tidak. Ini sebuah konsep yang salah bahwa muslim baru harus melaksanakan ibadah seketika itu juga, hal ini tidak akan berhasil. Berdasar pengalaman, mereka yang langsung diajari sholat 5 waktu dengan cara yang umum digunakan, mereka akan meninggalkan agama Islam dengan cepat atau mungkin menjadi tipe "sersan mayor" yang sangat ketat. Kedua hasil itu tidak diharapkan. Butuh waktu sebelum para pemula itu membangun kecintaan, kepercayaan, waspada dan disiplin agar mampu sholat dan dzikir dengan cara yang rutin dan bertahan. Akan lebih baik bila mengikuti dzikir dulu seminggu sekali dan bergaul dengan mereka yang punya kesamaan tujuan.


Kami mengikuti ajaran Nabi tentang mereka yang baru menjadi Muslim, agar membiarkan mereka sendirian beberapa waktu. Dalam 3 tahun pertama seorang pemula tidak usah diajari apapun untuk memberi keleluasaan bagi hidayah memasuki hatinya.


Ketahuilah, jika Allah telah menunjukkan seseorang menuju agama-Nya, bisa dipastikan Dia juga mampu mengajarinya lewat ilham. Orang yang mendapat hidayah lewat ilham mungkin akan merasa susah menerima ajaran-ajaran secara konvensional. Akan sangat kontra produktif karena hal ini mengabaikan apa yang sedang Allah kirimkan pada hatinya dan yang Dia minta untuk dipelajari. Allah-lah Yang Maha Tahu.


Sheik kami mengikuti cara Nabi, dan kami mencontoh beliau dengan mengaplikasikan metode memberi pengajaran yang tidak langsung. Dari pengalaman kami, metode ini sangat berhasil. Metode umum lain hanya akan terbatas hasilnya. Kaum muslim senang memberi instruksi pada muslim baru, tanpa pernah mengenali bahwa hal ini berasal dari nafsu mereka sendiri.


Apa yang akan saya dapat dalam mengikuti Jalan/ tareqat ini ?
Akses menuju Samudera, Samudera Cinta, Samudera Pengetahuan, Samudera Keindahan, Samudera yang berisi Jagad Raya, Samudera yang tidak berbatas, Potensi tak terbatas yang meluaskan cakrawala anda, akses menuju Tuhan Pencipta Samudera-samudera ini. Surga begitu indahnya dan tidak sedikitpun akan tercemar dan lelah walaupun di huni selama milyaran tahun. Tuhan menunjuk para pembimbing untuk menunjukkan pada anda bagaimana menggapai Kekayaan- Nya. Jika anda menginginkannya, anda akan menemukan satu dari pembimbing-Nya dan ikutilah dia.


Bagaimana saya bisa mendapat akses untuk semua ini ?
Belajarlah untuk mengontrol ego, untuk itu anda butuh seorang pembimbing.


Mengapa harus lewat agama ?
Anda kira manusia begitu saja dibuang di dunia ini ? Kita dikirim di dunia ini untuk belajar, berkembang, menjadi sesuatu, sesuatu yang berharga dan lebih mulia dari siapa kita saat ini. Kita bukan dibuang disini dan ditinggalkan bersama keperluan-keperluan pribadi. Kita telah diberi banyak hikmah dan jalan untuk menjadi seorang hamba Tuhan yang terhormat dan mulia. Orang yang terpilih membutuhkan seorang pembimbing untuk menunjukkan bagaimana melakukannya.


Sebagai seorang ilmuan saya tak percaya hal-hal yang tak masuk akal ini.
Jika anda seorang ilmuwan sejati, tak ada cara lain kecuali percaya, jelas sekali bahwa anda bukan orang yang sesuai, karena untuk menjadi ilmuwan sejati, anda harus butuh pembimbing untuk menunjukkan apa yang tidak anda percayai.


Jika tidak ada perbedaan antara Sufisme dan Islam, mengapa harus ada 2 nama ?
ada satu titik dapat dikatakan bahwa Islam adalah sebuah kumpulan praktek, latihan, hukum, dan rekomendasi bagaimana kita sebaiknya menjalani kehidupan ini. Namun kita juga butuh seseorang untuk menjelaskan BAGAIMANA menggunakan berbagai praktek itu, urutan-urutannya dan kapan seharusnya dilaksanakan. Inilah mengapa Sufisme disebut sebagai jalan atau jalur menuju Tuhan melalui Islam. Anda butuh seorang pembimbing yang telah menjalani jalur itu. Penuntun yang mengetahui metodologi dan cara-cara bagaimana menerapkannya.


Saya sudah Muslim dan tidak butuh seorang pembimbing.
Anda amat bangga pada diri sendiri ! jelas sekali anda bukan orang yang sesuai, bagaimana kalau ada seorang guru yang menunjukkan bagaimana agar menjadi lebih rendah hati ?


Qur'an dan akal pikiran adalah pembimbing saya.
Selamat, anda telah berhasil, jelas sekali kalau anda tidak butuh seorang pembimbing. Namun jika ingin mengetahui apa yang akal pikiran anda tidak ketahui dan tidak akan pernah mengetahui-Nya, maka anda butuh seorang pembimbing.


Mengapa saya harus menyerahkan diri pada pembimbing yang tidak saya kenal ? Ayah dan ibu yang membimbing anda sejauh ini, mereka mengajari anda berbicara. Guru-guru di sekolah mengajari anda agar pandai membaca. Anda telah dibimbing dan diajari sepanjang hidup anda. Anda telah diajari, dikondisikan, dicuci otak oleh banyak orang dan berbagai sistem, secara sadar atau tidak. Untuk mendapatkan perkembangan, baik cepat atau lambat anda harus percaya pada seseorang. Dengan kata lain, untuk menunjukkan pada anda ada apa dibalik dunia yang sempit dan terkondisi ini, maka anda butuh seorang pembimbing.


Saya tidak suka semua hukum-hukum dan praktek-praktek ibadah (Pertanyaan dari Muslim Baru)
Maka jangan dilakukan. Tidak seperti ego manusia, Tuhan bukan tiran, lakukan sesuai yang anda senangi.


Saya mengikuti aliran "new age", mirip sekali dengan jalan sufi.
Mereka tidak seperti jalan/ tareqat Sufi. Cobalah rekomendasikan disiplin diri, mereka akan lari menjauh. Atau katakan bahwa aliran mereka "tidak bagus" maka mereka akan sangat terusik.


Siapa yang harus saya pilih untuk menjadi pembimbing ?
Seseorang yang telah diberi otoritas, bukan seseorang yang menganggap dirinya punya wewenang. Kenali orang itu sebagai seseorang yang tidak merujuk pada dirinya sendiri, namun merujuk pada mereka yang lebih tinggi dari dirinya. Anda mungkin menyaksikan pembimbing yang anda pilih dengan membandingkan metode-metodenya dengan metode tradisional yang digunakan ribuan tahun oleh para Nabi dan orang-orang suci. Materi- materi pelajarannya ada dimana-mana. Tiap agama, walaupun sangat kuno dan sudah tercemar mengandung hikmah-hikmah tak ternilai.


Pembimbing Hakiki (Tuhan ) andalah yang menunjukkan para pembimbing untuk anda, dan para pembimbing itu merujuk pada Nabi saw, dan Nabi mengikuti apa yang diajarkan Allah.

Kebutaan dan Penolakan


Maulana Jalaludin Rumi

Seorang astronom berkata,”Tunjukkah Dunia lain , Tunjukkan dimana Tuhan berada”. Tetapi Ia tidak berada disuatu tempatpun, tanpa ruang.

Ia tidak berada dilidah, tidakjuga dimulut atau didalam dada. Belahlah semua itu, sedikit demi sedikit, atom demi atom, dan coba kau tunjukan dimana ‘keberatan’ dan ‘pikiran’ yang engkau kemukakan. Engkau tak akan menemukan sesuatupun. Maka sadarlah bahwa pikiran yang ada dalam dirimu tidak terletak dalam suatu tempat atau ruang. Jika demikian bagaimana mungkin engkau akan mengetahui letak Pikiran Sang pencipta

Pernahkah kau melihat Hantu? Lihatah dirimu sendiri! Jika kau bukan hantu mengapa wajahmu begitu gelap. Orang2 yang menolak Tuhan selalu menjadikan orang2 yang ingat akan Tuhan menjadi bahan ejekan. Jika kau inginkan ejekan dan olok-olok teruskanlah, berapa lama kau akan hidup, oohh bangkai berapa lama??

Untuk Allah Semata


Oleh: Mawlana Syaikh Muhammad Nazhim Adil al Haqqani
Ditranslasi dari Servanthood & What It Is

Kita sudah diminta untuk merenungkan apa yang sedang kita lakukan setiap saat. Tanggung jawab ini memberikan kehormatan kepada kita. Kalian harus tahu apa yang kalian lakukan dan untuk siapa atau untuk apa kalian bergerak, berlari atau bertanya tentang sesuatu. Renungkanlah. Apa tujuan atau target kalian? Apa yang kalian lakukan untuk ego kalian dan untuk dunia ini adalah palsu dan akan lenyap. Semua ini hanya sementara dan karenanya tidak bernilai. Tetapi apa yang kalian lakukan untuk Allah swt itu tidak akan berakhir.

Bila aku duduk, maka istirahatku pun untuk Allah swt. Aku bergerak atau tidak, semuanya untuk Allah swt. Dan aku berserah diri pada Tuhanku. Aku akan bersegera mengerjakan perintah-Nya.

Tanggung jawab itu dimulai sejak kalian terjaga. Hendaknya kalian melihat untuk apa dan siapa kalian kerjakan dan apa manfaatnya. Bila tidak bermanfaat untuk diri kalian sendiri atau untuk orang lain, tinggalkan niat itu, karena saat itu akan mengundang kutukan atas diri kalian.

Segalanya hanya untuk Allah swt. Dan semua yang kalian lakukan adalah untuk Allah swt(hal dan aturan yang penting). Semua yang menjadi milik Allah swt pastilah untuk Allah swt. Itulah Iman sejati dan kalian telah ditawarkan untuk memegang teguh peraturan itu. Karena kalian tahu bahwa semuanya untuk Allah swt, maka kalian harus melakukan segalanya untuk Allah swt semata. Bila hidup, hiduplah untuk Allah swt, matilah untuk Allah swt, dan makanlah untuk Allah. Bila minum, minumlah untuk Allah; bila membangun, lakukanlah untuk Allah.

Kalau bicara, bicaralah untuk Allah. Sehingga semuanya akan menjadi ibadah. Bila setiap tindakan dan setiap saat diperuntukkan untuk Allah, maka Allah akan mengusung dan mendukung hamba tersebut. Karena dia hidup untuk Allah dan melakukan semuanya untuk Allah, maka Allah pastilah mendukungnya.

Manusia jatuh ibarat daun berguguran dari pohonnya. Tidak lagi bermanfaat bagi pohon induknya. Hanya bagi diri mereka sendiri. Tidak pernah mengindahkan Tuhannya atau melakukan sesuatu untuk Penciptanya. Terkecoh oleh dunia. Hidup hanya mengejar materi. Tidak pernah memikirkan kehidupan spiritual. Kita harus mengelola kehidupan spiritual selama 24 jam sehari, tetapi kita tidak memikirkannya walaupun hanya 24 detik.

Segalanya untuk Allah dan kalian juga untuk Allah, jadi lakukan semuanya untuk Allah. Allah melihat niat kalian dan bila ditujukan untuk-Nya, kalian tidak akan ditinggalkan oleh-Nya dalam genggaman Setan.Tidak! Allah akan menjaga dan mendukung kalian. Allah melihat ke dalam hati kalian dan bila Dia melihat kalian mengabdi pada ego kalian atau hasrat fisik kalian, Dia akan menghentikan dukungan-Nya. Dia akan melihat apakah kalian tetap mengikuti jalan dan perintah-Nya; bila tidak, Dia akan meninggalkan kalian sebentar, siapa tahu kalian akan kembali pada jalan yang benar.

Bila beramal untuk Allah, maka semua yang kalian kerjakan akan diberkahi, dihormati dan diterima oleh-Nya. Bila pekerjaan kalian bukan untuk-Nya, maka sia-sialah pekerjaan itu dan kalian menghancurkan diri sendiri. Kesukaran yang tidak terhitung akan mengelilingi kalian. Perhatikan selalu pekerjaan kalian, apakah benar-benar untuk Tuhan kalian? Perhatikan berapa jam tersedia untuk-Nya, berapa lama kalian berhubungan dengan Hadirat Ilahi dan berapa jam kalian bersama ego kalian.

Bila kalian makan, minum, bekerja, shalat, pokoknya setiap waktu hendaklah kalian bersama Allah. Ini akan membuat kalian kuat dan bahagia dan hidup akan terasa manis. Allah menganugerahkan hidup yang indah dan nyaman bagi orang beriman, bukannya hidup yang sulit dan hambar. Yang demikian itu adalah untuk mereka yang tidak beriman atau mereka yang berbuat ingkar.

Hiduplah dan menyediakan diri untuk Allah. Matilah untuk Allah. Hanya itu. Biarkan mereka merenggut seluruh dunia. Mereka hanya ingin hal-hal duniawi, makan dan minum saja. Jangan! Kenikmatan itu datangnya dari Allah dan hati kita menantikan berkah-Nya yang tak terhingga.

Dengan bekerja untuk Allah dan taat kepada-Nya, Dia akan menyelubungi kalian dengan Cahaya Ilahiah. Setelahnya, kalian harus melindungi dan mempertahan kannya. Kalian harus mengorbankan hasrat fisik kalian agar kekuatan spiritual dengan cepat dan mudah mencapai jiwa kalian.

Janganlah kehilangan kepercayaan pada Pencipta kalian yang berfirman, “Akulah penjamin makan dan minum kalian. Dan bila kalian menyediakan diri kalian untuk-Ku, Aku akan memudahkan segalanya untuk kalian. Bila kalian percaya pada-Ku, Aku tidak akan membuat kalian lelah.” Hal ini akan memberikan rasa puas dalam diri kalian. Tak usah memikirkan apapun. Cukup penghambaan saja. Tuhan berfirman, Percayalah pada-Ku, Aku akan memudahkan segalanya.” (Prinsip terpenting dalam Islam).

Siapa pun yang hidup untuk Allah mengetahui bahwa Allah saja lebih dari cukup. Kita percaya dan mempercayai Allah dan mencoba untuk menyediakan diri untuk penghambaan Ilahinya. Berpeganglah pada jalan ini, jalan yang paling aman. Carilah kehormatan dari Allah dan bukan dari yang lain.

Sebuah gedung yang didirikan bukan untuk kehormatan Allah dan untuk kehormatan Rasulullah saw akan runtuh. Bila dibangun untuk Allah, kalian akan bahagia dan tidak terbebani. Setiap hari berbuatlah sesuatu untuk Allah. Ketahuilah hak-hak-Nya, bekerja lah untuk-Nya dan bukan untuk yang lain.

Kalian dapat melakukan apa saja, tetapi cobalah melakukannya hanya karena Allah semata. Lakukan sesuatu yang akan membuat Allah ridha pada kalian. Bila tidak, kalian akan tenggelam dalam samudera yang demikian dalam sehingga tak seorang pun dapat menyelamatkan kalian.

Cara hidup kalian akan menjadi cara mati kalian dan akan menjadi cara kalian dibangkitkan kembali. Hiduplah untuk Allah. Mereka yang mematuhi perkataan Nabi saw berarti mematuhi perintah Allah swt. Hiduplah untuk-Nya dan tidak ada sesuatu pun yang harus ditakuti.

Ada orang yang mengatakan bahwa kita harus belajar atau melakukan sesuatu. Tidak! Seluruh hidup kita adalah untuk Islam dan Islam adalah untuk Allah. Jika kalian melangkah, jadikanlah langkah itu untuk Allah. Begitulah cara kalian menjalani Islam. Kalian harus memperhatikan ke mana kalian melangkah dan apa yang kalian cari. Apakah kalian mencari Allah atau ego kalian? Bila kalian rentangkan tangan dan menangkap sesuatu, kalian harus perhatikan untuk siapa kalian membawa atau menyentuhnya. Perhatikan apa yang kalian dengar.

Untuk Allah atau ego kalian? Bila berbicara, perhatikan untuk apa kalian bicara, untuk Allah atau untuk ego kalian? Dan bila kalian duduk dan berpikir, untuk siapa? Kalian tidur, untuk apa? Kalian makan untuk kekuatan kalian atau atas perintah Tuhan kalian? Setiap saat di setiap harinya, setiap tarikan nafas adalah untuk Tuhan kalian.

Barangsiapa yang telah mencapai maqam sebagai deputi sejati (sekarang kita semua hanya kandidat) harus mengawasi setiap tarikan nafasnya. Setiap tarikan nafas hanya untuk Allah, “Huu, Huu, Huu, Huu… (dalam hati).” Barangsiapa yang dapat mengendalikan nafasnya setiap saat, itulah utusan deputi Allah yang sejati. Kita harus bisa membawa diri kita ke jalur tersebut.

Janganlah sendirian. Pada setiap tarikan nafas, jangan lupa kalian berada bersama siapa. Cukuplah yang demikian itu. Hal itu merupakan latihan bagi kalian. Bila kalian tidak lupa, maka setiap saat adalah peribadatan kepada Allah atau suatu pengabdian untuk Hadirat-Nya. Setiap saat, setiap tarikan nafas kalian mengabdi, meraih Hadirat-Nya yang suci dan nama kalian akan tercatat sebagai hamba Ilahi. Cobalah, coba ikuti. Jangan menyia-nyiakan hidup kalian!

Wa min Allah at Taufiq

Mutiara hikmah Syaikh Muhammad Efendi Yaraghi


"Berjanjilah Wahai Manusia, untuk menghentikan semua kebiasan buruk dan selanjutnya menjauhi perbuatan dosa. Gunakan waktumu siang dan malam di Masjid. Beribadalah kepada Tuhan dengan semangat dan memohonlah ampunan dengan meratap kepadaNya".

"Kapankah Allah SWT tidak senang kepada hambaNya? Yaitu ketika seorang hamba merasa terganggu dengan lamanya berdzikir secara kolektif. Jika cintanya pada Allah swt adalah Cinta Sejati, maka itu akan terasa seperti sekejap mata".

"Depresi dalam hati berasal dari tiga macam penyakit, yaitu : Kehilangan keharmonisan dengan alam, Mengikuti kebiasaan yang menyimpang dari sunah Rasulullah saw dan Mengikuti orang-orang yang korup dan fasik".

"Para Pencari dan Murid tidak menginginkan apapun bagi diri mereka, kecuali yang Allah SWT telah tetapkan baginya. Dan tidak membutuhkan apapun dari alam semesta ini, kecuali Tuhannya".

"Ketika hati sangat mendambakan untuk menyaksikan Zat Allah Azza wa Jalla, maka Allah SWT akan mengirimkan Sifat-SifatNya, sehingga mereka akan menjadi tenang , tentram dan merasa sangat bahagia".

"Cinta seorang beriman bagaikan sebuah cahaya dalam hatinya".

"Islam berarti menyerahkan hatimu kepada Tuhanmu dan tidak menyakiti orang lain, baik dengan perkataaan maupun perbuatan".

"Allah tidak akan pernah mengangkat seseorang yang yang mencintai Uang"

"Barangsiapa mendatangi Allah swt dengan hatinya, maka Allah swt akan mengirimkan hati seluruh hambaNya kepadanya"

"Jika para pecinta mengungkapkan cinta mereka kepadaNya, maka dari deskripsinya itu setiap pecinta akan meninggal"

Rasulullah saw bersabda," Dia yang mematuhi Al-Quran dan menyebarkan Syariahku adalah seorang muslim sejati" "Dia yang bertindak menurut perintahku akan berdiri di surga lebih tinggi daripada semua Awliya yang telah mendahuluiku"

Mutiara hikmah Syaikh Syarafudin Ad-daghestani


"Melalui pemahaman akal saja, manusia tidak mungkin bisa memanen buah dari Rahasia-Rahasia Allah. Tubuh manusia tidak dapat mencangkup Realitas Makna mengenai Allah swt. Tubuh manusia mustahil mencapai Kerajaan Yang Tersembunyi dari Yang Maha Unik"

"Jika Para Pencari terus melakukan Dzikr dengan Nama "Allah" Yang Maha Suci maka dia akan mulai berjalan ditempat Dzikir itu yang jumlahnya ada 7 tingkatan. Setiap pencari yang terus melakukan Dzikr " Allah" dalam hati, mulai dari 5000 hingga 48.000 setiap harinya, akan mencapai tingkat kesempurnaan dalam dzikr itu. Pada saat itu dia akan menemukan bahwa hatinya terus mengucapkan nama " Allah, Allah, Allah" tanpa perlu menggerakkan lidah. Dia akan membangun kekuatan internal dengan membakar kotoran didalamnya, karena api dzikr melalap semua pengotor hati. Tidak ada yang tersisa kecuali Permata yang Bersinar dengan Kekuatan Spiritual".

Beliau tidak pernah menyebutkan sesuatu yang telah berlalu. Beliau tidak pernah menerima suatu gunjingan dan akan mengusir pelakunya dari asosiasi. Setiap orang yang duduk dalam asosiasinya, mereka akan merasakan bahwa kecintaan akan dunia akan lenyap dari hati mereka, beliau mengatakan, "Jangan Duduk tanpa berdzikir, karena kematian selalu mengikutimu".

Beliau berkata,"Peristiwa yang paling membahagiakan bagi umat manusia adalah ketika dia meninggal, karena ketika dia meninggal dosanya juga ikut mati bersamanya".

"Setiap pencari yang tidak membiasakan diri dan melatih dirinya untuk berpuasa disiang hari dan bangun dimalam hari untuk beribadah dan melayani saudaranya, tidak akan memperoleh kebaikan dalam tareqat ini"

"Setiap orang mempunyai karakter baik yang bercampur dengan karakter buruk. Ketika kamu melakukan bay’at, seluruh perbuatan buruk yang telah engkau lakukan sebelumnya, aku ganti dengan perbuatan baik. Kecuali dua hal, yaitu keinginan seksual dan kemarahan"

Beliau berkata,"Wahai anakku, kita adalah hamba-hamba yang berada didepan pintu Rasulullah saw dan didepan pintu Allah SWT. Apapun yang kita minta dari Mereka, Mereka akan menerima permintaan kita, karena kita berada dalam kehadiratNya dan kita adalah satu. Apa yang kami inginkan darimu adalah agar kamu senantiasa melakukan dzikr Tarekat Naqsbandi"

Islam Bersifat Dinamis

Islam Bersifat Dinamis, tidak Pasif

Syaikh Nazim al-Haqqani (q) dalam Mercy Oceans (Book Two)

Syaikh ‘Abdullah Faiz ad-Daghestani (q) berbicara tentang dua karakter yang dimiliki oleh para Nabi, yaitu: memiliki himma, aspirasi tinggi dan dinamis, tidak pernah malas. Kedua karakter itu merupakan warisan para Nabi. Mereka sangat ringan dalam bekerja karena jiwa mereka berasal dari surga.

Sifat malas berasal dari Setan. Kalian tidak dapat menemukan seorang Rasul yang duduk bermalas-malasan dan menikmati dunia atau meminta istirahat. Mereka bagaikan sungai yang selalu mengalir menuju ke laut. Setiap Wali bersifat dinamis. Makin tebal iman seseorang, ia akan semakin aktif.

Tidak ada pekerjaan berarti tidak beriman. Ada 500 kebaikan dari Sunnah Rasulullah (saw). Al-Qur'an mengatakan, Ketika kalian telah selesai dari suatu pekerjaan, kerjakanlah pekerjaan berikutnya. Kita dianjurkan agar selalu aktif dalam segala situasi, inilah bimbingan yang terbaik bagi kita.

Setiap agama tidak mengajurkan para pemeluknya untuk bermalas-malasan. Beberapa orang menganggap bahwa Islam membuat orang menjadi pasif (Agama adalah racun bagi masyarakat). Mereka sebenarnya adalah para pembohong yang tidak mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Mereka mempelajari suatu ilmu di Barat lalu mengklaim hal tersebut. Saya merasa prihatin terhadap gejala ini. Sebelum Islam datang, bangsa Arab bagaikan bangsa yang tertidur dan menjadi budak bangsa Roma dan Persia. Setelah Islam datang, mereka sanggup menaklukkan daerah-daerah di pesisir Samudra Atalantik hingga Samudra Hindia.

Syaikh Abdullah Faiz ad-Daghestani (q) berkata bahwa setiap orang yang aktif akan masuk Surga, sebaliknya orang-orang yang malas akan masuk Neraka. Bahkan bagi orang-orang yang aktif dalam mengejar dunia, keaktifannya itu akan membimbingnya menuju kebaikan pada akhirnya, bagaikan air deras yang mengalir dari hulu di pegunungan menuju hilir di dataran rendah dan memberi manfaat.

Untuk berjuang melawan ego, seseorang harus mempunyai sifat dinamis. Seseorang yang mendaki gunung harus memiliki energi, sebaliknya untuk menuruni gunung sifat dinamis tidak terlalu diperlukan. Orang-orang yang duduk-duduk di sebuah pub atau kafe tidak bisa disebut sebagai orang yang dinamis, mereka justru pemalas. Orang yang bekerja dengan serius dan menghasilkan karya yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh banyak orang mempunyai sifat yang diwariskan oleh Rasulullah (saw).

Orang yang tidur terlalu banyak juga termasuk pemalas. Tidur lebih dari 8 jam akan menyakiti tubuh. Seperti halnya tidak cukup tidur, tubuh akan menjadi lemah dan lelah. Untuk sebagian orang Allah (swt) memberi kemampuan kepada mereka untuk tetap terjaga dan tidak membutuhkan tidur.

Orang banyak berpikir bahwa banyak makan akan membuat tubuh menjadi kuat, oleh sebab itu mereka makan banyak bahkan terlalu banyak. Seseorang yang berkata, Aku merasa kenyang dengan makanan malam ini, sesungguhnya dia berdosa di Hadirat Ilahi. Allah (swt) yang membuat kalian kenyang, bukan makanan itu. Dia dapat membuat kalian kenyang hanya dengan sepotong makanan.

Syaikh Abdullah (q) berkata bahwa ketika Dajjal datang seluruh Muslim akan mendapat perlindungan di Syam (Damaskus). Syaikh Muhyiddin (q) berkata bahwa banyak sekali orang yang akan mendatangi kota Syam dan kota ini akan semakin luas, sisi di balik gunung akan menjadi sama luas dengan sisi sebelahnya dan tidak ada tempat yang tersisa lagi bahkan untuk sekedar menapakkan kaki saja, mungkin kota itu bisa menampung 50 juta orang.

“Bagaimana mereka akan makan dan minum tanya Abu Bakar (ra) kepada Rasulullah (saw). Takbir Imam Mahdi (as) akan memberi Kekuatan Ilahi bagi seluruh Mukmin. Sepotong makanan akan cukup untuk 40 hari.

Nasehat Tentang Tidur

Orang-orang juga berpikir bahwa banyak tidur membuat tubuh beristirahat dan segar. Tidak, Allah-lah yang menyebabkan hal itu. Mungkin dengan 5 jam tidur seseorang tidak akan mendapatkan istirahat; sementara itu hanya dengan 5 menit seseorang yang lain malah dapat beristirahat dengan cukup. Waktu terbaik untuk tidur adalah tepat setelah shalat Isya sampai 2 jam sebelum Subuh.

Tidur lebih awal adalah yang terbaik. 4 jam setelah ˜Isya sebelum tengah malam, dihitung bagaikan 8 jam di waktu-waktu yang lain. Ini akan membuat orang mampu meningkatkan ibadahnya dan melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat.

Sekarang orang-orang mengisi waktu tersebut dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, ngobrol-ngobrol atau menonton TV. Ini adalah salah satu penyebab datangnya penyakit. Waktu terbaik kedua untuk tidur adalah antara waktu matahari terbit (isyraq) sampai siang, sedangkan waktu antara siang hingga sebelum Ashar adalah yang terbaik ketiga.

Tidak baik tidur pada kurun waktu antara Subuh hingga matahari terbit dan paling buruk waktu tidur antara Ashar hingga matahari terbenam. Rasulullah (saw) bersabda jika sesuatu yang buruk menimpa orang yang sedang tidur di waktu tersebut, dia tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, tanggung sendiri akibatnya. Bagi orang yang tidur lebih dari 8 jam sehari, dia harus berkata kepada dirinya sendiri, Saya pemalas!

Wa min Allah at Taufiq